Biografi KH. Muhammad Zuhri, Pendiri Pesantren Nurul Falah Petir Kab. Serang

 
Biografi KH. Muhammad Zuhri, Pendiri Pesantren Nurul Falah Petir Kab. Serang

 

Daftar Isi

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat
1.3  Riwayat Keluarga

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1  Mengembara Menuntut Ilmu
2.2  Guru-Guru

3.    Penerus Beliau
3.1  Murid-murid
3.2  Anak

4.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1  Mendirikan Lembaga Pendidikan Islam
4.2  Karier Beliau

5.    Referensi

 

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga 

1.1 Lahir
KH. Muhammad Zuhri bin KH. Amin atau lebih dikenal dengan sebutan KH. Emed, lahir di kampung Cigodeg Desa Tambiluk, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang pada tahun 1898.

KH. Muhammad Zuhri lahir dari keluarga yang memiliki dasar keagamaan yang baik dan taat beribadah. Ayahnya bernama KH. Muhammad Amin yang berasal dari Kecamatan Petir, merupakan seorang ulama yang disegani dan pernah menjabat sebagai penghulu. Ibunya bernama Ratu Suaebah yang berasal dari Cadasari, Serang.

1.2 Wafat
KH. Muhammad Zuhri wafat pada tahun 1940 karena penyakit yang dideritanya. Sesuai dengan pesannya, KH. Muhammad Zuhri dimakamkan di daerah Cigodeg, tempat kedua orang tua dan keluarganya dimakamkan.

Dengan wafatnya KH. Muhammad Zuhri, masyarakat Petir merasa kehilangan seorang ulama besar, seorang mubaligh dan pemimpin umat. Perjuangan KH. Muhammad Zuhri dalam pendidikan keagamaan di Pesantren Nurul Falah diteruskan oleh adik iparnya yaitu KH. Muhammad Ghozali.

1.3 Riwayat Keluarga
KH. Muhammad Zuhri menikah dengan Mahdiyah binti Muhammad Yusuf pada tahun 1921. Dari pernikahan dengan Nyai Mahdiyah, dikaruniai enam orang anak yaitu: Ki. Ajurum, KH. Muhammad Chaedar, Humaeroh, Nusaebah, Hayati Nufus, dan Suhaemah.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

Selama tinggal dan menetap di Pondok Pesantren Cengkudu ini, KH. Muhammad Zuhri mendapat bimbingan dan pendidikan langsung dari Abuya Sidiq. KH. Muhammad Zuhri dikenal sebagai murid yang pandai dalam menerima ilmu yang diajarkan oleh guru-gurunya dan dianggap sebagai salah satu murid atau santri yang berhasil.

Berkat pendidikan yang keras dan disiplin dari ayahnya membuat KH. Muhammad Zuhri mempunyai semangat belajar yang kuat dalam mempelajari dan memperdalam ilmu keagamaan. Setelah menimba ilmu di Pondok Pesantren Cangkudu, Baros, selama enam tahun. Pada tahun 1910, KH. Muhammad Zuhri kembali pulang ke Petir untuk melihat kondisi masyarakatnya.

Tetapi sesampainya di tanah kelahirannya, KH. Muhammad Zuhri melihat kondisi masyarakat Petir banyak yang belum mendapatkan pendidikan keagamaan dan mengalami kesulitan hidup. Karena tidak mendapatkan pendidikan keagamaan dan maraknya kejahatan. Ditambah lagi dengan adanya penindasan yang dilakukan oleh penjajah Belanda yang tidak memberikan pendidikan yang layak kepada pribumi, sehingga banyak masyarakat yang buta huruf dan hidup dalam keterbatasan ilmu pengetahuan.

Dengan melihat kondisi dan penderitaan masyarakat. Maka KH. Muhammad Zuhri memutuskan untuk memperdalam ilmu agamanya dan bermukim di Mekah selama enam tahun dari tahun 1910-1916 M. Mekah adalah kota yang sering dikunjungi oleh Muslim Nusantara. Di kota suci inilah, para pencari ilmu dari berbagai daerah di Nusantara bersatu untuk beribadah dan mencari ilmu dan legistimasi politik. Telah banyak ulama Nusantara yang tinggal dan mengajar di Masjidil Haram.

Banyak ulama kharismatik dan produktif dari berbagai Nusantara, seperti Syekh Ahmad bin Zaini Dahlan (1816-1886) seorang mufti mazhab Syafi’i, Syekh Ahmad bin Abdul Lathif al-Minangkabawi (1860-1915), dan Syekh Nawawi al-Bantani, dsb. Syekh Nawawi dikenal sebagai ulama yang dipandang sebagai penjaga tradisi.Setelah wafatnya Syekh Nawawi Al-Bantani di Mekah pada tahun 1314/1889 M, tradisi memperdalam ilmu agama di kalangan ulama dan santri Banten yang tingal di Mekah masih terus berlanjut. Hal ini dikarenakan banyak murid Syekh Nawawi Al-Bantani yang mengamalkan dan meneruskan perjuangan tradisi keilmuan gurunya.

Meskipun jumlah santri yang diajar oleh para ulama Banten tidak lagi sebanyak dan seberagam seperti pada masa Syekh Nawawi Al-Bantani masih hidup, dan level keilmuan yang diajarkan oleh para ulama Banten tidak sedalam Syekh Nawawi Al-Bantani, namun tradisi pengkajian ilmu-ilmu agama masih terus berlanjut. Walaupun Syekh Nawawi telah wafat, namun karya-karyanya terus diajarkan oleh lebih dari 20 ulama Banten kepada para santri dari Nusantara yang haus akan ilmu-ilmu agama.

Karya Syekh Nawawi yang dipakai di Pesantren hingga sampai saat ini, diantaranya: Tijan al-Darari, Marah Labid, Fath al-Majid, Nasai’h al-‘Ibad Tanaqih Qawi al-Harthith, Uqud al-Lujayn, Nur al-zalam dan Maraqi al-Ubudiya. Walaupun KH. Muhammad Zuhri tinggal dan mukim di Mekah selama enam tahun, namun jejak guru-guru KH. Muhammad Zuhri ketika berada di Mekah tidak dapat terlacak.

2.2 Guru-Guru

  1. KH. Amin
  2. KH. Muhammad Sidiq
  3. Syekh Ahmad bin Abdul Lathif al-Minangkabawi (1860-1915)
  4. Syekh Nawawi al-Bantani

3. Penerus

3.1 Murid-murid

Murid-murid KH. Muhammad Zuhri :

  1. KH. Muhammad Istikhari (pendiri pesantren Darut Tafsir Bogor)
  2. KH. Basri (Pendiri Pesantren Al Basyiriyah di Kadaung Bogor)
  3. KH. Abdul Khabier pernah menjadi Wedana Ciomas (Pendiri Pesantren Nur El-Falah)
  4. KH. Kamran
  5. KH. Syibli
  6. KH. Mukri
  7. KH. Damanhuri Munir
  8. KH. Satiri

3.2  Anak
KH. Muhammad Chaedar

4. Perjalanan Hidup dan Dakwah 

KH. Muhammad Zuhri melakukan kegiatan dakwahnya dengan cara berkeliling kampung, memberikan pemahaman mengenai ajaran agama Islam kepada masyarakat dan kepada para jawara kampung Petir. Selain itu, dakwah KH. Muhammad Zuhri juga dilakukan dengan cara mengadakan pengajian rutin yang dilakukan dari masjid ke masjid, untuk meluaskan misi dakwahnya.

Dalam menyampaikan dakwahnya KH. Muhammad Zuhri selalu menyampaikannya dengan lugas dan menarik serta dibumbui dengan humor sehingga masyarakat dan para jawara tertarik untuk memperdalam ilmu agama. Kegiatan dakwah KH. Muhammad Zuhri bersama saudara sepupunya, KH. Muhammad Gozali, dilakukan dengan cara pembinaan umat melalui pengajian.

Semua kegiatan pengajian itu dilakukan dalam suasana yang khidmat. Pembinaan masyarakat yang dilakukan KH. Muhammad Zuhri melalui kelompok pengajian dengan partisipasi santri-santrinya yang berpedoman pada risalah Rasulullah. Metode pengajaran yang dilakukan KH. Muhammad Zuhri ketika mengajar masyarakat Petir secara umum berbeda dengan apa yang dia lakukan kepada para santri yang tinggal di pesantrennya.

Jika masyarakat diberikan pembinaan dalam memperaktekkan ibadah sehari-hari dan mengajarkan cara membaca al-Qur’an dan menulis Arab, maka para santri dididik untuk dijadikan kader-kader ulama dalam rangka meneruskan perjuangan KH. Muhammad Zuhri. Di samping itu untuk melahirkan generasi penerus, KH. Muhammad Zuhri bukan hanya berkiprah di wilayah Petir saja namun di daerah lainnya.

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pondok pesantren maupun madrasah yang didirikan oleh murid-muridnya di luar wilayah Petir, seperti Tangerang, Bogor, Karawang, Pandeglang, Lebak, sedangkan di Luar Jawa yaitu Lampung dan Sumatra Selatan dan sekitarnya.

Sedangkan metode pengajaran yang digunakan oleh KH. Muhammad Zuhri ketika mengajar masyarakat Petir secara umum adalah metode Mawizhah yaitu memberikan nasihat dan memberikan peringatan kepada masyarakat dengan bahasa yang baik sehingga dapat menggugah hati masyarakat yang hadir dalam pengajian, sehingga masyarakat dapat menerima apa yang diajarkan oleh KH. Muhammad Zuhri.

Kehadiran KH. Muhammad Zuhri diberbagai tempat pengajian telah membuat masyarakat semakin antusias untuk lebih banyak mengenal dan belajar tentang ilmu-ilmu keIslaman dan banyak dari masyarakat dari luar Banten yang menghadiri pengajian yang diadakan oleh KH. Muhammad Zuhri. Aktifitas pengajian yang di lakukan KH. Muhammad Zuhri dari daerah ke daerah lain, telah membuat lembaga pondok pesantren Nurul Falah semakin dikenal diberbagai daerah.

Keilmuannya yang mendalam dan penyampaian dakwah yang baik membuat masyarakat senang menerima materi yang diajarkan oleh KH. Muhammad Zuhri bukan saja melakukan dakwah dengan menggunakan lisan, tapi juga melakukannya dengan perbuatan. Hal ini diperlihatkan dalam bentuk sikapnya yang anti kolonial Belanda. Ia bukan saja mengadakan pengajian, namun terlibat langsung dalam mengatur strategi dalam melawan ketidakadilan dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Belanda. Ini jelas butuh keberanian dan tidak sedikit mendapatkan peringatan dari para pemerintah Belanda.

Disamping itu, untuk menjadi seorang kYai yang berpengaruh di masyarakat, Ia tidak hanya menyebarkan dakwah dan menyampaikan pesan-pesan ajaran Islam, tetapi juga harus bisa memahami kondisimasyarakat. Menjadi seorang mubaligh butuh perjuangan, karena pesan-pesan yang disampaikan KH. Muhammad Zuhri seringkali menyinggung dan mengkritik kebijakan pemerintahan kolonial Belanda sehingga masyarakat Petir semakin membenci pemerintah Belanda.

Penyebaran dakwah yang dilakukan oleh KH. Muhammad Zuhri menjadi salah satu cara untuk menumbuhkan semangat berjuang kepada semua masyarakat Banten, khusunya daerah Petir, untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Belanda. Pada tahun 1925, pesantren Nurul Falah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pesantren ini memiliki ratusan bahkan ribuan santri yang memilih untuk mengabdi dan memperdalam
ilmu agama kepada KH. Muhammad Zuhri. Para santri di pesantren ini tidak hanya berasal dari wilayah Banten, namun juga berasal dari luar
Banten, seperti Jawa, Karawang, Sumatra, Lampung dan sebagainya.

Seorang kYai tidak hanya tinggal diam di pesantren untuk mengajarkan kitab-kitab klasik kepada santrinya atau menetap di suatu tempat dan umatnya yang datang untuk meminta nasihat, doa dan kebutuhan praktis lainnya. Kiai juga aktif melakukan ceramah agama kepada masyarakat luas untuk menyampaikan dan menyebarkan ajaran Islam.

KH. Muhammad Zuhri melakukan kegiatan dakwahnya dengan cara berkeliling kampung, memberikan pemahaman mengenai ajaran agama Islam kepada masyarakat dan kepada para jawara kampung Petir. Selain itu, dakwah KH. Muhammad Zuhri juga dilakukan dengan cara mengadakan pengajian rutin yang dilakukan dari masjid ke masjid, untuk meluaskan misi dakwahnya.

Dalam menyampaikan dakwahnya KH. Muhammad Zuhri selalu menyampaikannya dengan lugas dan menarik serta dibumbui dengan humor sehingga masyarakat dan para jawara tertarik untuk memperdalam ilmu agama. Kegiatan dakwah KH. Muhammad Zuhri bersama saudara sepupunya, KH. Muhammad Gozali, dilakukan dengan cara pembinaan umat melalui pengajian.

Semua kegiatan pengajian itu dilakukan dalam suasana yang khidmat. Pembinaan masyarakat yang dilakukan KH. Muhammad Zuhri melalui kelompok pengajian dengan partisipasi santri-santrinya yang berpedoman pada risalah Rasulullah. Metode pengajaran yang dilakukan KH. Muhammad Zuhri ketika mengajar masyarakat Petir secara umum berbeda dengan apa yang dia lakukan kepada para santri yang tinggal di pesantrennya. Jika masyarakat diberikan pembinaan dalam memperaktekkan ibadah sehari-hari dan mengajarkan cara membaca al-Qur’an dan menulis Arab, maka para santri dididik untuk dijadikan kader-kader ulama dalam rangka meneruskan perjuangan KH. Muhammad Zuhri.

4.1 Mendirikan Pesantren
Pada tahun 1920 KH. Muhammad Zuhri mendirikan pondok pesantren Nurul Falah yang masih bergabung dengan Mathla’ul Anwar yang berlokasi di Cigodeg-Petir. Pesantren ini menggunakan metode pembelajaran seperti pesantren salafiyah pada umumnya. Pondok pesantren ini mempelajari kitab-kitab kuning, khususnya yang berkaitan dengan Aqidah, Fiqh, Ushul Fiqh, Akhlak Tasawuf, Tafsir Hadis, Nahwu-Sorof dan sebagainya. Metode pembelajaran yang digunakan di pondok pesantren Nurul Falah adalah sebagai berikut:

  1. Metode Bendungan, yaitu aktifitas belajar mengajar di mana para santri mengikuti pengajian dengan posisi duduk berhadapan di sekeliling kiai yang menerangkan pelajaran, kemudian santri menyimak kitab yang akan di bahas, masing-masing santri mencatat hal yag dianggap penting.
  2. Metode Sorogan, yaitu metode di mana santri berhadapan dengan kiai dengan membawa kitab yang akan dipelajari, kemudian kitab dibaca di depan kiai, jika ada yang salah dalam pembacaannya maka kiai akan membetulkan.
  3. Metode Hapalan, adalah metode menghafal teks atau kalimat tertentu dari kitab yang akan dipelajari para santri. Biasanya dalam menghafal para santri melagukan isi kitab yang akan dihafal untuk mempermudah hafalan dengan baik.
  4. Metode Mudzakaroh, adalah metode di mana santri saling mendiskusikan tentang kitab yang sudah dikaji oleh kiai atau ustad. Metode ini bisa membantu untuk memahami makna dan maksud yang ada dalam kandungan isi kitab tersebut.
  5. Metode Pasaran, adalah metode di mana santri yang sudah menguasai dan memahami kitab biasanya kiai membolehkan untuk mengikutinya atau melancarkan dan menambah pengetahuan dan wawasan, biasanya kegiatan pasaran ini dilaksanakan ketika bulan Ramadhan.


Dengan menggunakan beberapa metode tersebut di atas, banyak alumni Pesantren Nuruf Falah Petir yang meneruskan perjuangan KH. Muhammad Zuhri dengan mendirikan pondok pesantren dengan nama yang sama yakni Nurul Falah.

4.2 Karier
Pengasuh Pesantren Nurul Falah Petir Serang

5. Referensi

Diolah dan dikembangkan dari data-data yang dimuat di situs:
https://repository.uinbanten.ac.id

 

 

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya