Apakah Boleh Bersedakah Tanpa Sepengetahuan Suami? Inilah Jawabannya

 
Apakah Boleh Bersedakah Tanpa Sepengetahuan Suami? Inilah Jawabannya

PERTANYAAN :

Assalamu'alaikum. Ustadz Mau tanya : 

1.Apakah benar ada hadits seperti ini : Dari Aisyah r.a, Rosululloh SAW bersabda,"Apabila seorang istri menafkahkan makanan dari rumahnya (tanpa mengganggu anggaran harian) maka baginya pahala apa yang ia nafkahkan, bagi suaminya juga berpahala karena ia yang bekerja (mencari nafkah), pahala juga bagi orang yang menyimpannya. Dan pahala yang satu tidak mengurangi untuk pahala yang lain. Hadits Muttafaqun 'alaih ?

2.Dari Hadits tersebut, apakah berarti seorang istri boleh bersedekah dengan makanan atau dengan harta milik suaminya, tapi tanpa sepengetahuan si suaminya ? Terimakasih.


JAWABAN :

Wa'alaikumussalaam, benar ada teks hadits yang semakna dengan soal di atas. Dalam shahih Bukhari 12/112 disebutkan :


حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ شَقِيقٍ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَنْفَقَتْ الْمَرْأَةُ مِنْ طَعَامِ بَيْتِهَا غَيْرَ مُفْسِدَةٍ كَانَ لَهَا أَجْرُهَا بِمَا أَنْفَقَتْ وَلِزَوْجِهَا أَجْرُهُ بِمَا كَسَبَ وَلِلْخَازِنِ مِثْلُ ذَلِكَ لَا يَنْقُصُ بَعْضُهُمْ أَجْرَ بَعْضٍ شَيْئًا

Telah menceritakan kepada kami 'Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Jarir dari Manshur dari Syaqiq dari Masruq dari 'Aisyah radliallahu 'anha berkata; RasulullahShallallahu'alaihiwasallam bersabda : " Jika seorang wanita bershadaqah dari makanan yang ada di rumah (suami) nya bukan bermaksud menimbulkan kerusakan maka baginya pahala atas apa yang diinfaqkan dan bagi suaminya pahala atas apayang diusahakannya. Demikian juga bagi seorang penjaga harta benda (akan mendapatkan pahala) dengan tidak dikurangi sedikitpun pahala masing-masing dari mereka."

Dalam shahih Muslim 5/212 juga disebutkan :

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ جَمِيعًا عَنْ جَرِيرٍ قَالَ يَحْيَى أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ شَقِيقٍ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَنْفَقَتْ الْمَرْأَةُ مِنْ طَعَامِ بَيْتِهَا غَيْرَ مُفْسِدَةٍ كَانَ لَهَا أَجْرُهَا بِمَا أَنْفَقَتْ وَلِزَوْجِهَا أَجْرُهُ بِمَا كَسَبَ وَلِلْخَازِنِ مِثْلُ ذَلِكَ لَا يَنْقُصُ بَعْضُهُمْ أَجْرَ بَعْضٍ شَيْئًا  و حَدَّثَنَاه ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا فُضَيْلُ بْنُ عِيَاضٍ عَنْ مَنْصُورٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَقَالَ مِنْ طَعَامِ زَوْجِهَا


Sementara dalam sunan Abu Dawud 5/417 :

حدَّثنا عبدُ الوهَّاب بن نجْدةَ الحَوْطيُّ، حدَّثنا ابنُ عيّاشٍ، عن شُرحبيلَ بن مسلمسمعتُ أبا أُمامة، قال: سمعتُ رسولَ الله يقول: "إنَّ الله عز وجل قد أعطى كلَّ ذي حق حقهُ، فلا وصيةَ لِوارثٍ. لا تُنفِقِ المرأةُ شيئاً مِن بيتها إلاَّ بإذن زوجها" قيل: يا رسولَ الله ولا الطعامَ؟ قال: "ذَلكَ أفضَلُ أموالنا" ثم قال: "العاريَّةُ مؤدَّاةٌ"، والمِنْحَةُ مردُودةٌ، والدَّينُ مَقْضِي، والزَّعِيم غارمٌ


Imam Nawawi menjelaskan dalam syarh Muslim (3/473) sbb :


وَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا بُدّ لِلْعَامِلِ - وَهُوَ الْخَازِن - وَلِلزَّوْجَةِ وَالْمَمْلُوك مِنْ إِذْن الْمَالِك فِي ذَلِكَ ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ إِذْنٌ أَصْلًا فَلَا أَجْر لِأَحَدٍ مِنْ هَؤُلَاءِ الثَّلَاثَة ، بَلْ عَلَيْهِمْ وِزْر بِتَصَرُّفِهِمْ فِي مَال غَيْرهمْ بِغَيْرِ إِذْنه .


Ketahuilah bahwa Bila seorang pekerja yaitu penjaga harta tuannya, istri dan budak ingin menginfakkan harta tuan atau suaminya, ia harus mendapatkan izin dari si pemilik harta atau suami terlebih dahulu. Bila sama sekali tidak ada izinnya maka tidak ada pahala yang didapatkan oleh ketiga golongan tersebut. Bahkan ketiganya berdosa karena menggunakan harta orang lain tanpa seizin pemiliknya. 


وَالْإِذْن ضَرْبَانِ : أَحَدهمَا : الْإِذْن الصَّرِيح فِي النَّفَقَة وَالصَّدَقَة ، وَالثَّانِي : الْإِذْن الْمَفْهُوم مِنْ اِطِّرَاد الْعُرْف وَالْعَادَة كَإِعْطَاءِ السَّائِل كِسْرَة وَنَحْوهَا مِمَّا جَرَتْ الْعَادَة بِهِ وَاطَّرَدَ الْعُرْف فِيهِ ، وَعُلِمَ بِالْعُرْفِ رِضَاء الزَّوْج وَالْمَالِك بِهِ ، فَإِذْنه فِي ذَلِكَ حَاصِل وَإِنْ لَمْ يَتَكَلَّم ،


Yang namanya izin ada duamacam : Pertama: izin yang sharih (jelas) dalam nafkah dan sedekah.Kedua: izin yang dipahami dari kebiasaan, seperti memberi sepotong roti kepada peminta-minta, dan semisalnya dari kebiasaan yang biasa berlangsung. Dan diketahui menurut kebiasaan bahwa suami dan pemilik harta ridha. Dengan begitu diperoleh izinnya walaupun ia tidak mengucapkannya.


وَهَذَا إِذَا عَلِمَ رِضَاهُ لِاطِّرَادِ الْعُرْف وَعَلِمَ أَنَّ نَفْسه كَنُفُوسِ غَالِب النَّاس فِي السَّمَاحَة بِذَلِكَ وَالرِّضَا بِهِ ، فَإِنْ اِضْطَرَبَ الْعُرْف وَشَكَّ فِي رِضَاهُ أَوْ كَانَ شَخْصًا يَشُحّ بِذَلِكَ وَعَلِمَ مِنْ حَاله ذَلِكَ أَوْ شَكَّ فِيهِ لَمْ يَجُزْ لِلْمَرْأَةِ وَغَيْرهَا التَّصَدُّق مِنْ مَاله إِلَّا بِصَرِيحِ إِذْنه .


Hal ini tentunya bila diketahui keridhaannya menurut kebiasaan serta diketahui bahwa jiwanya sebagaimana jiwa kedermawaan dan keridhaan sebagaimana keumuman orang-orang.Bila kebiasaannya tidak tetap dan diragukan keridhaannya atau si pemilik harta suami itu seorang yang pelit, dan itu diketahui atau diragukan dari keadaannya, maka tidak boleh seorang istri dan selainnya menggunakan hartanya (untuk diinfakkan kepada yang membutuhkan) kecuali mendapatkan izin yang sharih (jelas) darinya. Wallaahu A'lam bis showab.


Sumber: Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah