Kisah Hari-Hari Pertama Rasulullah SAW di Madinah

 
Kisah Hari-Hari Pertama Rasulullah SAW di Madinah
Sumber Gambar: sacredfootsteps.org, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam Kitab Nurul Yaqin karya Syaikh Khudori Bik, dikisahkan saat hari-hari pertama hijrah Rasulullah SAW ke Madinah. Ketika beliau sampai di Madinah, gegap gempita mewarnai suasana Madinah. Penduduknya berhamburan ke jalan-jalan, menyambut manusia yang paling mereka cintai.

Mereka membuka lebar-lebar pintu rumahnya, berharap sang manusia mulia itu tinggal di rumahnya.

“Menempatlah di rumah kami, duhai Rasulullah.” Begitu pinta para penduduk Madinah.

“Biarkan unta ini yang memilih, ia telah diberi petunjuk,” jawab Rasulullah SAW. 

Akhirnya, unta yang dinaiki beliau itu berjalan menyusuri kota Madinah, mencari tempat untuk menyinggahkan tuannya.

Rumah demi rumah dilewatinya, sementara setiap mata memandanginya dengan penuh harap, berharap agar sang unta berhenti dan menurunkan tuannya di pelataran rumah. Ada rasa sedih dari bebarapa pemilik rumah saat tahu unta itu melewatinya.

Jalan demi jalan telah di susuri unta itu, sampai akhirnya berhentilah ia di sebuah pelataran. Namun, saat itu Rasulullah SAW belum juga turun dari punggung untanya. Unta itu kemudian berjalan lagi, lalu kembali dan berhenti di tempat semula, seolah memberi tanda di situlah rumah mulia untuk di tempati tuannya.

Pemilik rumah beruntung itu bernama Khalid bin Zaid bin Kulaib r.a, yang masyhur dengan panggilan Abu Ayyub Al-Anshari. Tampak rumah yang dihuninya tidaklah spesial, hanya  satu lantai dengan loteng di atasanya. Tapi rumah itu terpilih menjadi tempat singgah Rasulullah SAW. 

Betapa gembiranya Abu Ayyub saat tahu bahwa rumahnya yang akan ditempati Rasulullah SAW. Ia lalu mengosongkan lotengnya dan menempatkan barang-barang Rasulullah SAW di sana. Namun, Baginda Nabi Muhammad SAW lebih memilih tinggal di lantai bawah, tidak ingin merepotkan pemilik rumah. 

Malam pun tiba, Abu Ayyub dan istrinya naik ke loteng. Saat sang istri hendak menutup pintu kamar, Abu Ayyub bertutur kepadanya, “Celaka ini, bukankah Rasulullah berada di bawah kita. Akankah kita menapakkan kaki, sementara di bawah kita ada seorang Nabi?”

Mereka menuju tempat tidurnya dengan gelisah, mereka berjalan dengan hati-hati agar jangan sampai langkahnya berada tepat di atas Rasulullah SAW. Saat itu malam terasa begitu menggelisahkan bagi sepasang suami istri itu. Sampai pagi, mereka tetap tidak bisa memejamkan mata, gelisah dan tidak enak hati karena berada di ruangan di atas sang nabi.

Saat pagi hari, akhirnya Abu Ayyub menuturkan keresahan hatinya kepada Rasulullah SAW, “Demi Allah, wahai Rasulullah. Semalaman kami tidak bisa tidur.”

“Ada apa?” tanya baginda nabi.

“Semalam kami berada di bagian atas, sementara ada engkau di bawahnya. Jika hamba bergerak tentu saja aka ada debu-debu yang berjatuhan dan menimpamu. Sedangkan aku berada di antara engkau dan wahyu,” terang Abu Ayyub pada baginda nabi.

“Tidak apa-apa, Abu Ayyub. Aku di bawah itu untuk mempermudah para tamu, karena banyaknya orang-orang yang mengunjungiku,” jelas Rasulullah SAW.

Mendengar penjelasan Rasulullah, akhirnya legalah hati Abu Ayyub. Tapi tak disangkan, pada suatu malam kendi air miliknya pecah. Segera saja ia dan istrinya gelagapan mencari kain untuk membersihkan tumpahan airnya. Hingga akhirnya, satu-satunya kain yang ada ia gunakan untuk mengusap-usap air itu agar jangan sampai merembes ke bawah menjatuhi Rasulullah SAW.

Pagi harinya, Abu Ayyub berkata kepada Rasulullah SAW, “Demi ayah dan ibu hamba sebagai tebusanmu, sungguh hamba khawatir berada di atasmu Rasulullah. Hamba tetap merasa bersalah jika engkau masih tinggal di bawah hamba.”

Abu Ayyub lalu menceritakan kejadian semalam. Dan akhirnya Baginda Nabi Muhammad SAW pun memahami kehawatiran sahabat tercintanya itu. Beliau akhirnya bertempat di ruang atas, di rumah Abu Ayyub. Kira-kira sampai tujuh bulan lamanya beliau singgah di rumah sahabat Abu Ayyub Al-Anshari, hingga pembangunan sebuah masjid di Madinah selesai.

Kisah ini sederhana dan tidak panjang, tetapi makna di dalamnya luar biasa. Wujud cinta yang sangat tulus sahabat Abu Ayyub itu menunjukkan bahwa memang hati orang yang saling mencintai itu akan terpaut dan terikat satu sama lain. Terbukti dengan akhirnya pilihan Nabi yang menetap di rumah Abu Ayyub, salah seorang sahabat yang sangat mencintainya. Betapa beruntungnya Abu Ayyub dan betapa tinggi hormatnya kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. Semoga kita sekalian bisa meneladaninya. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 10 Maret 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim