Hukum Pasangan Suami Istri Bersentuhan Setelah Wudhu

 
Hukum Pasangan Suami Istri Bersentuhan Setelah Wudhu
Sumber Gambar: Mikhail Nilov dari Pexels (ilustrasi foto)

Laduni.ID, Jakarta - Hukum bersentuhan dengan istri setelah berwudhu. Apakah membatalkan wudhu?. Pendapat yang populer di kalangan umat Islam khususnya di  Indonesia adalah menyentuh istri membatalkan wudhu jika tanpa penutup atau aling-aling seperti kain, kecuali rambut, gigi, dan kuku.

Pendapat lain menyatakan bahwa menyentuh perempuan baik istri, perempuan ajnabiyyah, atau mahramnya tidak membatalkan wudhu secara mutlak, baik diiringi syahwat maupun tidak. Ini adalah pandangan yang dianut para ulama dari madzhab Hanafi. Sedangkan menurut Imam Malik, sepanjang menyentuhnya tidak diiringi syahwat maka wudhu tidak batal.

( وَلَا يَجِبُ الْوُضُوءُ مِنْ الْقُبْلَةِ ، وَمَسُّ الْمَرْأَةِ بِشَهْوَةٍ ، أَوْ غَيْرِ شَهْوَةٍ ) ، وَهُوَ قَوْلُ عَلِيٍّ وَابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمْ ، وَقَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى يَجِبُ الْوُضُوءُ مِنْ ذَلِكَ ، وَهُوَ قَوْلُ عُمَرَ وَابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا ، وَهُوَ اخْتِلَافٌ مُعْتَبَرٌ فِي الصَّدْرِ الْأَوَّلِ حَتَّى قِيلَ يَنْبَغِي لِمَنْ يَؤُمُّ النَّاسَ أَنْ يَحْتَاطَ فِيهِ ، وَقَالَ مَالِكٌ رَحِمَهُ اللَّهُ إنْ كَانَ عَنْ شَهْوَةٍ يَجِبُ ، وَإِلَّا فَلَا

Artinya, “Tidaklah wajib berwudhu karena mencium istri atau menyentuhnya baik dengan syahwat atau tidak misalnya. Ini adalah pendapat Sayyidina Ali Ra dan Ibnu Abbas Ra. Menurut Imam Syafi’i, wajib wudhu. Ini adalah pendapat Sayyidina Umar Ra dan Ibnu Mas’ud. Persoalan ini dasarnya adalah persoalan yang diperselisihkan pada masa awal sehingga dikatakan sebaiknya bagi orang yang menjadi imam bagi orang lain untuk berhati-hati dalam masalah ini. Sedang menurut Imam Malik, wajib wudhu jika diiringi syahwat, lain halnya jika tanpa syahwat,” (Lihat Syamsuddin As-Sarakhsi, Al-Mabsuth, Beirut, Darul Fikr, cet ke-1, 1421 H/2000 M, juz I, halaman 121).

Dari penjelasan di atas tampak jelas bahwa memang ada pandangan yang menyatakan bahwa menyentuh istri tidak membatalkan wudhu. Namun persoalannya, tidak hanya sampai di sini. Sebab ada pertanyaan lanjutan yang terkait bagaimana hukum dan cara mengikuti pendapat yang menyatakan tidak batal?

Dalam pertanyaan kedua bahwa mayoritas masyarakat muslim Indonesia sebagai penganut madzhab Syafi’i di mana dalam pandangan madzhab tersebut menyentuh istri tanpa penutup adalah membatalkan wudhu.

Sedangkan pendapat yang menyatakan tidak batal adalah madzhab hanafi yang melatarbelakangi munculnya pertanyaan kedua yaitu mengenai hukum dan cara mengikuti atau bertaklid kepada pandangan yang menyatakan bahwa menyentuh istri tanpa penutup tidak membatalkan wudhu.