Biografi Ma'ruf Al-Kharki

 
Biografi Ma'ruf Al-Kharki

Daftar Isi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Wafat

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1       Mengembara Menuntut Ilmu
2.2       Guru-Guru Beliau

3          Penerus Beliau
3.2       Murid-murid Beliau

4          Kisah-kisah
4.1       Ma’ruf Al-Kharkhi, Salah Satu Murid Para Malaikat
4.2       Pertemuan Ma’ruf al-Kharkhi dan Para Pemabuk
4.3       Menyuapi Anjing

5          Untaian Nasehat 

6          Referensi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1       Lahir

Beliau adalah Abu Mahfudz Ma'ruf bin Fairuz Al Karkhi, dinisbatkan pada suatu tempat bernama Karkh di Baghdad. Kedua orangtuanya memeluk nasrani , ketika masih kecil beliau diserahkan kepada seorang pendidiknya yang beragama nasrani, pendidik ini berkata:"Katakanlah Tuhan itu ada tiga," beliau menjawab,"bukan tetapi ia adalah satu,"hingga pendidiknya memukulnya dan beliaupun melarikan diri. Beliau lahir sekitar tahun 750-760 Masehi atau sekitar 130-140 H, beliau merupakan tokoh sufi yang memiliki kezuhudan, setiap orang yang berjumpa dengan dirinya selalu meminta doa serta meminta keberkahan dari dirinya.

1.2       Wafat

 Kewafatan beliau, setidaknya ada tiga pendapat, ada yang berpendapat 200 H, 201 H, dan 204 H, makam beliau berada di Kota Baghdad 

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau

2.1       Mengembara Menuntut Ilmu

Ma'ruf Al-Kharki, yang masih anak-anak itu terus berjalan mencari kebenaran sehingga bertemu dengan Ali bin Musa ar-Ridha, lalu menyatakan dirinya masuk Islam dihadapannya.Beliau hidup dengan Ali bin Musa ar-Ridha dan membantu beliau dalam tempo yang tidak sebentar.

2.2       Guru-Guru Beliau

  1. Ali bin Musa ar-Ridha 
  2. Daud at-Tha'i
  3. Bakar bin Humais dan Farqad as-Sabukhi.

3          Penerus Beliau

3.1      Murid-murid Beliau   

  1. Sari al-Saqathi 
  2. Imam Ahmad bin Hanbal
  3. Imam Ibnu Main

4        Kisah-kisah

4.1    Ma’ruf Al-Kharkhi, Salah Satu Murid Para Malaikat

Di antara riwayat yang sampai kepada kami adalah bahwa, “Ali bin Musa ar-Ridha  mengajarkan agama yang dipeluknya dengan ucapan-ucapan yang tidak disukai kedua orang tuanya. Sehingga si Ibu berkata kepada sang ayah, ‘Anakmu ini masih sangat kecil, tidak pantas berkata-kata demikian. Jalan pikirannya telah dirusak oleh sebagian umat Islam, sebaiknya ia dilarang keluar rumah saja. Keputusan ini lebih baik untuk anak kita.’

Beberapa hari Ma'ruf Al-Kharki disekap dalam kamar rumahnya. Namun sang ayah tidak tega, lalu melepasnya. Akan tetapi Ma'ruf Al-Kharki malah kembali mengunci diri di dalam kamar. Beliau tidak mau keluar sebelum kedua orang tuanya memaksa untuk keluar kamar, sampai-sampai sang ayah bertanya, ‘Mau berapa lama lagi kamu akan mengunci diri dalam kamar?’

Ma’ruf menjawab, ‘Ayah, sebenarnya ketika aku berada di dalam kamar ini, aku mendapatkan seseorang yang mampu memberi pencerahan yang ayah ibuku sangka bahwa dia merusak jalan hidupku dan berdampak buruk pada ayah ibu berdua.’

Ayah Ma’ruf bertanya, ‘Siapa dia?’

Ma’ruf diam, tidak memberi jawaban. Sang Ayah marah kepada si Ibu, ‘Ini gara-gara kamu! Anak kesayanganku jadi gila!’ Sang ayah lalu membawa Ma'ruf Al-Kharki pergi menemui seorang pendeta, untuk menceritakan kejadian tersebut dan agar pendeta bersedia menjampi dan mengobatinya.

Sang pendeta bertanya kepada Ma'ruf Al-Kharki, ‘Siapakah yang dia maksud merusak jalan pikiranmu sehingga berdampak buruk kepada kedua orang tuamu?’

Ma’ruf menjawab, ‘Hati kecilku! Dia senantiasa merenungkan siapa yang telah menciptakan langit dan bumi juga memikirkan mengapa bisa demikian indah!’

Sang pendeta bertanya lagi, ‘Kalau begitu, bagaimana menurut pendapatmu wahai Ma’ruf mengenai renunganmu itu?’

Ma'ruf Al-Kharki menjawab, ‘Menurutku, di sana hanya ada satu Dzat yang mampu mengatur seluruh alam raya ini, tidak boleh ada seorang pun yang menyerupai Dzat itu. Sebab sekiranya ada tentu Ia ingin berbuat seperti yang telah diperbuatnya.’

Pendeta berkata, ‘Kalau demikian, tetaplah kamu di situ, sebentar lagi aku datang menemuimu.’

Kemudian pendeta kembali ke biaranya untuk mengambil tinta dan pena. Ia mengajukan beberapa pertanyaan kepada Ma'ruf Al-Kharki, lalu menulis jawabannya. Selanjutnya pendeta berkata kepada Fairuz (ayah Ma’ruf), ‘Wahai Fairuz, Sekiranya engkau berkata kepadaku bahwa anak ini adalah anakku, tentu aku akan mengatakan bahwa dia adalah salah satu murid para Malaikat.’

Fairuz bersama anaknya pulang dengan perasaan bahagia.

Ma'ruf Al-Kharki berkata, ‘Peristiwa ini kemudian aku ceritakan kepada guruku Ali bin Musa ar-Ridha, beliau pun berkomentar, ‘Memang kamu salah satu murid para Malaikat’.” (Anba’ Nujabail Abna’, hal. 185-187.)

4.2       Pertemuan Ma’ruf al-Karkhi dan Para Pemabuk

Dikisahkan bahwa Imam Ma’ruf al-Karkhi berjalan bersama murid-muridnya di tepian sungai Tigris, dan sekelompok pemuda sedang asyik minum-minum khamr, menabuh rebab (sejenis alat musik), dan menampakkan kefasikan secara terbuka di atas perahu sungai Tigris. Berkata sebagian murid kepada Imam Ma'ruf Al-Kharki: “Wahai guru, berdoalah kepada Allah agar mereka binasa dengan tenggelam, agar kesialan mereka tidak mengenai makhluk lainnya dan kefasikan mereka berhenti (mempengaruhi) orang lain.”

Imam Ma’ruf al-Karkhi berkata: “Angkatlah tangan kalian.” Ketika mereka semua mengangkatnya, Imam Ma'ruf Al-Kharki berdoa: “Tuhanku, sebagaimana Kau senangkan hidup mereka di dunia, maka senangkan juga hidup mereka di akhirat kelak.” Maka murid-muridnya terkejut dengan isi doa Imam Ma’ruf al-Karkhi, dan berkata: “Wahai guru, kami tidak memahami rahasia doa ini.” Imam Ma’ruf al-Karkhi menjawab: “Tunggulah, maka kalian akan memahami rahasia di balik doa tersebut.”

Kemudian, ketika sekelompok pemuda itu melihat Imam Ma’ruf al-Karkhi, seketika mereka menghancurkan rebabnya, membuang khamrnya, menjatuhkan diri menangis, dan menghampiri Imam Ma’ruf al-Karkhi dengan terburu-buru, lalu mereka semua bertobat. Setelah itu, Imam Ma’ruf al-Karkhi berkata (pada murid-muridnya): “Lihatlah peristiwa mengagumkan ini, tujuannya tercapai tanpa harus ada yang ditenggelamkan.” (Imam Fariduddin Attar, Tadzkirah al-Auliyâ’, alih bahasa Arab oleh Muhammad al-Ashiliy al-Wasthani al-Syafi’i [836 H], Damaskus: Darul Maktabi, 2009, hal. 346-347) Kisah di atas harus dihidupi dengan pemahaman menyeluruh, jangan hanya terjebak pada “mungkin” atau “tidak mungkin” pengaruh doa bisa secepat itu.

Keterjebakan semacam itu akan membuat kita terlewat sisi baik kisah tersebut. Kita perlu memahaminya dengan terbuka, membuka pandangan selebar-lebarnya untuk mencerap hikmahnya. Lagi pula, Allah telah berjanji bahwa siapa pun yang berdoa kepadaNya akan dikabulkan, apalagi yang berdoa adalah orang yang saleh lagi berilmu.  Dalam kisah di atas, Imam Ma’ruf al-Karkhi (w. 200 H) menampilkan pengajaran akhlak dalam doanya.

Di saat murid-muridnya memintanya untuk mendoakan keburukan, Imam Ma’ruf al-Karkhi meresponsnya dengan cara yang tidak diharapkan. Beliau berdoa memohon kebaikan bagi para pemabuk itu di dunia dan akhirat. Tentu saja ini tidak dipahami oleh murid-muridnya. Bagaimana mungkin para pendosa bisa bersenang-senang di akhirat? Bukankah hidupnya bergelimang dosa? Begitulah kira-kira yang bergulir di benak mereka.

4.3       Menyuapi Anjing

Di lain kisah, Ma’ruf al-Karkhi pernah menyuapi makan seekor anjing. Kisah ini ada dalam catatan Fariduddin al-Aṭṭar dalam Tazkirat al-Auliyā’, begini kisahnya:

Diceritakan, bahwa Ma’ruf al-Karkhi memiliki paman yang menjadi gubernur di suatu wilayah. Suatu hari pamannya ini berjalan meninjau suatu tempat yang kumuh, tiba-tiba di tempat itu sang paman bertemu Ma’ruf al-Karkhi yang duduk bersebelahan dengan seekor anjing. Ma’ruf al-Karkhi sedang memakan sepotong roti, dan anjing yang ada di sebelahnya disuapi oleh Ma’ruf al-Karkhi dengan sepotong roti yang lain. Melihat peristiwa itu sang paman lantas bertanya.

“Wahai Ma’ruf al-Karkhi, apakah engkau tidak malu makan dengan seekor anjing?” tanya sang paman.

Tanpa menjawab pertanyaan sang paman, Ma’ruf al-Karkhi lalu mendongakkan kepalanya ke langit, beliau melihat seekor burung yang terbang di langit, kemudian Ma’ruf al-Karkhi memanggil burung itu. Burung yang terbang itu lantas menghampiri Ma’ruf al-Karkhi dan mendarat di tangannya. Burung itu lantas menutupi wajahnya sendiri dengan sayapnya seolah malu kepada Ma’ruf al-Karkhi.

“Wahai paman, orang yang malu kepada Allah, makhluk lain pun akan malu kepadanya,” jawab Ma’ruf al-Karkhi.

Mendengar jawaban itu paman Ma’ruf al-Karkhi malu dan terdiam, sang paman takjub pada ponakannya, Ma’ruf al-Karkhi.

5       Untaian Nasehat

  1. Jika Allah menginginkan keburukan bagi seorang hamba, dia akan menutup baginya pintu untuk beramal, dan membukakan baginya pintu perdebatan. 
  2. Jika engkau tidak memperbaiki rasa takutmu engkau akan memakan riba, jika engkau bertemu dengan wanita dan tidak menundukkan pandanganmu darinya, engkau hanya meletakan pedangmu pada pinggangmu.
  3. Barangsiapa yang menyombongkan diri kepada Allah, maka Allah akan mengalahkannya, barangsiapa yang menentangNya maka Allah akan membinasakannya, barangsiapa yang membuat makar terhadap Allah maka Allah akan menipunya (dengan makarnya -red), barangsiapa yang bertawakal kepada Allah maka Allah akan melindunginya, barangsiapa yang bertawadu’ (merendahkan diri) di hadapan Allah maka Ia akan mengangkat (derajat)nya, perkataan seorang hamba yang tidak ada manfaatnya adalah sebuah kehinaan dari Allah. 
  4. Ingatlah jika kapas diletakan di kedua matamu
  5. Orang yang menjelekan pemimpinnya akan jauh dari keadilan.
  6.  Berusahalah ikhlas maka engkau akan ikhlas

6       Referensi

       "Riwayat Hidup Para Wali dan Shalihin"

        Penerbit: Cahaya Ilmu Publisher

 

 

 

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya