Bacaan Bilal Shalat Jumat dan Dasar Hukumnya

 
Bacaan Bilal Shalat Jumat dan Dasar Hukumnya
Sumber Gambar: Foto Istimewa (ilustrasi foto)

Laduni.ID, Jakarta - Salah satu syarat pelaksanaan shalat Jum'at addalah harus di dahului oleh dua khutbah yang disampaikan oleh seorang khatib. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ قَائِمًا ثُمَّ يَجْلِسُ ثُمَّ يَقُومُ فَيَخْطُبُ قَائِمًا

"Rasulullah SAW berkhutbah dengan berdiri kemudian duduk, kemudian berdiri lagi melanjutkan khutbahnya"

Sebelum khatib naik ke atas mimbar untuk menyampaikan khutbah Jum'at, biasanya didahului oleh bacaan tarqiyyah yang dibacakan oleh bilal atau muraqqi. Bacaan tarqiyyah artinya menaikan yaitu sebagai sebuah tanda bahwa khatib naik ke atas mimbar.

Adapun hukum pembacaan taqiyyah menurut pandangan ulama adalah bid'ah hasanah (bid'ah yang sangat baik). Kendati tidak dilaksanakan pada masa Nabi SAW dan tiga khalifah setelah Nabi, namun isi dan kandungan tarqiyyah adalah mengarah kepada hal yang sangat baik.

Baca Juga: Hukum Adzan yang Pertama dalam Shalat Jumat

Syekh Sihabuddin Al-Qulyubu menjelaskan sebagai berikut:

فرع - اتخاذ المرقي المعروف بدعة حسنة لما فيها من الحث على الصلاة عليه صلى الله عليه وسلم بقراءة الآية المكرمة وطلب الإنصات بقراءة الحديث الصحيح الذي كان صلى الله عليه وسلم يقرؤه في خطبه ولم يرد أنه ولا الخلفاء بعده اتخذوا مرقيا

"(Cabangan permasalahan). Mengangkat muraqqi sebagaimana tradisi yang terlaku adalah bid’ah yang baik karena mengandung hal yang positif berupa anjuran membaca shalawat kepada Nabi dengan membaca ayat Al-Qur’an, anjuran diam saat khutbah dengan menyebutkan dalil hadits shahih yang dibaca Nabi dalam beberapa khutbahnya. Tidak ada dalil yang menyebutkan bahwa Nabi dan tiga khalifah setelahnya mengangkat seorang muraqqi". (Syekh Syihabuddin al-Qalyubi, Hasyiyah al-Qalyubi ‘ala al-Mahalli, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2009, juz 1, halaman 419).

Hal serupa diungkapkan oleh Syekh Muhammad bin Ahmad al-Ramli bahwa hukum tarqiyyah adalah bid'ah yang sangat baik. Berikut penjelasan dari Syekh Muhammad bin Ahmad al-Ramli:

فعلم أن هذا بدعة لكنها حسنة ففي قراءة الآية الكريمة تنبيه وترغيب في الإتيان بالصلاة على النبي في هذا اليوم العظيم المطلوب فيه إكثارها وفي قراءة الخبر بعد الأذان وقبل الخطبة ميقظ للمكلف لاجتناب الكلام المحرم أو المكروه في هذا الوقت على اختلاف العلماء فيه وقد كان النبي  يقول هذا الخبر على المنبر في خطبته إهـ

"Maka dapat diketahui bahwa tarqiyyah adalah bid’ah akan tetapi bid’ah yang baik. Dalam pembacaan ayat suci Al-Qur’an (yang berkaitan anjuran membaca shalawat) merupakan sebuah peringatan dan motivasi untuk mebaca shalawat kepada Nabi di hari Jumat ini yang dianjurkan untuk memperbanyak bacaan shalawat. Pembacaan hadits setelah adzan dan sebelum khutbah mengingatkan mukallaf untuk menjauhi perkataan yang diharamkan atau dimakruhkan pada waktu ini (saat khutbah) sesuai dengan ikhtilaf ulama dalam masalah tersebut. Dan sesungguhnya Rasulullah membaca hadis tersebut saat menyampaikan khutbahnya di atas mimbar". (Syekh Muhammad bin Ahmad al-Ramli, Fatawa al-Ramli Hamisy al-Fatawa al-Kubra, juz.1, hal.276, Beirut-Dar al-Fikr, cetakan tahun 1983, tanpa keterangan cetak).

Bahkan menurut pandangan Imam Ibnu Hajar tarqiyah dan tradisi muraqi tidak bisa disebut bid'ah, melainkan hukumnya sunah. Hal ini sebagaimana dikutip oleh Syekh Sulaiman Al-Jamal sebagai berikut:

قال حج وأقول يستدل لذلك أي للسنة بأنه صلى الله عليه وسلم أمر من يستنصت له الناس عند إرادته خطبة منى في حجة الوداع  وهذا شأن المرقى فلا يدخل في حد البدعة أصلا إهـ

"Syekh Ibnu Hajar berkata, saya mengatakan, dalil mengangkat muraqqi dari sunah Nabi adalah bahwa Rasulullah memerintahkan seseorang untuk mengintruksikan manusia untuk diam saat beliau Nabi hendak menyampaikan khutbah Mina di Haji wada’, yang demikian ini adalah ciri khas dari seorang muraqqi, maka tradisi tarqiyyah sama sekali tidak masuk dalam kategori bid’ah". (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal ‘ala Fath al-Wahhab, Beirut, Dar al-Fikr, tanpa tahun, juz 2, halaman 35)

Baca Juga: Membaca Shalawat di Antara Dua Khutbah dengan Suara Keras dan Panjang oleh Bilal

Itulah pandangan dari para ulama tentang status hukum tarqiyyah yang sudah biasa dilakukan oleh mayoritas muslim terutama di Indonesia. Berikut ini adalah susunan dan teks kalimat tarqiyyah yang umum dibacakan terutama oleh warga Nahdlatul Ulama.

Setelah selesai melaksanakan adzan pertama dan shalat sunah qabliyah Jum'at,  bilal berdiri di hadapan jama'ah sambil membawa tongkat kemudian membaca bacaan berikut:

مَعَاشِرَالْمُسْلِمِينَ، وَزُمْرَةَ الْمُؤْمِنِينَ رَحِمَكُمُ اللهِ، رُوِيَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ، قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ، وَاْلإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ (أَنْصِتُوا وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا رَحِمَكُمُ اللهِ ٢×) أَنْصِتُوا وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Setelah bilal selesai membaca kalimat di atas, kemudian khatib maju menerima tongkat dan ketika naik ke atas mimbar, bilal membaca doa shalawat sebagai berikut:

اللَّـٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ٢× ، اللَّـٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَحَبِيبِنَا وَشَفِيعِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَسَلِّمْ وَرَضِيَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَنْ سَادَتِنَا أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ أَجْمَعِينَ

Kemudian setelah khatib berada di atas mimbar, bilal menghadap kiblat dan membaca doa sebagai berikut:

اللَّـٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اللَّـٰهُمَّ قَوِّ اْلإِسْلاَمَ  وَاْلإِيمَانَ، مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، وَانْصُرْهُمْ عَلَى مُعَانِدِيْ الدِّينَ رَبِّ اخْتِمْ لَنَا مِنْكَ بِالْخَيْرِ، يَاخَيْرَ النَّاصِرِينَ، بِرَحْمَتِكَ يآأَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ

Wallahu A'lam

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 13 Maret 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan


Referensi: Dikutip dari berbagai sumber