Oral Seks Munurut Ulama Kontemporer

 
Oral Seks Munurut Ulama Kontemporer

Berangkat dari kaidah umum para ulama klasik, selanjutnya oral seks dibahas juga oleh sejumlah ulama kontemporer:

- Ali Jum'ah, Mufti Mesir:

السؤال  سألني أحدهم عن الحكم الشرعي عن مسألة مص، أو لعق الرجل لفرج المرأة، أو العكس - أجلكم الله - هل هو حرام؟

الجواب  يجوز لكل من الزوجين الاستمتاع من الآخر بكل شئ ما خلا الدبر والحيضة للأحاديث الواردة، انظر ما رواه البخاري (302)، ومسلم (293) وفي الحيض نص قرآني انظر سورة البقرة الآية (222).

"Pertanyaan: Seseorang bertanya kepadaku tentang masalah menghisap, atau menelannya lelaki terhadap alat kelamin wanita atau sebaliknya -semoga Allah mengagungkanmu- apakah hal itu diharamkan?

Jawaban: Diperbolehkan bagi suami-istri untuk mencumbui satu sama lain dengan apapun selain pada dubur serta dalam keadaan haidh, berlandaskan sejumlah hadits, lihatlah riwayat Bukhari no. 302, riwayat Muslim no. 293, dan al-Baqarah ayat 222."

- Said Ramadhan al-Buthi, Mufti Suriah:

ما المحرَّمات في الاستمتاع الجنسي بين الزوجين؟

العلاقات الجنسية واسعة النطاق ، ولم يحرم إلا أمورًا ضيقة ، وفي هذه النظرة التوسعية دعوة لكل من الرجل والمرأة للاكتفاء بالمعاشرة المباحة ، وترك كل علاقة محرمة ،

والمحرم في العلاقة الجنسية بين الزوجين هو الجماع وقت الحيض ، والجماع في الدبر ، وكل استمتاع ثبت ضرره ،لأنه لا ضرر ولا ضرار، وماسوى ذلك فيرجع للعرف وللزوجين على أنه لا يجب إكراه أحد الزوجين للآخر في فعل شيء

إن الحقَّ المتبادل بين الزوجين ليس خصوص (الجماع) بل عموم ما سمّاه القرآن (الاستمتاع)، وهذا يعني أن لكلٍّ من الزوجين أن يذهب في الاستمتاع بزوجه المذهب الذي يريد، من جماع وغيره.ولا يستثنى من ذلك إلا ثلاثة أمور:

1ـ الجماع أيام الطَّمث..

2ـ الجماع في الدبر، أي الإيلاج في الشرج..

3ـ المداعبات التي ثبت أنها تضرُّ أحد الزوجين أو كليهما، بشهادة أصحاب الاختصاص أي الأطباء.

أما ما وراء هذه الأمور الثلاثة المحرَّمة، فباقٍ على أصل الإباحة الشرعية...

"Apakah yang diharamkan dari percumbuan seksual di antara suami-istri ?

Hubungan seksual luas untuk dibicarakan. Tidak diharamkan kecuali pada beberapa hal saja. Dan dalam bahasan yang luas ini terkandung ajakan bagi suami-istri untuk mencukupkan diri pada pergaulan yang mubah serta meninggalkan hubungan yang diharamkan. Yang diharamkan dari hubungan seksual antara suami-istri yaitu bersetubuh di saat haidh, bersetubuh pada dubur, serta setiap percumbuan yang menimbulkan dampak buruk, sebab ada kaidah 'la dharara wa la dhirar'. Selain yang telah disebutkan maka dikembalikan hukumnya pada 'urf dan suami-istri, mempertimbangkan bahwa tidak diwajibkan untuk memaksa pasangannya melakukan hal itu."

"Sesungguhnyalah, hak bersama antara suami-istri tidak sebatas pada konteks bersetubuh melainkan terlaku umum pada apa yang dibahasakan al-Qur'an dengan itimta' (percumbuan). Begitulah, yakni tiap suami-istri berhak memilih percumbuan dengan pasangannya dengan pilihan apapun yang ia kehendaki. Dalam konteks persetubuhan ataupun lainnya. Tidak ada pengecualian dalam hal ini selain pada tiga perkara:

  1.  Bersetubuh saat haidh.
  2.  Bersetubuh pada dubur, yakni penetrasi pada anus.
  3.  Aktivitas percumbuan yang menimbulkan dampak buruk bagi salah satu atau keduanya, lewat persaksian pakar di bidangnya (dokter).

Sedangkan selain tiga hal yang diharamkan tersebut maka statusnya tetap pada hukum asal kebolehan syariat."


Sumber: Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah