Khilafah Bukan Solusi, Ingat Itu!

 
Khilafah Bukan Solusi, Ingat Itu!

LADUNI.ID, Jakarta - Simpatisan eks HTI kerap mendengungkan khilafah sebagai solusi ummat. Termasuk kaitannya saat ini dengan anjloknya rupiah, melambungnya harga barang / jasa serta tragedi New Zealand pun dibawa-bawa untuk membangkitkan ghirah dan heroisme Muslim awam agar mau bergabung dalam kelompok mereka.

“Simpatisan eks HTI memang lucu-lucu. Rupiah anjlok, mereka bilang solusinya Khilafah. Apa mereka sangka di masa khilafah zaman 'old' itu tidak ada krisis ekonomi?!

Apa di masa khilafah semuanya makmur?!

Mimpi!

Sebuah realita terkait fakta sejarah Khilafah Islam dimasa lalu, tidak semuanya baik.

Rakyat menderita pada masa Khalifah ke 22 Abbasiyah, Al-Mustakfi. Tidak ada makanan yang bisa mereka peroleh. Rakyat bertahan hidup dengan memakan apa saja, dari mulai rumput, sisa sampah, sampai anjing dan kucing liar. Harga roti dikabarkan enam kali lebih mahal. Bahkan sejumlah perempuan terpaksa menjadi kanibal memakan daging dan tubuh mayat. Kondisi darurat !! Bukan lagi sekadar krisis mata uang. Mau ente sekarang makan bangkai begituan ?!

Jauh sebelumnya, Khalifah ke 13 Abbasiyah al-Mu’tazz sukses bikin negara bangkrut. Untuk bayar gaji pasukan dia tidak sanggup, maka dia minta ibunya keluarin duit. Namun ibunya menolak dengan alasan tidak punya uang. Imam Suyuthi dlm kitabnya meragukan jawaban ibunya Khalifah ini. Ada laporan bahwa ibunya memang enggan mengeluarkan 50 ribu dinar hasil korupsinya. Kegagalan al-Mu’tazz memenuhi permintaan militer ini fatal. Ini membuat semua fraksi militer (Turki, Faraghinah dan Magharibah) bersatu dan sepakat menyingkirkan Khalifah yang sudah bangkrut ini.

Pasukan menyerbu masuk dan menyeret Khalifah al-Mu’tazz keluar istana. Sambil mereka memukuli Khalifah yang saat itu masih berusia sekitar 24 tahun. Baju Khalifah koyak di sana-sini dan darah terlihat di bajunya. Sang Khalifah dijemur di panas terik mentari. Tragis bukan ?!

Al-Mu’tazz kemudian dipaksa untuk menulis surat pegunduran dirinya. Dia tidak sanggup menuliskannya. Lantas surat dituliskan dan dia dipaksa menandatanganinya. Setelah itu dia dimasukkan ke dalam kamar tanpa diberi makan dan minum selama tiga hari. Akhirnya al-Mu’tazz wafat.

Selain itu, Ini daftar nasib tragis para khalifah Abbasiyah: Khalifah ke-18 al-Muqtadir (dipenggal kepalanya), Khalifah ke-19 al-Qahir (dicongkel matanya), Khalifah ke-20 ar-Radhi (wafat sakit), Khalifah ke-21 al-Muttaqi (dicongkel matanya), Khalifah ke-22 al-Mustakfi (dicongkel matanya)

Ini sebuah fakta menyedihkan yang terjadi di masa Khilafah. Jadi, ya biasa-biasa saja, dalam rentang waktu yang panjang ada kalanya kekhilafahan mendatangkan kemakmuran seperti di masa Khalifah Harun ar-Rasyid tapi ada juga periode dimana kemelaratan dan kemiskinan melanda kekhilafahan. Ini membuktikan bahwa baik Khilafah, Kerajaan, ke-Amir-an, Republik ataupun berbangsa bernegara itu sama saja.

Masalahnya, eks HTI itu menyembunyikan fakta krisis dan kebangkrutan yg dialami khilafah zaman 'old', lantas menyerang Demokrasi dan Pemerintah RI seolah-olah Khilafah itu satu-satunya Solusi untuk Rupiah yang sedang anjlok dan harga barangnya/jasa yang mahal. Justru, Khilafah zaman 'old' dulu pernah lebih parah lagi.

Modusnya eks HTI: menyerang kondisi sekarang dengan kisah kejayaan Khilafah masa silam. Ketika ditunjukkan fakta sejarah bahwa Khilafah pun dulu juga bermasalah. Mereka menyembunyikan fakta sejarah dan 'ngeles' bahwa sejarah tidak bisa jadi sumber hukum. Lha terus kenapa ente duluan ngutip sejarah masa lalu ?! Kalau sudah jelas sejarah tidak bisa jadi sumber hukum.

Masih juga berkoar-koar dengan "Khilafah harus ditegakkan karena itu ajaran Islam". Baiklah, kalau begitu kenapa kalian (HTI) tidak gabung saja dengan kelompok pengusung Khilafah lainnya ( 1515, al Nusro, al Qaeda, Ikhwanul Muslimin, dsb ). Padahal kalian sama-sama berbendera Tauhid, sama-sama Muslim, sama-sama mengklaim sebagai Ahlulsunnah wal Jama'ah, sama-sama mengklaim memiliki pemahaman Islam yang Kaffah dan sama-sama memperjuangkan Khilafah ajaran Islam. Kira-kira apa jawaban mereka ya ?!

Tabik.


Artikel ini ditulis oleh Prof. Nadirsyah Hosen, LLM, MA (Hons), Ph.D