Hukum Anak Kecil Menjadi Imam Shalat

 
Hukum Anak Kecil Menjadi Imam Shalat
Sumber Gambar: Foto Dok. Sanadmedia (ilustrasi foto)

Laduni.ID, Jakarta - Pelaksanaan shalat berjama'ah merupakan ibadah yang dianjurkan karena nilai keutamaannya dan pahala yang lebih tinggi daripada shalat secara sendiri. Dalam pelaksanaan shalat berjama'ah syaratnya harus ada seorang imam dan makmum walaupun makmumnya hanya satu orang, maka pahala shalat berjama'ah yaitu 27 derajat sudah didapatkan. Meskipun dalam ketentuannya shalat berjama'ah yang jumlah makmumnya lebih banyak dipandang lebih utama daripada shalat berjama'ah yang jumlah makmumnya sedikit.

Imam adalah orang yang akan memimpin shalat sehingga sah atau tidak shalatnya jama'ah tergantung kepada imamnya, karena makmum memiliki kewajiban mengikuti seluruh gerakan imam dari awal hingga selesai shalat. Maka untuk menentukan orang untuk menjadi imam terdapat syarat yang harus terpenuhi. Selain harus memenuhi syarat-syarat sah shalat, seorang imam juga harus memenuhi syarat seperti orang yang lebih alim dalam hal agamanya, memahami secara baik dan benar tentang rukun-rukun shalat, bacaan dan hafalan Al-Qur'annya lebih baik dan sempurna, dan sebagainya.

Baca Juga: Hukum Bermakmum Shalat kepada Golongan Khawarij

Lalu bagaimana jika dalam pelaksanaan shalat berjama'ah orang yang menjadi imam adalah seorang anak kecil dan makmumnya adalah orang yang sudah dewasa? Sah atau tidak pelaksanaan shalatnya?

Secara hukum kewajiban shalat hanya diwajibkan kepada setiap muslim yang sudah baligh, namun bukan berarti shalatnya orang yang belum baligh tidak sah. Dalam pengelompokan usia, kita mengenal istilah baligh dan tamyiz yang mana kedua istilah tersebut memiliki perbedaan. Dalam kitab Safinatun Najah dijelaskan bahwa orang yang sudah baligh memiliki tiga tanda yaitu telah sempurna berumur lima belas tahun bagi anak laki-laki dan perempuan, keluarnya sperma setelah berumur sembilan tahun bagi anak laki-laki dan perempuan, dan menstruasi atau haid setelah berumur sembilan tahun bagi anak perempuan.

تمام خمس عشرة سنة في الذكر والأنثى والاحتلام في الذكر والأنثى لتسع سنين والحيض في الأنثى لتسع سنين

"Ketiga tanda baligh tersebut adalah sempurnanya umur lima belas tahun bagi anak laki-laki dan perempuan, keluarnya sperma setelah berumur sembilan tahun bagi anak laki-laki dan perempuan, dan menstruasi atau haid setelah berumur sembilan tahun bagi anak perempuan"

Adapun batasan seorang anak sudah mencapai usia tamyiz atau disebut mumayiz adalah adalah apabila ia telah mampu makan, minum, dan beristinja’ secara mandiri. Pada umumnya seorang anak sudah dinytakan mumayi pada usia 7 tahun.

Tentang anak kecil yang menjadi imam shalat berjama'ah bagi orang yang sudah baligh, hal ini pernah terjadi di masa Rasulullah SAW saat itu seorang sahabat yaitu 'Amr bin Salamah yang berusia enam tahun pernah menjadi imam pengikutnya. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhari berikut:

 كان عمرو بن سلمة يؤم قومه على عهد رسول الله ﷺ وهو ابن ست أو سبع سنين

"Amr bin Salamah mengimami kaumnya di masa Rasulullah SAW, sedangkan dia masih berumur sekitar enam atau tujuh tahun"

Dari hadis di atas, para ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa sah shalatnya orang yang sudah baligh ketika makmum pada anak kecil yang sudah tamyiz (dapat membedakan hal baik dan buruk) dan mengerti tentang syarat-syarat dan rukun shalat, meskipun jama'ah seperti demikian dihukumi makruh, sebab mau bagaimanapun yang lebih utama adalah orang yang sudah baligh yang seharusnya menjadi imam, bukan anak kecil. Selain itu, hukum makruh ini didasari karena menurut tiga mazhab yang lain selain Imam Syafi’i, bermakmum pada anak kecil pada shalat fardlu dihukumi tidak sah.

Baca Juga: Hukum Menepuk Pundak Imam oleh Orang yang Akan Bermakmum

Dalam kitab Fathul Bari, Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-'Asqalani menjelaskan sebagai berikut:

إِلَى صِحَّة إِمَامَة الصَّبِيّ ذَهَبَ الْحَسَن الْبَصْرِيّ وَالشَّافِعِيّ وَإِسْحَاق , وَكَرِهَهَا مَالِك وَالثَّوْرَيْ , وَعَنْ أَبِي حَنِيفَة وَأَحْمَد رِوَايَتَانِ ، وَالْمَشْهُور عَنْهُمَا الْإِجْزَاء فِي النَّوَافِل دُونَ الْفَرَائِض

"Tentang keabsahan anak kecil (mumayiz) yang menjadi imam merupakan pendapat Hasan Al-Bashri, As-Syafi'i, dan Ishaq. Sementara Imam Malik dan Ats-Tsauri melarangnya. Sementara ada dua riwayat keterangan dari Abu Hanifah dan Imam Ahmad. Pendapat yang masyhur dari dua ulama ini (Abu Hanifah dan Imam Ahmad), anak kecil sah jadi imam untuk shalat sunah dan bukan shalat wajib"

Dalam pandangan ulama Syafi'iyyah keabsahan shalat berjama'ah yang diimami oleh anak kecil ini berlaku dalam semua shalat, baik shalat fardhu maupun shalat sunah kecuali ada shalat Jum'at. Meskipun anak kecil yang menjadi imam sudah termasuk dalam hitungan 40 orang yang mengesahkan pelaksanaan shalat Jum'at, dalam hal ini anak kecil dilarang menjadi imam shalat Jum'at. Hal ini dijelaskan dalam kitab Al-Fiqh ala Madzahib Al-Arba’ah karya Syekh Abdurrahman Al-Jaziri sebagai berikut:

الشافعية قالوا : يجوز اقتداء البالغ بالصبي المميز في الفرض إلا في الجمعة فيشترط أن يكون بالغا إذا كان الإمام من ضمن العدد الذي لا يصح إلا به فإن كان زائدا عنهم صح أن يكون صبيا مميزا

"Ulama Syafi'iyah berpendapat: Orang yang sudah baligh diperbolehkan bermakmum pada anak kecil yang sudah tamyiz dalam shalat fardlu, kecuali dalam permasalahan shalat Jum’at. Maka dalam mengimami shalat Jum’at ini disyaratkan sudah baligh ketika ia termasuk dalam hitungan 40 orang yang mana shalat jum’at menjadi tidak sah tanpa bilangan ini. Ketika jumlah mereka (orang yang melaksanakan shalat Jum’at) lebih dari 40 maka boleh anak kecil yang telah tamyiz menjadi imam mereka"

Kesimulannya adalah anak kecil yang sudah tamyiz dan belum baligh menjadi imam shalat orang yang sudah baligh hukumnya adalah sah dan shalat berjama'ahnya juga sah namun makruh.

Wallahu A'lam

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 23 Juli 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan


Referensi:
1. Kitab Safinatun Najah
2. Kitab Fathul Bari
3. Kitab Al-Fiqh ala Madzahib Al-Arba’ah