Hukum Konsumsi Lebah

 
Hukum Konsumsi Lebah

LADUNI.ID, Jakarta - Indonesia menrupakan negara kepulauan yang benyak suku, bahasa dan budaya, Indonesia juga terkenal dengan makanan khas dari yang lazom dikonsumsi sampai yang tidak lazim menurut sebagian orang, diantaranya adalah makanan yang berasal dari tawon (lebah) ini. Bothok tawon, ini menjadi makanan yang di gemari oleh sebagian masyarakat, bahan baku dari makanan ini adalah “Tolo” (anak tawon) yang masih tersimpan di sarangnya, sebelum di masak biasanya di panaskan terlebih dahulu hingga lumer baru kemudian di beri bumbu dimasak.

Namun bagaimanakah Islam memandang perkara ini? Halalkah kuliner tersebut menurut kacamata syariat?
Mengenai hukum mengonsumsi lebah dewasa, Imam Ibnu Rusyd dalam kitab Bidâyatul Mujtahid (Kairo: Dar al-Hadits, 2004), juz III, hal. 20, menyebutkan:

وَحَكَى أَبُو حَامِدٍ عَنِ الشَّافِعِيِّ أَنَّهُ يُحَرِّمُ لَحْمَ الْحَيَوَانِ الْمَنْهِيِّ عَنْ قَتْلِهِ، قَالَ: كَ… وَالنَّحْلِ

“Imam Abu Hamid (al-Ghazali) dari madzhab Syafi’i menceritakan bahwasanya diharamkan memakan daging hewan yang dilarang dibunuh, ia berkata: seperti … lebah.”

Ini juga terkait dengan hadits:

حدثنا عبد الرزاق أخبرنا معمر عن الزهري عن عبيد الله بن عبد الله بن عتبة عن ابن عباس قال: نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن قتل أربع من الدواب النملة والنحلة والهدهد والصرد.

“Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq, telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar; dari Az-Zuhriy, dari ‘Ubaidullah bin ‘Abdillah bin ‘Utbah, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata: “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang membunuh empat macam hewan: semut, lebah, burung hudhud, dan burung shurad.” (Hadits ini shahih diriwayatkan oleh Ahmad 1/332).

Sedangkan untuk masalah mengonsumsi enthung lebah, Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitab Sullamunnajat (Surabaya: Al-Hidayah, tt), hal. 7, menjelaskan:

فرع - ما كانت فى بيت العسل أخياف فابتـداؤها بيض النحـل ثم صارت دودا مع الروح ثم ماتت ثم صارت نحلا تطير فهى فى الطور الأول حلال وفى الطور الذى بعـده حرام كما قـرره بعضـهم

”{Cabangan Masalah} ِApa yang terdapat di dalam sarang lebah, maka awalnya ia adalah telur, kemudian menjadi ulat, kemudian mati dan menjadi lebah yang bias terbang. Pada bentuknya yang awal ia halal, dan pada bentuk yang selanjutnya ia haram sebagaimana telah ditetapkan oleh sebagian ulama.”

Namun demikian, halalnya enthung lebah tersebut adalah jika susah dipisahkan dari madu dan tidak dimakan sendirian, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ahmad Salamah al-Qulyubi dalam Hasyiyah al-Qulyubi (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), juz IV, hal. 241:

وكذا الدود المتولدمن طعام كخل وفاكهة إذا أكل معه ميتا يحل في الأصح لعسر تمييزه بخلاف أكله منفردا

“Demikian pula dengan ulat yang lahir dari makanan seperti cuka atau buah-buahan, jika ia dimakan berbarengan dengan makanan tersebut dalam kondisi mati, maka hukumnya halal menurut qaul ashah karena sulit untuk membedakannya, berbeda hukumnya jika dimakan terpisah.”

Dari ta’bir-ta’bir yang ada bisa disimpulkan bahwasanya haram hukumnya memakan lebah yang sudah dewasa, sedangkan memakan enthung lebah hukumnya halal jika termakan bersamaan dengan memakan madu atau sarang madu, dan jika dimakan terpisah maka hukumnya haram.