Pemerhati Budaya Ini Ceritakan tentang Labuhan Kraton Yogyakarta
LADUNI.ID, Jakarta - HY Aji Wulantara SH., M.hum., Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Kabupaten Sleman, mengatakan setiap tahun Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat menggelar upacara Labuhan. Pada tahun 2019 ini yang akan dilaksanakan pada Sabtu 6 April 2019.
“Labuhan berasal dari kata labuh yang artinya membuang, meletakkan, atau menghanyutkan. Maksud dari labuhan ini adalah sebagai doa dan pengharapan untuk membuang segala macam sifat buruk,” terang Aji Wulantara.
Selain itu, pemerhati budaya Jawa ini juga menambahkan, pada ritual ini Keraton Ngayogyakarta melabuh benda-benda tertentu (ubarampe labuhan). Uborampe labuhan yang akan dilabuh di tempat-tempat tertentu (petilasan) beberapa diantaranya merupakan benda-benda milik Sultan yang lagi bertahta.
Pada jaman Sri Sultan Hamengku Buwono IX bertahta, lanjutnya, Hajad Dalem Labuhan diselenggarakan untuk peringatan hari ulang tahun Sultan (Wiyosan Dalem) berdasarkan kalender Jawa. Sedangkan pada masa kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Bawono ke X saat ini, Hajad Dalem Labuhan dikembalikan untuk memperingati Jumenengan Dalem (kenaikan tahta). Kini setiap tahun, Upacara Labuhan digelar satu hari setelah puncak acara Jumenengan Dalem& (29 Rejeb) sehingga jatuh pada tanggal 30 Rejeb. Untuk tahun ini genap 30 tahun Jumenangan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwana ke X.
Adapun petilasannya, tempat tersebut memiliki arti khusus bagi Keraton hingga perlu dirawat. Sedangkan caranya tergantung dari lokasi upacara Labuhan itu sendiri. Labuhan di Pantai Parangkusumo misalnya, di pantai tersebut, pelaksanaan upacara labuhan dilakukan dengan cara melemparkan ubarampe atau barang yang di labuh ke laut yang kemudian jadi rebutan para peserta yang pengin ngalap berkah.
Hal itu sangat berbeda saat di mana upacara labuhan dilaksanakan di gunung Lawu, dimana pelaksanakan, uborampe labuhan diserahterimakan kepada Juru kunci gunung Lawu yang berada di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Sementara itu khusus di petilasan Dlepih, tepatnya di Kahyangan, kecamatan Tirtomoyo, Wonogiri hanya di gunakan saat penyelenggarakan Labuhan Ageng (besar) yang jatuh sewindu (delapan tahun) sekali yang bertepatan pada tahun Dal. Di tempat ini, upacara dilakukan dengan meletakkan semua ubarampe labuhan di atas “sela gilang” atau meja yang terbuat dari batu.
“Untuk tahun ini merupakan labuhan alit jadi tidak ada agenda labuhan di Dlepih,” tutur Aji Wulantara.
Hal yang tidak jauh berbeda adalah labuhan di Gunung Merapi, biasanya ubarampe labuhan diinapkan satu malam di tempat Juru Kunci sebelum esok harinya di bawa naik ke tempat upacara labuhan. Yakni di lereng Gunung Merapi sisi tengah atau dalam bahasa Jawa-nya disebut Kendit (Srimanganti).
Ditempat ini ubarampe labuhan disebutkan jenisnya dan diperlihatkan satu persatu di depan peserta labuhan. Namun tidak diperebutkan bagi khalayak, dikarenakan jauh hari sebelumnya sudah ada yang memesan ubarampe labuhan tersebut. Biasanya untuk keperluan atau kepentingan tertentu bagi yang yakin atau mempercayai khasiatnya.
Sementara itu, ubarampe yang akan di labuhan Gunung Merapi Sabtu (6/4/19) yaitu sinjang Limar, sinjang Cangkring, semekan Gadhung, semekan Gadhung Mlathi, dhestar Daramuluk, paningset Udaraga, kambil Wathangan, sela, ratus, lisah konyoh, yatra Tindhih, ses Wangen.
Kunjungi Juga
- Pasarkan Produk Anda dengan Membuka Toko di Marketplace Laduni.ID
- Profil Pesantren Terlengkap
- Cari Info Sekolah Islam?
- Mau Berdonasi ke Lembaga Non Formal?
- Siap Berangkat Ziarah? Simak Kumpulan Info Lokasi Ziarah ini
- Mencari Profil Ulama Panutan Anda?
- Kumpulan Tuntunan Ibadah Terlengkap
- Simak Artikel Keagamaan dan Artikel Umum Lainnya
- Ingin Mempelajari Nahdlatul Ulama? Silakan
- Pahami Islam Nusantara
- Kisah-kisah Hikmah Terbaik
- Lebih Bersemangat dengan Membaca Artikel Motivasi
- Simak Konsultasi Psikologi dan Keluarga
- Simak Kabar Santri Goes to Papua
Memuat Komentar ...