Membangun Harapan untuk Hidup yang Lebih Baik

 
Membangun Harapan untuk Hidup yang Lebih Baik
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Yogyakarta - Harapan merupakan salah satu karakter penting dalam kehidupan yang dijalani oleh setiap orang. Rasanya, tiada orang hidup yang tanpa harapan.

Harapan yang biasa sering muncul adalah hidup bahagia di dunia dan akhirat. Dan ketika sudah menginjak dewasa lalu menua, harapan yang semakin menguat adalah untuk hidup bahagia di akhirat.

Walau kadang masih dijumpai, ada orang yang tidak terucap harapan hidupnya, tetapi secara implisit mereka pasti punya harapan, sekecil apapun itu. Memang, pada praktiknya sangat banyak orang yang tidak peduli dengan harapan hidup yang besar.

Harapan atau "raja’" dalam konteks kehidupan ini tentu memiliki nilai penting. Sebab, harapan dapat mengurangi rasa tak berdaya, mendorong kebahagiaan, memperbaiki kesehatan, memperbaiki pernapasan, mengurangi stres, memperbaiki hubungan antar pribadi, memotivasi perilaku positif, dan memperbaiki kualitas hidup kita.

Orang yang penuh harapan biasanya mampu mengatasi persoalan-persoalannya di waktu yang sangat sulit dengan sikap positif. Jika kita dalam konidisi kesulitan dan tidak ada harapan, maka hidup kita bisa kosong. Bahkan, jika ada harapan pun, tetapi jika harapan tidak bermakna, maka kehidupan kita menjadi hambar dan tidak menarik sama sekali. Bisa jadi kelak justru akan terjebak pada pesifisme atau berputus asa, yang tentunya hal itu sangat dilarang oleh agama.

Setiap orang harus memiliki harapan. Harapan itu biasanya terkait dengan kesuksesan studi dan karier yang terkait dengan hidup di masa depan. Harapan inilah yang membuat semangat belajar, bekerja dan melakukan suatu kebaikan. Supaya harapan terwujud, maka harapan harus diturunkan ke level yang lebih rendah, sehingga feasable untuk bisa dicapai dan diwujudkan. Alternatifnya memang bisa saja begitu.

Sebaliknya, harapan yang dirumuskan seseorang secara tidak realistis, tidak feasable dan tidak sesuai dengan kondisi intenal dan eksternal, maka, boleh jadi harapan itu justru akan membebani. Harapan yang ideal adalah harapan yang memiliki fungsi meng-encourage, membuat bersemangat berbuat, bukan sebaliknya justru men-discourage.

Dewasa ini, di era terbuka dan kompetitif, jika anak-anak dibiasakan dengan target-target yang realistis, maka, mereka akan tertuntun aktivitasnya dengan penuh semangat. Sehingga, mereka juga dapat memperbaiki perilaku dan kualitas hidupnya untuk menggapai yang diharapkannya itu.

Demikian pula berlaku bagi kita semua, umat manusia pada umumnya. Tentu yang memiliki harapan hidup bahagia di dunia dan akhirat, tidaklah sekadar mencanangkan harapan. Harapan itu wajib dibangun dan diwujudkan dengan memperbanyak berbuat kebaikan dan menjauhkan diri dari perbuatan merusak. Berbuat merusak bisa berupa sifat verbal atau non verbal, yang berakibat pada kerusakan kehidupan sekitar atau menjadikan lingkungan tidak kondusif mendukung produktivitas kita.

Kualitas harapan hidup kita sangat ditentukan oleh kesucian dan kebersihan hati kita. Begitu juga, harapan yang baik sangat terkait dengan orientasi dan falsafat hidup kita. Karena itu, menjadi kebutuhan kita untuk memformulasikan dengan baik harapan hidup kita, dengan landasan yang benar. Sehingga, harapan hidup tidak hanya bermanfaat bagi kita, melainkan juga bagi pihak lain. Dan kita juga harus committed untuk menjaga harapan kita yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi pihak lain.

Kita sangat menyadari bahwa setiap kita yang hidup niscaya mempunyai harapan. Tidak ada yang boleh hopeless. Mungkin harapan besar dalam hidup kita terkadang terkendala atau hancur oleh realitas yang kita hadapi. Namun, untuk tetap bisa eksis dan survive, kita harus bangkit dan membangun harapan baru. Begitulah seterusnya, dan harapan harus tetap ada untuk menjadi energi kita dalam menjalani kehidupan ini dengan sebaik-baiknya. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 07 April 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Prof. Rochmat Wahab (Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, Anggota Mustasyar PWNU DIY, Pengurus ICMI Pusat)

Editor: Hakim