Penjelasan tentang Hadis Man Rakiba Fihaa Najaa

 
Penjelasan tentang Hadis Man Rakiba Fihaa Najaa

PERTANYAAN :

Assalmualaikum wr wb. Tolong apa arti dan maksud hadits ini ? "...Man rakiba fihaa najaa..". 

 

JAWABAN :

Wa'alaikum salam wr wb. Hadits yang dimaksud adalah :

(حديث مرفوع) حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْفَرَجِ , نا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ , نا الْحُسَيْنُ بْنُ أَبِي جَعْفَرٍ , قَالَ : نا أَبُو الصَّهْبَاءِ , عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ , عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ , قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ : " مَثَلُ أَهْلِ بَيْتِي كَمَثَلِ سَفِينَةِ نُوحٍ , مَنْ رَكِبَ فِيهَا نَجَا , وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرِقَ " .

Dari sahabat Ibnu Abbas ra. ia berkata: bahwa Rasul Saw. Bersabda : “ Perumpamaan atau kedudukan Ahlul Bait-ku itu seperti kapalnya Nabi Nuh, barangsiapa yang naik di dalamnya, ia akan selamat, dan barangsiapa yang enggan dan terlambat, ia akan celaka.

Peran keluarga Nabi saw. dalam melestarikan dan menyebarkan ajaran Islam sangat besar. Utamanya pada masa ketika umat Islam sedang dalam keadaan kritis. Tiga pengalaman di masa lalu menunjukkan kontribusi mereka dalam pelestarian agamaini.

1.Pertama, pasca kudeta Mu’awiah, muncul tiga faksi besar di kalangan umat Islam: faksi Umawi, faksi Ali, dan faksi Khawarij. Perebutan kekuasaan yang melelahkan mereda ketika al-Hasan bin Ali menyerahkan klaim kekhalifahannya kepada Mu’awiah.

2.Kedua, pada abad ketiga dan keempat hijriah, ketika kekuasaan keluarga Abbasiah mulai melemah, aksi-aksi kudetaoleh penguasa pinggiran begitu marak. Pemberontakan kaum Zanji berkulit hitam,kelompok Qaramitah dan lainnya telah meminta tumbal ribuan orang Kufah, Basrah,Baghdad dan kota-kota lain di wilayah utara. Kelaparan, pengungsian, kematian,dan perang, sudah tidak dapat lagi dikontrol. Begitu sulitnya memperoleh makanan membuat banyak orang meninggalkan majlis-majlis ilmu, masjid-masjid,perpustakaan-perpustakaan. Sebelum akhirnya pulih pada abad kelima dan keenam hijriah, keluarga nabi saw. menyelamatkan diri menuju Hadhramaut, Yaman.Membawa serta kekayaan mereka untuk berjuang di tempat yang jauh dari pusat kekuasaan.

3.Ketiga, pada abad kesebelas hijriah, ketika bangsa Barat mulai melakukan ekspedisi-ekspedisi ke seluruh dunia, menguasai kerajaan-kerajaan keluarga Muslim, dan di negeri sendiri mereka mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, di sisi lain,kerajaan-kerajaan Muslim mulai melemah dan tidak sanggup mengirim ekspedisi dakwah, keluarga nabi saw. mengambil alih tugas dakwah itu melalui jaringan sufinya. Keluarga ini menyebar dari pusatnya di Hadhramaut, menuju kota-kota disepanjang pantai samudera Hindia. Dari Afrika Timur, India, Aceh, Malaka,Palembang, Banjar, Batavia, Pekalongan, Gresik, Surabaya dan kepulauan timur Nusantara.

Tiga pengalaman pada masa yang berbeda itu menjadi pelajaran penting akan peran kaum sayid dalam melestarikan dan menyebarkan ajaran Islam. Beberapa orang peneliti sering menyebut mereka pedagang yang sambil lalu menyebarkan agamanya. Konversi melalui praktik perdagangan dan kadang-kadang melalui jalur politik, yang tentu saja konotasinya adalah tidak murni melaksanakan perintah agama, merupakan penafsiran yang digunakan untuk menjatuhkan kehormatan keluarga ini. Beberapa oknum keluarga sayid memang melakukan kesalahan. Namun sangat tidak tepat bila harus digeneralisir kepada seluruh praktik keagamaan mereka. Keluarga ini bagaimanapun, seperti keluarga-keluarga Muslim lainnya, memiliki tingkat keberagamaan yang bertingkat-tingkat. Lapisan ulama dalam keluarga inilah yang paling berjasa dalam menjalankan tugas-tugas keagamaan itu. Bukan sekadar para padagangnya.

Berdasarkan paparan di atas, keluarga nabi berjasa besar menjadi sekoci penyelamat spiritualitas masyarakat Muslim. Ia seperti bahtera Nuh yang menyelamatkan kaum beriman. Orang-orang yang percaya akan mengikuti, menaiki, lalu mereka selamat.Orang-orang yang tidak mempercayai akan mengingkari, menjauh dan pada akhirnya tenggelam dalam kehampaan. Guruagung kaum tarekat, al-Habib Luthfi bin Yahya, Hafizhahullah, selalu mengingatkan akan peran penting dan tanggung jawab ini untuk para keluarga Nabi saw. Seraya mengutip sabda baginda Nabi saw., beliau menyatakan, ahli baitika safinati nuh, man rakibaha naja wa man takhallafa ‘anha gharaqa(Keluargaku seperti bahtera Nuh. Siapa saja yang menaiki, akan selamat. Siapayang meninggalkannya akan tenggelam).

Menarik sekali melihat penafsiran Guru Agung tersebut. Bahwa mereka yang mengaku keturunan Nabi saw. harus mawas diri dan sadar akan tanggung jawab dalam menyelamatkan umat. Upaya penyelamatan didasarkan pada penyelamatan kesadaran rohani yang meliputi kesadaran akan Tuhan dan kepercayaan yang dilapisi kecintaan yang tinggi kepada utusan-Nya, Muhammad saw. Artikel ini akan membahas hadis ‘Bahtera Nuh’ tersebut untuk mengetahui keberadaannya dari segi kualitas (tingkat kesahihan) dan pemahamannya. Bagaimanakah kualitas hadis‘ Bahtera Nuh’? Apakah ia benar-benar dari Nabi saw? Apa yang dikehendaki Nabi saw. dengan ‘Bahtera Nuh’? Bagaimana penafsiran para ulama terhadap hadis tersebut? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang penulis jawab dalam tulisan ini. Tulisan ini dibagi dalam empat  bagian;pengantar, takhrij, syarh al-hadis dan penutup.

Takhrij Hadis: ‘Bahtera Nuh’Dicantumkan dalam Kutubul Hadis al-Mu’tabarah  

Hadis ini memiliki sanad lengkap dalam beberapa kitab hadis mu’tabar. Seperti(1) al-Mu’jam al-Kabir, (2) al-Mu’jam al-Ausath dan (3) al-Mu’jamal-Shaghir karya al-Thabarani, (4) al-Mushannaf karya Ibnu AbiSyaibah, (5) Hilyat al-Auliya wa Thabaqat al-Ashfiya karya Abu Nu’aimal-Ashfihani, (6) al-Musnad karya al-Bazzar, (7) al-Mustadrakkarya al-Hakim, (8) al-Musnad karya al-Syihab, (9) Akhbar Makkah karyaal-Fakihi, dan (10) Amtsal al-Hadis karya Abu al-Syaikh al-Ashfihani.

Perawi tingkat sahabatnya terdiri dari empat orang. Yaitu Ali bin Abi Thalib, AbuDzarr al-Ghiffari, Ibnu ‘Abbas dan Abu Sa’id al-Khudri. Empat sahabat besar inidikenal sebagai tokoh sahabat ahlul ilmi wal akhlaq. Ali bin Abi Thalin dikenal sebagai babul ‘ilmi (gerbang pengetahuan). Ibnu ‘Abbas merupakan penafsir ulung generasi sahabat. Abu Dzar dan Abu Sa’id dikenal sebagai periwayat wasiat-wasiat rohani Nabi saw.

Hadis ini diriwayatkan melalui banyak jalur periwayatan sebelum pada akhirnya sampai ke tangan para penyusun kitab hadis pada abad kedua, ketiga dan keempat hijriah. Kita yang mengenal hadis ini, harus berterima kasih kepada para penyusun kitab tersebut atas jasa mereka tersebut. Cara kita berterima kasih dapat dilakukan dengan cara mengkaji hasil temuan mereka.

Al-Haitsami,penyusun kitab Majma’ al-Zawa’id menjelaskan bahwa sebagian sanad hadis tersebut bermasalah karena ditemukan perawi dengan kualitas kurang baik. Dalams anad al-Bazzar dari Abu Dzar terdapat perawi bernama al-Hasan bin Abi Ja’faral-Jufri. Sedangkan dalam sanad al-Thabarani dari sahabat Abu Dzar terdapat nama Abdullah bin Dahir. Kedua perawi ini dinilai matruk oleh ahlihadis. Dengan demikian, dua sanad yang berujung pada Abu Dzar dha’if dengan kualifikasi matruk. Sedangkan riwayat al-Bazzar dan al-Thabarani dariIbnu Abbas, dalam jalur ini terdapat orang yang bernama Al-Hasan bin AbiJa’far, yang berkualitas matruk. Al-Haitsam menyebutkan hadis Bahtera Nuh juga diriwayatkan oleh Abdullah bin al-Zubair. Menurut al-Haitsami, riwayat tersebut terdapat dalam kitab al-Musnad karya al-Bazzar. Dalam sanad ini terdapat perawi bernama Ibnu Lahi’ah yang dikenal layyin (lemah hafalan). Al-Haitsami juga menemukan bahwa hadis bahtera nuh diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri oleh al-Thabarani dalam kitab al-Mu’jam al-Shaghir danal-Mu’jam al-Ausath. Menurutnya, terdapat sejumlah perawi yang tidak dia kenal(majhul).[1]  Matruk merupakan sebutan untuk perawi yang diduga melakukan kebohongan (muttaham bil kadzib). Seseorang dianggap terduga bohong bila, dia meriwayatkan hadis tersebut secara sendiri antanpa disertai dukungan dari jalur lain. Di samping bahwa pengertian yang terkandung dalam hadis dinilai janggal (mukhalif lil qawa’id al-ma’lumah).Atau bisa jadi, seorang perawi diketahui memiliki kebiasaan tidak jujur dalam ucapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sekalipun dia tidak pernah diketahui secara pasti memalsukan hadis. Perawi dengan kriteria semacam itu dalam tradisi ilmu hadis disebut matruk. Sanad yang di dalamnya terdapat perawi matruk maka ia menjadi dha’if. Tingkat dha’if-nya bisa dibilang parah karena matruk merupakan jenis hadis paling dha’if setelah mau’dhu’(palsu).[2]

Namun sebagian ulama menilai kualitas hadis tersebut memenuhi kriteria kesahihan terbaik yang pernah ada dalam sejarah ilmu hadis. Yaitu kriteria Imam Muslim (shahih‘ala syarth muslim). Hal ini seperti dinyatakan Abu Abdillah al-Hakimal-Naisaburi. Kesahihan hadis bahtera Nuh ini diungkapkan al-Hakim setelah mengkaji sanad hadis tersebut yang bersumber dari Abu Dzarr.[3]Sayangnya, Al-Hakim tidak memasukkan riwayat Ali bin Abi Thablib, Ibnu Abbas,Abu Sa’id atau Abdullah bin al-Zubair. Ada dua kemungkinan. Pertama, sanad hadis yang berasal dari keempat tokoh ini tidak valid. Karenanya, beliau tidak memasukkannya ke dalam al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain. Kedua,beliau tidak memiliki sanad tersebut. Sekalipun kemungkinan ini kecil melihat kapasitas beliau, perjalanannya berburu hadis serta jaringan keguruan dan pertemanan yang luas. Kecil kemungkinan beliau tidak mengetahui jalur lain tersebut. Artinya, riwayat Abu Dzar merupakan satu-satunya sanad yang shahih.

Kesimpulanal-Hakim ini ditolak oleh al-Dzahabi. Bahwa dalam sanad dari Abu Dzar terdapat rawi yang bernama Mufaddhal bin Shalih. Kualitas rawi ini wahin alias lemah. Pernyataan al-Dzahabi ini memiliki dasar dalam pernyataan al-Bukhari, al-Tirmidzidan Ibnu Hiban. Al-Bukhari menyebut Mufaddhal bin Shalih dengan munkar al-hadis,al-Tirmidzi memberi gelar laisa bi dzaka al-hafizh (bukan seorang hafiz),dan Ibnu Hibban yarwi al-maqlubat ‘an al-tsiqat hatta yattahimuhu al-qalb (meriwayatkan hadis-hadis maqlub dari perawi-perawi tsiqah hingga dia dituduh sengaja membalik-balik teks hadis).[4]Intinya, sanad yang dikatakan al-Hakim shahih, ternyata mengandung masalah. Masalah atau cacat yang kelihatan setelah sebuah sanad dihukumi shahih disebut dengan ‘illat. Dengan demikian, hadis ini tergolong mu’allalatau ma’lul. Hadis mu’allal termasuk hadis dha’if. Kesimpulan ini seperti diungkapkan oleh al-Suyuthi dalam kitab al-Jami’ al-Shaghir min Hadisal-Basyir al-Nadzir.[5]

Bisa disimpulkan baha hadis bahtera Nuh, menurut perspektif ilmu hadis tergolong hadis dha’if.

Syarh al-Hadis: Anjuran Mencintai Keluarga Nabi

Ada sekitar 400 buah hadis yang berbicara tentang keutamaan ahli bait (fadha’ilahli bait al-nabi). Hal ini seperti dikumpulkan oleh al-Muttaqi al-Hindi dalam kitab Kanz al-‘Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al. Melihat begitu banyak riwayat tentang keutamaan ahli bait ini, para ulama memahami bahwa ahli bait merupakan keluarga yang harus dihormati. Artinya, sekalipun sanadnya lemah namun pengertiannya masih bisa diterima. Lebih-lebih, hadis bahtera Nuh initujuan utama (maghza)-nya adalah anjuran mencintai keluarga Nabi. Dengan demikian ia termasuk perbuatan yang mulia (fadha’il a’mal). Pandangan umum ahli hadis menyatakan, hadis daif boleh digunakan dalam fadhai’l a’amal.Di sini, ada beberapa hal yang perlu dibahas menganai hadis bahtera Nuh.

1.Pertama, tentang maksud ahlibait. Siapakah ahli bait dalam hadis ini. Al-Munawi dalam kitab Faidhal-Qadir fi Syarh al-Jami’ al-Shaghir mengatakan ahli bait dalam hadis iniadalah Fatimah, Ali, al-Hasan, al-Husain, dan keturunan keduanya yang ahliagama (ahl al-‘adl wa al-diyanah). Dari sini, al-Munawi menekankan bahwa yang dimaksud ahli bait adalah golongan ulamanya. Bukan keseluruhan orang yang punya hubungan nasab dengan Nabi saw.[6]

2.Kedua, berkaitan dengan metafor bahtera Nuh. Di masa lalu, bahtera Nuh merupakan penyelamat umat manusia dari banjir bandang yang menghancurkan seluruh dunia. Dengan menaiki bahtera tersebut, umat manusia dapat diselamatkan. Berpegang kepada ahli bait seperti menaiki bahtera Nuh. Akan menyelamatkan pelakunya. Ahli bait merupakan wasilah keselamatan untuk umat Islam. Cara berpegang kepada ahli bait, menurutal-Munawi, berarti mencintai mereka, menghormati mereka, mematuhi petunjuk ulama mereka. Sebaliknya, membenci mereka dapat membuat orang kufur nikmat karena berarti melupakan kakek buyut mereka yang telah berjasa mengenalkan Islam dan mendorong agar umatnya mencintai diri dan keluarganya. Kufur nikmat ini bisa berujung pada penelantaran perintah-perintahnya. Dan yang paling mengerikan adalah, orang semacam itu dapat terjerumus ke dalam kezaliman yang berlarut-larut.[7]  

Dalam bagian penutup ini, penulis akan menyuguhkan ringkasan sebagai berikut:

1.Pertama, hadis bahtera Nuh ini diriwayatkan oleh kitab-kitab hadis terkemuka dengan banyak jalur periwayatan. Diantaranya adalah Mu’jam Kabir, Mu’jam Ausath, Mu’jam Shaghir karyaal-Thabarani dan al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain karya al-Hakim.

2.Kedua, kualitas hadis bahtera Nuh ini lemah. al-Hakim yang menilai salah jalur sanad hadis tersebut dari AbuDzar sahih, dibantah oleh al-Dzahabi. Kesimpulan al-Dzahabi ini didukung oleh pernyataan ulama terdahulu seperti al-Bukhari, al-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban. Ulama setelahnya yang mendukung kedhaifan hadis bahtera Nuh adalah al-Suyuthi.

3.Ketiga, sekalipun daif, hadis bahtera Nuh dapat digunakan sebagai dasar amalan sunnah (fadha’il a’mal).Mencintai keluarga Nabi saw. merupakan anjuran agama dan berpahala.

4.Keempat, maksud ahli bait disini adalah para ulama yang memiliki garis keturunan kepada Kanjeng Nabi saw.bukan keseluruhan mereka yang punya nasab kepada beliau. Sekalipun demikian, menghormati mereka sebagai sesama muslim tetap dianjurkan dan merupakan bagian dar ipelaksanaan ajaran agama.

5.Kelima, perjalanan sejarah konflik umat Islam menunjukkan bahwa dalam masa-masa krisis para ulama-habaib telah berhasil menunjukkan posisi mereka sebagai bahtera Nuh yang menyelamatkan ilmu pengetahuan dan ajaran Islam. Namun demikian, sejarah juga mengajarkan mencintai keluarga Nabi saw. perlu dilakukan secara proporsional agar tidak terjebak dalam perilaku berlebihan (ekstrim). Karena, Nabi saw. menyatakan habbib habibaka haunan ma (cintailah kekasihmu dengan tidak berlebihan).

Daftar Riwayat Hadis-Hadis Keluarga Nabi Bahtera Nuh :

المعجم الأوسط للطبراني (12/ 126، بترقيم الشاملة آليا)

5548 - حدثنا محمد بن أحمد بن أبي خيثمة قال : نا أحمد بن محمد بن سوادة الكوفي قال : نا عمرو بن عبد الغفار الفقيمي ، عن الحسن بن عمرو الفقيمي ، عن أبي إسحاق ، عن حنش بن المعتمر ، عن أبي ذر قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : « أهل بيتي فيكم كسفينة نوح عليه السلام في قومه ، من دخلها نجا ، ومن تخلف عنها هلك » « لم يرو هذا الحديث عن الحسن بن عمرو الفقيمي إلا عمرو بن عبد الغفار »

المصنف لإبن أبي شيبه (9/ 28)

حدثنا معاوية بن هشام قال ثنا عمار عن الاعمش عن المنهال عن عبد الله بن الحارث عن علي قال : إنما مثلنا في هذه الامة كسفينة نوح وكتاب حطة في بني إسرائيل

حلية الأولياء وطبقات الأصفياء (4/ 306)

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ جَعْفَرٍ، قَالَ: ثنا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: ثنا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: ثنا الْحَسَنُ بْنُ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ أَبِي الصَّهْبَاءِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَثَلُ أَهْلِ بَيْتِي مَثَلُ سَفِينَةِ نُوحٍ، مَنْ رَكِبَهَا نَجَا، وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرِقَ». غَرِيبٌ مِنْ حَدِيثِ سَعِيدٍ، لَمْ نَكْتُبْهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ

إتحاف الخيرة المهرة (7/ 229)

6729- وعن أبي الطفيل : أنه رأى أبا ذر ، رضي الله عنه ، قائمًا على الباب وهو ينادي : يا أيها الناس تعرفوني ؟ من عرفني فقد عرفني ومن لم يعرفني فأنا جندب صاحب رسول الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم وأنا أبو ذر الغفاري سمعت رسول الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم يقول : إن مثل أهل بيتي فيكم مثل سفينة نوح من ركب فيها نجا ومن تخلف عنها غرق وإن مثل أهل بيتي فيكم مثل باب حطة. رواه أبو يَعْلَى والبزار بإسناد ضعيف.

المعجم الأوسط (4/ 9)

3478 - حدثنا الحسين بن أحمد بن منصور { بن } سجادة قال نا عبد الله بن [ ص 10 ] داهر الرازي قال نا عبد الله بن عبد القدوس عن الأعمش عن ابي إسحاق عن حنش بن المعتمر قال رأيت أبا ذر الغفاري أخذ بعضادتي باب الكعبة وهو يقول من عرفني فقد عرفني ومن لم يعرفني فأنا أبو ذر الغفاري سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم { قال } مثل اهل بيتي فيكم كمثل سفينة نوح في قوم نوح من ركبها نجا ومن تخلف عنها هلك ومثل باب حطة في بني اسرائيل : لم يروه عن الأعمش الا عبد الله بن عبد القدوس

المعجم الأوسط (5/ 354)

5536 - حدثنا محمد بن عثمان بن ابي شيبة قال حدثنا علي بن حكيم الاودي قال حدثنا عمرو بن ثابت عن سماك بن حرب عن حنش بن المعتمر قال رايت ابا ذر وهو آخذ بحلقة الكعبة وهو يقول انا ابو ذر الغفاري [ ص 355 ] من لم يعرفني فانا جندب الغفاري سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول مثل اهل بيتي مثل سفينة نوح من ركبها نجا ومن تخلف عنها غرق

المعجم الصغير - الطبراني (1/ 240)

391 - حدثنا الحسين بن أحمد بن منصور سجادة البغدادي حدثنا عبد الله بن داهر الرازي حدثنا عبد الله بن عبد القدوس عن الأعمش عن أبي إسحاق عن حنش بن المعتمر أنه سمع أبا ذر الغفاري يقول سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : مثل أهل بيتي فيكم كمثل سفينة نوح من ركبها نجا ومن تخلف عنها هلك ومثل باب حطة بني إسرائيل لم يروه عن الأعمش إلا عبد الله بن عبد القدوس

المعجم الصغير - الطبراني (2/ 84)

825 - حدثنا محمد بن عبد العزيز بن ربيعة الكلابي أبو مليل الكوفي حدثنا أبي حدثنا عبد الرحمن بن أبي حماد المقرئ عن أبي سلمة الصائغ عن عطية عن أبي سعيد الخدري : سمعت رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم يقول إنما مثل أهل بيتي فيكم كمثل سفينة نوح من ركبها نجا ومن تخلف عنها غرق وإنما مثل أهل بيتي فيكم مثل باب حطة في بني إسرائيل من دخله غفر له لم يروه عن أبي سلمة إلا بن أبي حماد تفرد به عبد العزيز بن محمد

المعجم الكبير (3/ 45)

2636 - حدثنا علي بن عبد العزيز ثنا مسلم بن إبراهيم ثنا الحسن بن أبي جعفر ثنا علي بن زيد بن جدعان عن سعيد بن المسيب : عن أبي ذر رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : مثل أهل بيتي مثل سفينة نوح من ركب فيها نجا ومن تخلف عنها غرق ومن قاتلنا في آخر الزمان فكأنما قاتل مع الدجال

المعجم الكبير (3/ 45)

2637 - حدثنا الحسين بن أحمد بن منصور سجادة ثنا عبد الله بن داهر الرازي ثنا عبد الله بن عبد القدوس عن الأعمش عن أبي إسحاق : عن حنش بن المعتمر قال : رأيت أبا ذر أخذ بعضادتي باب الكعبة وهو يقول : من عرفني فقد عرفني ومن لم يعرفني فأنا أبو ذرالغفاري سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : مثل أهل بيتي فيكم كمثل سفينة نوح في قوم نوح من ركبها نجا ومن تخلف عنها هلك ومثل

المستدرك 405 (2/ 343)

3312- أَخْبَرَنَا مَيْمُونُ بْنُ إِسْحَاقَ الْهَاشِمِيُّ ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْجَبَّارِ ، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ بُكَيْرٍ ، حَدَّثَنَا الْمُفَضَّلُ بْنُ صَالِحٍ ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ ، عَنْ حَنَشٍ الْكِنَانِيِّ ، قَالَ : سَمِعْتُ أَبَا ذَرٍّ ، يَقُولُ : وَهُوَ آخِذٌ بِبَابِ الْكَعْبَةِ : أَيُّهَا النَّاسُ ، مَنْ عَرَفَنِي فَأَنَا مَنْ عَرَفْتُمْ ، وَمَنْ أَنْكَرَنِي فَأَنَا أَبُو ذَرٍّ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : مَثَلُ أَهْلِ بَيْتِي مَثَلُ سَفِينَةِ نُوحٍ مَنْ رَكِبَهَا نَجَا ، وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرِقَ. هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ وَلَمْ يُخْرِجَاهُ.

المستدرك 405 (3/ 150)

4720- أَخْبَرَنِي أَحْمَدُ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ حَمْدَانَ الزَّاهِدُ ، بِبَغْدَادَ ، حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْقَرَاطِيسِيُّ ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الأَحْمَسِيُّ ، حَدَّثَنَا مُفَضَّلُ بْنُ صَالِحٍ ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ ، عَنْ حَنَشٍ الْكِنَانِيِّ قَالَ : سَمِعْتُ أَبَا ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ : وَهُوَ آخِذٌ بِبَابِ الْكَعْبَةِ مَنْ عَرَفَنِي فَأَنَا مَنْ عَرَفَنِي ، وَمَنْ أَنْكَرَنِي فَأَنَا أَبُو ذَرٍّ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : أَلاَ إِنَّ مَثَلَ أَهْلِ بَيْتِي فِيكُمْ مَثَلُ سَفِينَةِ نُوحٍ مِنْ قَوْمِهِ ، مَنْ رَكِبَهَا نَجَا ، وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرِقَ.

مسند الشهاب (2/ 273)

1342 - أخبرنا عبد الرحمن بن أبي العباس المالكي أبنا أحمد بن إبراهيم بن جامع ثنا علي بن عبد العزيز ثنا مسلم بن إبراهيم ثنا الحسن بن أبي جعفر عن أبي الصهباء عن سعيد بن جبير عن بن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : مثل أهل بيتي مثل سفينة نوح من ركب فيها نجا ومن تخلف عنها غرق

مسند الشهاب (2/ 274)

1345 - أنا محمد بن الحسين النيسابوري أنا القاضي أبو طاهر نا محمد بن عثمان هو بن أبي سويد نا مسلم بن إبراهيم نا الحسن بن أبي جعفر عن علي بن زيد عن سعيد بن المسيب عن أبي ذر قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : إن أهل بيتي مثل سفينة نوح من ركب فيها نجا ومن تخلف عنها غرق

مجمع الزوائد للهيثمي (19/ 354)

وعن أبى ذر قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مثل أهل بيتى كمثل سفينة نوح من ركب فيها نجا ومن تخلف عنها غرق ومن قاتلنا في آخر الزمان كمن قاتل مع الدجال . رواه البزار والطبراني في الثلاثة وفى اسناد البزار الحسن بن أبى جعفر الجفري وفى اسناد الطبراني عبدالله بن داهر وهما متروكان . وعن ابن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مثل أهل بيتى مثل سفينة نوح من ركب فيها نجا ومن تخلف عنها غرق . رواه البزار والطبراني وفيه الحسن بن أبى جعفر وهو متروك . وعن عبدالله بن الزبير أن النبي صلى الله عليه وسلم قال مثل أهل بيتى مثل سفينة نوح من ركبها سلم ومن تركها غرق . رواه البزار وفيه ابن لهيعة وهو لين . وعن أبى سعيد الخدرى قال سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول انما مثل أهل بيتي فيكم كمثل سفينة نوح من ركبها نجا ومن تخلف عنها غرق وإنما مثل أهل بيتى فيكم مثل باب حطة في بنى اسرائيل من دخله غفر له . رواه الطبراني في الصغير والاوسط وفيه جماعة لم أعرفهم

أخبار مكة للفاكهي (3/ 134)

ذكر خطبه ابي ذر جندب بن جناده الغفاري رضي الله عنه بمكه وقيامه بها حدثنا اسماعيل بن محمد الاحمسي بالكوفه وحدي قال ثنا مفضل بن صالح الاسدي عن ابي اسحاق عن حنش الكناني قال رايت ابا ذر رضي الله عنه آخذا بباب الكعبه وهو يقول يا ايها الناس من عرفني فانا من عرفتم ومن انكرني فانا ابو ذر سمعت رسول الله صلي الله عليه وسلم يقول مثل اهل بيتي فيكم مثل سفينه نوح من ركبها نجا ومن تخلف عنها هلك وزاد غيره في هذا الحديث ان ابا ذر رضي الله عنه اسند ظهره الي الكعبه فقال يا ايها الناس هلم الي اخ ناصح شفيق قال فاكتنفه الناس ثم قال ارايتم لو ان احدكم اراد سفرا اليس كان ياخذ من الزاد ما يصلحه السفر سفر الآخره فتزودوا ما يصلحكم فقام اليه رجل من اهل الكوفه فقال وما الذي يصلحنا قال احجج حجه لعظائم الامور وصم يوما شديدا حره للنشور وصل ركعتين في سواد الليل لظلمه القبور وكلمه خير تقولها وكلمه شر تسكت عنها وصدقه منك

أمثال الحديث لأبي الشيخ الاصبهاني (ص: 138)

299 أَخْبَرَنَا أَبُو يَعْلَى ، ثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ أَبَانَ ، ثَنَا عَبْدُ الْكَرِيمِ بْنُ هِلَالٍ الْقُرَشِيُّ ، قَالَ : أَخْبَرَنِي أَسْلَمُ الْمَكِّيُّ ، ثَنَا أَبُو الطُّفَيْلِ ، أَنَّهُ رَأَى أَبَا ذَرٍّ قَائِمًا عَلَى هَذَا الْبَابِ وَهُوَ يُنَادِي ، أَلَا مَنْ عَرَفَنِي فَقَدْ عَرَفَنِي ، وَمَنْ لَمْ يَعْرِفْنِي فَأَنَا جُنْدُبٌ ، أَلَا وَأَنَا أَبُو ذَرٍّ ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : " مَثَلُ أَهْلِ بَيْتِي مَثَلُ سَفِينَةِ نُوحٍ ، مَنْ رَكِبَ فِيهَا نَجَا وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرِقَ "

[1] Al-aitsami, Majma’al-Zawa’id, 19/354

[2] Mahmud Thahhan, TaisirMustalah al-Hadis, 74

[3] Al-Hakim, al-Mustadrak‘ala al-Shahihain, 2/343

[4] Al-Dzahabi,Tarikh al-Islam, 4/1215

[5] Al-Suyuthi,al-Jami’ al-Shaghir min Hadis al-Basyir al-Nadzir, 1/208

[6] Al-Munawi,Faidh al-Qadir fi Syarh al-Jami’ al-Shaghir, 2/519, 5/517

[7] Al-Munawi,Faidh al-Qadir fi Syarh al-Jami’ al-Shaghir, 2/519, 5/517

Sumber : Keluarga Nabi, Bahtera Keselamatan (Anjuran Mencintai Ahli Bait dalam Hadis Nabi.)

Wallohu a'lam.
Sumber: Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah