Tafsir Kerinduan (Seri 4)

 
Tafsir Kerinduan (Seri 4)

LADUNI.ID - Dari kitab ini kita akan mengetahui bahwa semua kata dalam puisi-puisinya itu adalah kiasan-kiasan, metafora-metafora, simbol-simbol dan rumus-rumus yang mengandung makna-makna mistis dan sarat dengan embusan-embusan spiritualitas ketuhanan yang menukik dan melampaui. Kata “Dzât natsr wa Nizhâm”, misalnya, merupakan ungkapan tentang Wujud Mutlak dan Sang Pemilik (Pengatur) alam semesta. Kata “mimbar” dimaknai sebagai “martabat-martabat” atau tangga-tangga di dalam alam semesta, alam kosmos, metafisika, atau “mimbar alam semesta”. Demikian juga kata “Bayân” yang dimaknai “maqam risalah” (tempat/posisi kenabian). Ungkapan-ungkapan Ibn Arabi selalu memperlihatkan dualisme makna: lahir dan batin, tubuh dan ruh, Ketuhanan dan makrokosmos, teologis dan kosmologis, fisika dan metafisika. Ibn Arabi mengatakan bahwa semua puisi ini berkaitan dengan kebenaran-kebenaran ilahi dalam berbagai bentuknya, seperti tema-tema cinta, eulogi, nama-nama dan sifat-sifat perempuan, nama-nama sungai, tempat-tempat dan bintang-bintang.

Adalah menarik untuk menjelaskan kalimat “Anâ dhidduhâ” (aku lawannya) pada syair di atas. Ibn Arabi mengatakan, “Jika Anda mengetahui keadaan-keadaan kami berdua, niscaya Anda mengerti satu tempat (maqâm) yang tidak dapat dipahami akal pikiran. Ia adalah penyatuan sifat kasar (al-qahr) dan kelembutan (al-luthf). Ini mengingatkan kita pada ucapan Abu Sa’id al-Jazar, ‘Dengan cara apakah engkau mengetahui Tuhan?’ Jawabnya adalah dengan penyatuan dua hal yang berlawanan. Ini memang amat sulit untuk dipahami oleh akal, nalar.’” Ya, ini pengalaman spritualitas yang menghanyutkan, sangat ruhaniah dan irrasional. Mungkinkah bahwa ini juga adalah gagasan Ibn Arabi tentang penyatuan Yin dan Yang atau maskulinitas dan feminitas pada satu sisi, dan tentang “Ittihâd” atau “Hulûl” pada sisi yang lain?