Tetesan Air Mata Rasulullah SAW Saat Mendengar Cerita Sahabatnya

 
Tetesan Air Mata Rasulullah SAW Saat Mendengar Cerita Sahabatnya

LADUNI.ID, Jakarta - Sebagaimana diketahui, sahabat ialah orang-orang yang mengenal dan melihat langsung Rasulullah SAW dan membantu perjuangannya serta meninggal dalam keadaan Muslim. Mereka dikenal dengan orang yang saleh serta taat kepada Allah SWT, sehingga kisah-kisah kehidupan mereka juga menjadi contoh serta motifasi bagi kita semua.

Pada masa itu, terdapat salah seorang sahabat yang bernama Abu Dujanah. Setiap selesai menjalankan ibadah shalat subuh berjamaah yang diimami oleh Rasulullah SAW, Abu Dujanah selalu terburu-buru pulang tanpa menunggu pembacaan doa yang dipanjatkan Rasulullah SAW. Sehingga pada suatu kesempatan, Rasulullah SAW mencoba memintanya untuk menjelaskan tentang sikap terburu-buru yang dilakukannya selama ini.

Wahai Abu Dujanah, apakah kamu ini tidak memiliki permintaan yang perlu kamu sampaikan kepada Allah SWT, sehingga kamu tidak pernah menungguku selesai berdoa. mengapa dirimu terburu-buru pulang kerumah ? Tanya Rasulullah SAW.

Abu Dujanah menjawab, Begini Ya Rasulullah, saya punya satu alasan. Apa alasanmu? Coba Diceritakan, Kata Rasulullah SAW.

Abu Dujanah pun memulai menceritakannya. Rumah kami berdampingan persis dengan rumah seorang laki-laki. Di atas pekarangan rumah milik tetangga kami ini, terdapat satu pohon kurma menjulang, dahannya menjuntai ke rumah kami. Setiap kali ada angin bertiup di malam hari, kurma-kurma tersebut saling berjatuhan, kehalaman rumah kami.

Ya Rasuluullah, kami ini keluarga yang miskin. Anakku sering kelaparan, mereka kekurangan makanan. Saat anak-anak kami bangun, apa pun yang didapat, mereka makan. Oleh karena itu, setelah selesai shalat, kami terpaksa bergegas  pulang sebelum anak-anak kami tersebut terbangun dari tidurnya. Sehingga kami pun bisa mengumpulkan kurma-kurma milik tetangga kami tersebut yang berceceran di halaman rumah untuk kami hantarkan kembali kepemiliknya.

Satu saat, kami agak terlambat pulang. Ternyata ada anakku yang sudah terlanjur makan kurma hasil temuan. Mata kepala saya sendiri menyaksikan, tampak ia sedang mengunyah kurma basah di dalam mulutnya. Ia habis memungut kurma yang telah jatuh di halaman rumah kami semalam.

Melihat hal tersebut, kami langsung memasukkan jari-jari tangan kami kemulut anak kami untuk mengeluarkan apa pun yang sedang dikunyah. Kami katakan,"Nak, janganlah kau permalukan ayahmu ini di akhirat kelak." Anakku pun langsung menangis, kedua pasang kelopak matanya mengalirkan air karena sangat kelaparan.

Wahai Rasululullah SAW, kami katakan kembali kepada anakku itu, " Hingga nyawamu lepas pun, aku tidak akan rela meninggalkan harta haram dalam perutmu. Seluruh isi perut yang haram itu, akan aku keluarkan dan akan aku kembalikan bersama kurma-kurma yang lain kepada pemiliknya yang berhak.”

Mendengar cerita tersebut, pandangan mata Rasulullah SAW tiba-tiba berkaca-kaca, lalu butiran air mata mulianya jatuh menetes dan berderai deras.

Kemudian Rasulullah SAW langsung mencoba mencari tahu siapa sebenarnya pemilik pohon kurma yang dimaksud oleh Abu Dujanah dalam cerita yang ia sampaikan di atas. Abu Dujanah pun kemudian menjelaskannya, bahwa pohon kurma tersebut adalah milik seorang laki-laki munafik.

Tanpa basa-basi, Rasulullah SAW mengundang pemilik pohon kurma. Beliau mengatakan, “Bisakah tidak jika aku minta kamu menjual pohon kurma yang kamu miliki itu? Aku akan membelinya dengan sepuluh kali lipat dari pohon kurma itu sendiri. Pohonnya terbuat dari batu zamrud berwarna biru. Disirami dengan emas merah, tangkainya dari mutiara putih. Di situ tersedia bidadari yang cantik jelita sesuai dengan hitungan buah kurma yang ada.” Begitu tawar Rasulullah SAW.

Pria yang dikenal sebagai orang munafik ini lantas menjawab dengan tegas, Saya tak pernah berdagang dengan memakai sistem jatuh tempo. Saya tidak mau menjual apa pun kecuali dengan uang kontan dan tidak pakai janji kapan-kapan.

Tiba-tiba Abu Bakar As-Shiddiq Ra, datang.  Ia berkata, baiklah, saya beli dengan sepuluh kali lipat dari tumbuhan kurma milik pak Fulan yang jenisnya lebih bagus dan tidak terdapat di kota ini.

Si munafik berkata kegirangan, Oke ya sudah, aku jual. Abu Bakar menyahut, bagus, saya beli. Setelah sepakat, Abu Bakar menyerahkan pohon kurma kepada Abu Dujanah seketika. Rasulullah SAW kemudian berkata, Wahai Abu Bakar, aku yang menanggung gantinya untukmu.

Mendengar perkataan Rasulullah SAW ini, Abu Bakar pun bergembira. Begitu pula Abu Dujanah. Sedangkan si munafik langsung pulang mendatangi istrinya. Lalu mengisahkan kisah yang baru saja terjadi. Aku telah mendapat untung banyak hari ini dengan mendapatkan sepuluh pohon kurma yang lebih bagus. Padahal kurma yang aku jual itu masih tetap berada di pekarangan rumah kita. Sehingga kita tetap yang akan memakannya lebih dahulu dan buah-buahnya pun tidak akan pernah aku berikan kepada tetangga kita itu sedikit pun.

Malamnya, saat si munafik tidur, dan bangun di pagi harinya, tiba-tiba pohon kurma yang ia miliki berpindah posisi, menjadi berdiri di atas tanah milik Abu Dujanah. Seolah-olah tak pernah sekalipun tampak pohon tersebut tumbuh di atas tanah si munafik. Tempat asal pohon itu tumbuh pun rata dengan tanah hingga tak berbekas, sehingga keesokan harinya  ia pun sangat terheran-heran.

Jadi, dalam kisah ini kita bisa mengambil pelajaran bahwasanya betapa hati-hati para sahabat Rasulullah SAW tersebut sangat bersih dan taat dalam menjaga diri dan keuarganya dari mengkonsumsi makananan atau harta yang haram. Sesulit dan seberat apa pun hidup mereka, mereka tetap memiliki pendirian yang teguh dalam menjaga dirinya dan keluarganya dari siksa api neraka. 

Oleh karena itu, setiap kebaikan pasti dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT sepuluh kali lipat sebagaimana janji Rasulullah SAW. Adapun hasiln dari janji itu bukan kontan sekarang, namun akan dan pasti kita petik di akhirat nanti. Karena dunia ini adalah daruz zar‘i (tempat bercocok tanam), bukan darul hashad (tempat memanen).

Kisah di atas merupakan inti sari dari salah satu lembaran kitab I’anatuth Thalibin (Beirut, Lebanon, cet I, 1997, juz 3, halaman 293) karya Abu Bakar bin Muhammad Syatha ad Dimyatiy (w. 1302 H).
 
Semoga Bermanfaat.