Relasi Sastra dan Etika dalam Al-Qur'an

 
Relasi Sastra dan Etika dalam Al-Qur'an
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam mengekspresikan sebuah makna, kita mendapati dalam Al-Quran berkali-kali Allah memadukan keindahan tutur dan keindahan bertutur. Hal ini sebenarnya menegaskan bahwa ada hubungan kuat antara sastra (اَلْأَدَبُ) dan etika (اَلتَّأَدُّبُ), dengan pemilihan ungkapan yang nampak biasa, Allah menyelipkan tata krama interaksi kehidupan yang anggun dan indah. Ini misalnya, bisa kita lihat dalam beberapa ayat berikut:

Etika kepada Allah SWT

Contoh dalam Surat Al-Fatihah ayat 7:

صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ

"(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat".

Dalam ayat ini, Allah menisbatkan nikmat secara langsung kepada diri-Nya dan tidak menisbatkan marah dan penyesatan kepada-Nya (meskipun juga berasal dari-Nya), ini memberi kita petunjuk etika, bahwa hanya kebaikanlah yang layak dinisbatkan kepada Allah.

Hal ini juga bisa kita temukan dalam Surat Ali Imran ayat 26:

بِيَدِكَ الْخَيْرُ

"Di tangan Engkaulah segala kebajikan."

Dalam ayat ini, Allah mencukupkan penyebutan اَلْخَيْرُ (kebaikan) tanpa menyebut اَلشَّرُّ (keburukan) juga karena alasan mengajarkan etika kesantunan bertutur, untuk tidak menisbatkan keburukan kepada-Nya.

Etika kepada Baginda Nabi Muhammad SAW

Contoh dalam Surat Al-Qasas ayat 44:

وَمَا كُنتَ بِجَانِبِ ٱلْغَرْبِىِّ إِذْ قَضَيْنَآ إِلَىٰ مُوسَى ٱلْأَمْرَ

"Dan tidaklah kamu (Muhammad) berada di sisi yang sebelah barat ketika Kami menyampaikan perintah kepada Musa."

Ayat ini luar biasa menarik, penggunaan kata اَلْغَرْبِيُّ (barat) sebenarnya tidak pernah dipakai oleh Allah sebelumnya ketika menceritakan tempat dialog Allah dengan Nabi Musa, karena dalam ayat yang lain, biasanya Allah menggunakan kata اَلْأَيْمَنُ (kanan) ketika menceritakan lokasi dialog tersebut. Ini misalnya terdapat dalam Surat Maryam ayat 52:

وَنَٰدَيْنَٰهُ مِن جَانِبِ ٱلطُّورِ ٱلْأَيْمَنِ 

"Dan Kami telah memanggilnya dari sebelah kanan Gunung Thur."

Tapi, demi menjaga etika kepada Nabi Muhammad, Allah tidak mengatakan kepada beliau: "Dan tidaklah kamu berada di sisi yang sebelah kanan" (tidak di kanan berarti di kiri). Tetapi Allah memilih menggunakan kata "barat" demi tetap memuliakan Nabi Muhammad dan tidak menafikan keberadaan beliau di sebelah kanan, mengingat bahwa kanan itu sudah identik dengan kebaikan.

Etika kepada Majikan/Atasan

Contoh dalam Surat Yusuf ayat 26:

قَالَ هِىَ رَٰوَدَتْنِى عَن نَّفْسِى ۚ

"Yusuf berkata, 'Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya).'"

Penggunaan dhomir هي dalam ayat ini adalah bentuk dari etika Nabi Yusuf kepada sang menteri untuk tidak menyebut nama istri sang menteri di depannya.

Demikianlah relasi sastra dan etika yang dicontohkan oleh Al-Qur'an. Dalam konteks kehidupan ini setiap orang yang berilmu seyogyanya juga terinspirasi bagaimana Al-Qur'an memadukan keindahan di dalam kata-kata dengan etika yang sangat mulia. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 01 Juli 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: KH. M. Afifuddin Dimyathi

Editor: Hakim