Kisah Wanita Lulus Cumlaude tapi Ditolak Semua Perusahaan

 
Kisah Wanita Lulus Cumlaude tapi Ditolak Semua Perusahaan

LADUNI.ID, Jakarta - Beberapa tahun lalu, seorang wanita dari Asia datang ke Prancis, untuk kuliah di salah satu universitas terkenal di Paris. Dia memang cerdas, Prancis dan Inggris-nya juga sangat baik, sehingga ia lulus seleksi.

Sejak mulai kuliah di hari pertama, dia menyetujui sistem transportasi di Paris menggunakan sistem otomatis. Terkait, beli tiket sesuai dengan tujuan melalui mesin.

Setiap perhentian kendaraan umum, pakai cara swalayan , dan jarang sekali pakai petugas. Bahkan inspeksi insidentil oleh petugas pun tidak ada, bukan karena manajemennya buruk, tapi tidak percaya dan tersib sosial di sistem transportasi Kota Paris memang sudah baik.

Akhirnya lama kelamaan, dia menemukan kelemahan sistem ini; dan dengan kelihaiannya itu dia bisa naik transportasi umum tanpa harus membeli tiket, dan dia sudah membelanjakan pengeluaran naik karena tidak membeli tiket, sangat kecil.

Karena itu, dia selalu naik kendaraan umum dengan tidak membeli tiket. Ia menentang menganggapnya sebagai salah satu cara menghemat; sebagai pelajar miskin yang dengan cara apapun bisa irit, ya diirit.

Dia bahkan merasa bangga, karena menganggapnya sebagai 'kehebatan' yang tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.

Empat tahun berlalu, perempuan muda itu pun tamat cum laude dari fakultas favorit dan universitas ternama di Paris, dengan angka indeks prestasi kumulatif (IPK) yang sangat bagus. Hal itu membuat dirinya penuh percaya diri.

Setelah wisuda, gadis itu mulai membuka aplikasi surat lamaran kerja ke beberapa bekerja di Paris.

Pada mulanya, semua yang dikirimi surat lamaran melalui email menjawab dengan baik, karena IPK-nya yang tinggi dan diterima universitas top di Paris. Tapi beberapa hari kemudian, semuanya ditolak dengan berbagai alasan.

Hal ini terus terjadi berulang kali, sampai akhirnya membuatnya merasa jengkel dan marah. Dia bahkan sampai menuding, bahwa  perusahaan-perusahaan itu rasis,  karena tidak mau menerima warga negara asing,  meski lulus cum laude dari universitas ternama di Paris.

Akhirnya, pada suatu hari karena penasaran bercampur dongkol, ia memutuskan untuk mengadukannya ke Departemen Tenaga Kerja Prancis di Paris. Dia ingin melapor, sekaligus ingin tahu kenapa perusahaan-perusahaan tersebut menolaknya.

Tapi, ketika bertemu dengan salah satu manager di kantor Depnaker Paris tersebut, ia mendapat penjelasan yang di luar perkiraannya.

Berikut adalah dialog mereka:

Manager:  "Nona, kami tidak rasis, sebaliknya kami sangat mementingkan Anda. Pada saat Anda mengajukan aplikasi pekerjaan di perusahan, kami sangat terkesan dengan nilai akademis dan pencapaian Anda. Sesungguhnya, berdasarkan kemampuan, Anda sebenarnya adalah golongan pekerja yang kami cari-cari."

Nona: "Kalau begitu, kenapa perusahan-perusahaan tersebut tidak menerima saya bekerja?”

Manager: "Jadi begini, setelah kami periksa di database, kami menemukan data bahwa Nona pernah tiga kali kena sanksi tidak membayar tiket saat naik kendaraan umum."

Nona (kaget): "Ya, saya mengakuinya. Tapi, apakah karena perkara kecil tersebut semua perusahaan boleh menolak saya?"

Manager: "Perkara kecil? Kami tidak menganggap itu perkara kecil, Nona. Kami lihat di database, Anda pertama kali melanggar hukum terjadi di minggu pertama Anda masuk di negara ini. Saat itu petugas percaya dengan penjelasan Anda,  bahwa Anda masih belum mengerti sistem transportasi umum di sini. Itu sebabnya kesalahan tersebut diampuni. Namun Anda tertangkap dua kali lagi setelah itu."

Nona: "Ohh, waktu itu karena tidak ada uang kecil saja."

Manager: "Tidak, tidak. Kami tidak bisa terima penjelasan Anda. Jangan anggap kami bodoh. Kami yakin Anda telah melakukannya ratusan kali sebelum tertangkap."

Nona: "Well, baiklah. Tapi, itu kan bukan kesalahan mematikan? Kenapa harus begitu serius? Lain kali saya perbaiki dan berubah kan masih bisa?"

Manager: "Maaf, kami tidak menganggap demikian, Nona. Perbuatan Anda membuktikan dua hal: Pertama, Anda tidak mau mengikuti peraturan yang ada. Anda pintar mencari kelemahan dalam peraturan dan memanfaatkannya untuk diri sendiri. Kedua, Anda tidak bisa dipercaya!

“Nona, banyak pekerjaan di berbagai perusahaan di negara Prancis ini bergantung pada kepercayaan atau trust. Jika Anda diberikan tanggungjawab atas tugas di sebuah wilayah, maka Anda akan diberikan kuasa yang besar

"Karena efisiensi biaya, kami tidak akan memakai sistem kontrol untuk mengawasi pekerjaan Anda, dan hampir semua perusahan besar di Prancis ini mirip dengan sistem transportasi di negeri ini."

"Oleh sebab itu, kami tidak bisa menerima Anda, Nona. Dan saya berani katakan, di negara kami bahkan seluruh Eropa, tidak akan ada perusahan yang mau menggunakan jasa Anda."

Pada saat itu, wanita ini seperti tertampar dan terbangun dari mimpinya, dan merasa sangat menyesal.  Tapi, penyesalan selalu datang terlambat; ketika nasi sudah jadi bubur atau peristiwa buruk telah terjadi.

Perkataan manager yang terakhir, membuat hatinya bergetar dan sangat menyesal. Ia akhirnya terdiam seribu bahasa, tidak bisa berkata apapun.

Ada pesan moral yang sangat berharga yang bisa kita petik dari kisah nyata mahasiswi pintar tersebut. Moral dan etika itu amat sangat penting, bahkan ditempatkan di atas kepintaran, kecerdasan atau kegeniusan.

Dalam kehidupan sosial, moral dan etika seseorang dapat kekurangan IQ atau kepintaran intelektual. Tapi IQ atau kepintaran, bagaimana pun tingginya, tidak akan bisa menolong moral dan integritas yang buruk.

Samuel Johnson (1709-1784), sastrawan Inggris mengatakan: " Pengetahuan tanpa integritas itu berbahaya dan mengerikan " (Pengetahuan tanpa integritas pasti berbahaya dan emosional).

Clive S Lewis (1898-1963), profesor di Universitas Oxford dan penulis novel terkenal Inggris mengatakan: "Integritas adalah melakukan hal yang benar-benar kompilasi tidak ada yang melihat. Integritas dan kejujuran adalah kekayaan yang paling populer sebagai manusia.

Rahayu (Trims mbak Esty Linggarsih Kasmari)