Begini Cara Gus Dur Mencintai Masyarakat Papua (Part 2 Habis)

 
Begini Cara Gus Dur Mencintai Masyarakat Papua (Part 2 Habis)

LADUNI.ID, Jakarta - Dalam tulisan sebelumnya, Part 1, tentang bagaimana KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menyetujui adanya Kongres Rakyat Papua yang dianggap oleh banyak kalangan sebagai kongres berisi tentang upaya memerdekakan diri dan separatisme. Padahal, penyetujuan Gus Dur pada kongres tersebut adalah salah satu cara bagaimana beliau membangun kepercayaan Papua.

Cerita tersebut ternyata tidak hanya berhenti di situ. Ketika Gus Dur melakukan kunjungan ke Papua, tepatnya pada tanggal 30 Desember 1999 atau 2 bulan setelah Gus Dur dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia, Gus Dur melakukan berbagai perundingan. Ada tujuan tertentu yang dimiliki Gus Dur atas kunjungannya ke Papua (dulu Irian Jaya).

Menurut cerita dari salah seorang santri Gus Dur bernama Nuruddin Hidayat asal Kudus (seperti dilansir dari laman suara.com), kunjungan Gus Dur memiliki dua tujuan; pertama, melakukan dialog dengan berbagai elemen masyarakat di Papua; kedua, ingin melihat matahari terbit pertama millennium kedua pada 1 Januari tahun 2000.

Baca Juga: Begini Cara Gus Dur Mencintai Masyarakat Papua (Part 1)

Kunjungan Gus Dur adalah sebagai upaya untuk memberikan spirit kemanusiaan pada masyarakat Papua agar terbebas dari diskriminasi, marjinalisasi dan krisi di segala bidang. Kunjungan ini terletak di Gedung Pertemuan Gubernuran di Jayapura pada jam 20.00 waktu setempat, tanggal 30 Desember 1999. Dalam kunjungan ini pula, banyak masyarakat yang hadir.

Yang unik dalam pertemuan itu, Gus Dur kemudian mempersilahkan masyarakat Papua untuk berbicara terlebih dahulu. Sontak, mereka semua angkat suara dengan nada ‘keras’, menuntut agar mereka bisa merdeka karena tidak lagi percaya kepada pemerintahan Indonesia. Ada juga yang memuji, akan tetapi mereka semua mengajukan berbagai tuntutan kepada Presiden Gus Dur waktu itu.

Lalu Gus Dur mengatakan, “Pertama, nama Irian itu jelek. Kata itu berasal dari bahasa Arab yang artinya telanjang. Dulu ketika orang-orang Arab datang ke pulau ini, menemukan masyarakatnya masih telanjang, sehingga disebut Irian," ujar Gus Dur.

Gus Dur kemudian melanjutkan, “Kedua, dalam tradisi orang Jawa kalau memiliki anak sakit-sakitan, sang anak akan diganti namanya supaya sembuh. Biasanya sih namanya Slamet, tapi saya sekarang ganti Irian Jaya menjadi Papua," tegas Gus Dur.

Dari bahasa yang dilontarkan oleh Gus Dur, sebagaimana dikutip dari suara.com, antropolog bahasa Melanesia mencari asal-usul kata Irian yang diceritakan Gus Dur, tapi tidak pernah menemukannya. Sementara itu, Ahmad Suaedy (Sohibul riwayah) menduga alasan kenapa Gus Dur menggunakan ‘bahasa Arab’ dan ‘tradisi Jawa’, karena Gus Dur mencoba 'menenangkan' hati orang-orang Islam dan orang-orang Jawa yang berpotensi melakukan protes pada saat itu.

Hingga saat ini, Gus Dur tetap dikenang sebagai presiden yang membuat Irian Jaya waktu itu sangat ingin merdeka, lalu bisa tenang setelah perubahan nama menjadi Papua. Gus Dur sangat mencintai masyarakat Papua dengan cara mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua, supaya terhindar dari segala hal negatif karena pemberian nama dari bangsa Arab tersebut. Sekian.

Wallahu a’lam bisshawab…