Tahun Baru Hijriah; Gagasan Abu Musa Al-Asy'ari, Umar dan Ali

 
Tahun Baru Hijriah; Gagasan Abu Musa Al-Asy'ari, Umar dan Ali

LADuNI.ID - Muharram adalah bulan pertama dalam penanggalan hijriah. Urutannya adalah Muharram, Shafar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadal Ula, Jumadal Akhir, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqa'dah, dan Dzulhijjah.

Muharram berasal dari kata yang artinya 'diharamkan' atau 'dipantang', yaitu bulan pelarangan melakukan peperangan dan pertumpahan darah. Rajab, Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Muharram memang empat bulan (Asyhurul Hurum) pelarangan perang sebagaimana dalam Al-Baqarah: 217, yang kemudian larangan itu dihapus berdasarkan At-Taubah: 36.

Imam Bukhari dalam tarikhnya, sebagaimana dicatat oleh al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuti dalam Tarikhul Khulafa', dengan riwayat dari Sa'id Ibn Musayyib menyatakan:

أول من كتب التاريخ عمر بن الخطاب لسنتين ونصف من خلافته، فكتب لست عشرة من الهجرة بمشورة علي

Orang yang pertama kali menggunakan tanggal hijriah adalah Umar Ibn Khatab. Ia menetapkannya pada tahun 16 Hijriah setelah bermusyawarah dengan Ali Ibn Thalib. Itu terjadi pada dua setengah tahun setelah Umar menjadi Khalifah.

Pada 638 Masehi, Gubernur Irak, Abu Musa Al Asy'ari berkirim surat kepada Khalifah Umar Ibn Khatab di Madinah.

Di antara isinya adalah, "surat-surat kita telah memiliki tanggal dan bulan, tetapi tidak berangka tahun. Sudah saatnya, umat Islam membuat tarikh sendiri dalam perhitungan tahun."

Umar menyetujui usul buyut Imam Ahlussunah walJamaah, Syaikh Abul Hasan Al Asy'ari ini, kemudian beliau membentuk kepanitiaan yang memusyawarahkan penentuan tahun pertama yang selama ini digunakan tanpa angka tahun, yang diketuai Khalifah Umar dengan anggota enam sahabat nabi terkemuka, yaitu Utsman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thalib, Abdurrahman Ibn Auf, Sa'ad Ibn Abi Waqas, Talhah Ibn Zubair, dan Zubair ibn Awam.

Para sahabat itu pun berbeda pendapat, ada yg mengusulkan penghitungan tahun baru itu dimulai dari tahun kelahiran nabi pada tahun gajah, yang bertepatan dengan 571 Masehi. Ada yg mengusulkan tahun turunnya wahyu Allah yang pertama, yaitu yang bertepatan dengan 610 Masehi.

Akhirnya yang disepakati adalah usul Ali Ibn Thalib, yaitu memulai tahun baru dengan peristiwa hijrahnya kaum muslimin dari Mekah ke Madinah yang bertepatan dengan 622 Masehi.

Ali Ibn Thalib mengemukakan tiga argumentasi. Pertama, dalam Quran ada banyak penghargaan Allah bagi orang yang berhijrah. Kedua, masyarakat Islam yang berdaulat dan mandiri baru terwujud setelah hijrah ke Madinah. Ketiga, umat Islam, sepanjang zaman diharapkan selalu memiliki semangat hijrah, yaitu jiwa dinamis yang tidak terpaku pada suatu keadaan, dan hendaknya berhijrah pada kondisi yang lebih baik.

Akhirnya, diputuskan bahwa tahun hijrah nabi adalah tahun baru pertama, dan sejak saat itu kalender umat Islam disebut Tarikh Hijriah.

Setelah kalender Islam disepakati dihitung sejak hijrah nabi, lalu dilanjutkan dengan perbedaan pendapat pada bulan apa tahun hijriah akan dimulai. Ada yg mengusulkan Ramadhan, Rabiul Awal, dan Muharram dengan berbagai argumentasi. Akhirnya disepakati dimulai dengan Muharram.

Dalam Al-Mausuah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah dinyatakan usulan Umar Ibn Khatab untuk memulai dari Muharam. 
فقال عمر: بل بالمحرم، فإنه منصرف الناس من حجهم، فاتفقوا عليه

Umar menjawab: bahkan mulailah dengan Muharram, karena di bulan itu orang-orang baru selesai dari pelaksanaan ibadah haji. Maka para sahabat menyepakatinya.

Pemilihan Muharram sebagai awal bulan hijriah juga dikaitkan dengan kenyataan sejarah bahwa tekad umat Islam dalam merencanakan hijrah itu terjadi pada bulan Muharram. Dengan demikian, Muharram sangat erat terkait dengan hijrah. Demikian disimpulkan Al-Hafidz Ibn Hajar al-Asqalany, dalam Fathul Bary.

Awal tahun baru hijriah itu (1 Muharram, 1 Hijriah) bertepatan dengan 16 Juli 622 Masehi. Adapun tahun keluarnya keputusan itu, (638 Masehi), langsung ditetapkan sebagai tahun 17 Hijriah.

Yang menarik, dokumen tertulis bertarikh hijriah yang paling awal (dengan mencantumkan 17 hijriah) adalah Maklumat Keamanan dan Kebebasan Beragama dari Umar Ibn Khatab kepada seluruh penduduk Aelia (Yerusalem) yang baru saja dibebaskan laskar Islam, dari penjajahan Romawi.

Oleh: Yusuf SUharto