Rajin Ibadah Tapi Tetap Gelisah, Ini Penyebabnya

 
Rajin Ibadah Tapi Tetap Gelisah, Ini Penyebabnya

LADUNI.ID, Jakarta - Abu Yazid Al Busthami bukan hanya seorang sufi, tetapi juga adalah pengajar tasawuf. Di antara jamaahnya, ada seorang santri yang juga memiliki murid yang banyak.

Santri itu juga menjadi kyai bagi jamaahnya sendiri karena telah memiliki murid, santri ini selalu memakai pakaian yang menunjukkan keshalihannya, seperti baju putih, serban, dan wewangian tertentu.

Suatu saat, muridnya itu mengadu kepada Abu Yazid,

“Tuan Guru, saya sudah beribadat tiga puluh tahun lamanya, saya shalat setiap malam dan puasa setiap hari, tapi anehnya, saya belum mengalami pengalaman ruhani yang Tuan Guru ceritakan, saya tak pernah saksikan apapun yang Tuan Guru gambarkan.”

Abu Yazid menjawab

“Sekiranya kau beribadat selama tiga ratus tahun pun, kau takkan mencapai satu butir pun debu mukasyafah dalam hidupmu.”

Murid itu heran, “Mengapa demikian, ya Tuan Guru?”

“Karena kau tertutup oleh dirimu sendiri,” jawab Abu Yazid.

“Bisakah kau obati aku agar hijab itu tersingkap?” pinta sang murid.

“Bisa, tapi kau takkan mampu melakukannya,” ucap Abu Yazid

“Tentu saja akan aku lakukan,” sanggah murid itu.

“Baiklah kalau begitu,” kata Abu Yazid.

“Sekarang tinggalkan pakaianmu, sebagai gantinya, pakailah baju yang lusuh, sobek, dan compang-camping, gantungkan di lehermu kantung berisi kacang, pergilah kau ke pasar, kumpulkan sebanyak mungkin anak-anak kecil di sana, katakan pada mereka, ‘Hai anak-anak, barangsiapa di antara kalian yang mau menampar aku satu kali, aku beri satu kantung kacang.’, lalu datangilah tempat di mana jamaah kamu sering mengagumimu, katakan juga pada mereka, ‘Siapa yang mau menampar mukaku, aku beri satu kantung kacang!’,”.

Subhanallah, masya Allah, laa ilaaha illallah,” kata murid itu terkejut.

Abu Yazid berkata, “Jika kalimat-kalimat suci itu diucapkan oleh orang kafir, ia berubah menjadi mukmin tapi kalau kalimat itu diucapkan oleh seorang sepertimu, kau berubah dari mukmin menjadi kafir.”

Murid itu keheranan, “Mengapa bisa begitu?”

Abu Yazid menjawab, “Karena kelihatannya kau sedang memuji Allah, padahal sebenarnya kau sedang memuji dirimu, ketika kau katakan : Tuhan mahasuci, seakan-akan kau mensucikan Tuhan padahal kau menonjolkan kesucian dirimu.”

“Kalau begitu,” murid itu kembali meminta, “berilah saya nasihat lain.”

Abu Yazid menjawab, “Bukankah aku sudah bilang, kau takkan mampu melakukannya!”

Cerita ini mengandung pelajaran yang amat berharga. Abu Yazid mengajarkan bahwa orang yang sering beribadat mudah terkena penyakit ujub dan takabur.

“Hati-hatilah kalian dengan ujub,”

***

Pesan Iblis

Dahulu, Iblis beribadat ribuan tahun kepada Allah tetapi karena takaburnya terhadap Adam, Tuhan menjatuhkan Iblis ke derajat yang serendah-rendahnya.

Takabur dapat terjadi karena amal atau kedudukan kita, kita sering merasa menjadi orang yang penting dan mulia. Abu Yazid menyuruh kita menjadi orang hina agar ego dan keinginan kita untuk menonjol dan dihormati segera hancur, yang tersisa adalah perasaan tawadhu dan kerendah-hatian hanya dengan itu kita bisa mencapai ke hadirat Allah SWT.

Orang-orang yang suka mengaji juga dapat jatuh kepada ujub, mereka merasa telah memiliki ilmu yang banyak.

Suatu hari, seseorang datang kepada Nabi ﷺ,

“Ya Rasulullah, aku rasa aku telah banyak mengetahui syariat Islam, apakah ada hal lain yang dapat kupegang teguh?”

Nabi menjawab, “Katakanlah : Tuhanku Allah, kemudian beristiqamah-lah kamu.”

Ujub seringkali terjadi dikalangan orang yang banyak beribadat, orang sering merasa ibadat yang ia lakukan sudah lebih dari cukup sehingga ia menuntut Tuhan agar membayar pahala amal yang ia lakukan. Ia menganggap ibadat sebagai investasi, orang yang gemar beribadat cenderung jatuh pada perasaan tinggi diri. Ibadat dijadikan cara untuk meningkatkan statusnya ditengah masyarakat, orang itu akan amat tersinggung bila tidak diberikan tempat yang memadai statusnya, sebagai seorang ahli ibadat dan ahli dzikir, ia ingin disambut dalam setiap majelis dan diberi tempat duduk yang paling utama.

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnad-nya.

Suatu hari, di depan Rasulullah ﷺ Abu Bakar menceritakan seorang sahabat yang amat rajin ibadatnya. Ketekunannya menakjubkan semua orang tapi Rasulullah ﷺ tak memberikan komentar apa-apa.

Para sahabat keheranan, mereka bertanya-tanya, mengapa Nabi tak menyuruh sahabat yang lain agar mengikuti sahabat ahli ibadat itu.

Tiba-tiba orang yang dibicarakan itu lewat dihadapan majelis Nabi. Ia kemudian duduk di tempat itu tanpa mengucapkan salam. Abu Bakar berkata kepada Nabi, “Itulah orang yang tadi kita bicarakan, ya Rasulullah.”

Nabi hanya berkata, “Aku lihat ada bekas sentuhan setan di wajahnya.”

Nabi lalu mendekati orang itu dan bertanya,

“Bukankah kalau kamu datang disatu majelis kamu merasa bahwa kamulah orang yang paling shalih dimajelis itu?”.

Sahabat yang ditanya menjawab, “Allahumma, na’am. Ya Allah, memang begitulah aku.”

Orang itu lalu pergi meninggalkan majelis Nabi.

Setelah itu Rasulullah ﷺ bertanya kepada para sahabat,

“Siapa diantara kalian yang mau membunuh orang itu?”

“Aku,” jawab Abu Bakar.

Abu Bakar lalu pergi tapi tak berapa lama ia kembali lagi,

“Ya Rasulullah, bagaimana mungkin aku membunuhnya?, Ia sedang ruku’.”

Nabi tetap bertanya,

"Siapa yang mau membunuh orang itu?”.

Umar bin Khaththab menjawab, “Aku.”

Tapi seperti juga Abu Bakar, ia kembali tanpa membunuh orang itu,

“Bagaimana mungkin aku bunuh orang yang sedang bersujud dan meratakan dahinya di atas tanah?”

Nabi masih bertanya,

“Siapa yang akan membunuh orang itu?”.

Sahabat Ali bangkit, “Aku.”

Ia lalu keluar dengan membawa pedang dan kembali dengan pedang yang masih bersih, tidak berlumuran darah,

“Ia telah pergi, ya Rasulullah.”

Nabi kemudian bersabda, “Sekiranya engkau bunuh dia, umatku takkan pecah sepeninggalku….”

Dari kisah ini pun kita dapat mengambil hikmah, selama ditengah-tengah kita masih terdapat orang yang merasa dirinya paling shalih, paling berilmu, dan paling benar dalam pendapatnya, pastilah terjadi perpecahan di kalangan kaum muslimin. Nabi memberikan pelajaran bagi umatnya bahwa perasaan ujub akan amal shalih yang dimiliki adalah penyebab perpecahan ditengah orang Islam.

Ujub menjadi penghalang naiknya manusia ke tingkat yang lebih tinggi, penawarnya hanya satu, belajarlah menghinakan diri kita, seperti yang dinasihatkan Abu Yazid Al-Busthami kepada santrinya.

اللهم صلي وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين

Wallahu a'lam bisshowab,

Semoga bermanfaat, Aamiin...