Berkah di Balik Proses Pembuatan Piring Pelepah Pinang

 
Berkah di Balik Proses Pembuatan Piring Pelepah Pinang

LADUNI.ID, Jakarta - Pelepah pinang merupakan bagian dari pohon pinang. Biasanya pelepah ini melindungi bagian dalam pohon pinang. Piring pelepah pinang memiliki tekstur yang unik. Piring tersebut lebih ramah lingkungan dan akan menggantikan fungsi dari styrofoam.

Setelah kering, pelepah pinang ini akan jatuh dengan sendirinya. Pelepah pinang inilah yang dibakar oleh warga. Hingga suatu hari, sejumlah UKM di Jambi mengetahui, ada negara yang membutuhkan pelepah pinang.

Akhirnya, mereka mengekspor pelepah pinang ke India dalam bentuk mentah. Di sisi lain, Indonesia tengah bermasalah dengan sampah. Banyak sampah yang dibuang begitu saja padahal masih bisa diolah.

Provinsi Jambi memang dikenal memiliki banyak produk unggulan, antara lain pinang, kepala bulat, cangkang sawit, karet, dan kayu olahan. Produk-produk tersebut bahkan diekspor ke luar negeri. Namun sayangnya, sebagian produk diekspor dalam bentuk bahan mentah. Seperti pelepah pinang.

Padahal dari data yang dimiliki Institut Teknologi Bandung ( ITB), tanaman pinang di Jambi mencapai 17.000 hektare. “Dulu, pelepah pinang di Jambi dibuang begitu saja. Kalau nggak, dibakar,” ujar staf ITB Jaenal Arifin di Bandung, seperti dilansir laman Kompas.com, Kamis (12/12) lalu.

Pelepah pinang yang belum termanfaatkan maksimal itulah, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Desain Produk ITB menginisiasi pembuatan produk. Produk tersebut dinamai piring pelepah pinang. Cara kerjanya, pinang yang dibeli dari petani dibersihkan.

Karena pelepah pinang dari petani sangat kering, pelepah dicelup ke dalam air kemudian dimasukkan ke dalam mesin untuk di-press tiga menit dengan suhu 130 derajat. “Bisa juga hanya 1-2 menit, tinggal dinaikkan suhunya. Mesin inilah yang dibuat ITB,” terang Jaenal.

Setelah di-press, piring sudah langsung terbentuk dan terlepas dari mesin. Satu lembar pelepah pinang bisa dibuat 3-4 piring. “Harga pelepah pinangnya dari petani Rp 400 per lembar. Jadi potensi bisnisnya besar,” terangnya.

Berbeda dengan styrofoam, tekstur pelepah pisang ini sangat unik. Terlihat serat pelepah berwarna coklat ataupun hitam yang cantik. Tak hanya itu, baunya pun khas. Bila dicium akan terendus aroma alam atau hutan tropis. Bentuknya pun lebih tebal dari styrofoam.

Bahan alami inilah yang membuat piring pelepah pinang aman digunakan untuk berulang kali. Kecuali untuk makanan berkuah, hanya bisa sekali pakai. “Kalau untuk makanan kering seperti camilan, bisa digunakan hingga 10 kali. Tinggal cuci saja,” ucap dia.

Kini, piring tersebut hingga kini masih mencari pasar. Salah satu kerja sama yang sudah terbentuk adalah dengan Bali. Ia berharap, pengembangan ini bisa mengurangi sampah dan menghasilkan pendapatan lebih bagi para UKM di Jambi.

“Sudah ada lima mesin (pembuat piring pelepah pinang) yang disebarkan ke UKM di Jambi,” pungkasnya.