Seekor Merpati yang Mengalihkan Kekhusyu'an Shalat Sahabat Nabi

 
Seekor Merpati yang Mengalihkan Kekhusyu'an Shalat Sahabat Nabi
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Kisah ini terdapat dalam Al-Muwatta’, kitab kumpulan Hadis yang disusun oleh Imam Malik (w. 179 H), pendiri mazhab Maliki. Oleh sebagian ulama, kitab ini dianggap lebih shahih dan lebih tinggi kedudukannya dibanding dua karya lain yang jauh lebih populer: Shahih Bukhari dan Muslim.

Kisah ini berkenaan dengan sahabat Anshor yang utama, dan dikenal sebagai ahli pemanah (minar Rumah, من الرماة). Ia termasuk dalam rombongan sahabat Anshor dari Madinah yang menyaksikan dan terlibat dalam peristiwa penting yang disebut “Bai’at Al-‘Aqabah” yang kedua.

Sahabat itu bernama Abu Thalhah Al-Anshori. Nama aslinya sendiri adalah Zaid. Sementara, “Abu Talhah” adalah nama “kunyah”, yakni nama yang biasa dimulai dengan “Abu”, “Ummu”, “Ibnu”, atau “Bintu” (Secara harfiah: Bapaknya, Ibunya, atau Anaknya Si Fulan). Dalam tradisi masyarakat Arab, nama kunyah kadang lebih populer dibanding nama asli.

Suatu hari, Abu Thalhah shalat di sebuah “ha’ith” (kebun kurma yang dipagari di sekeliling) miliknya. Di tengah-tengah shalatnya, datanglah burung merpati (dalam Hadis disebut sebagai “Ad-Dubsi”, الدبسى). Burung itu terbang ke berbagai sudut kebun, seperti kebingungan mencari jalan keluar menuju ke alam bebas.

Merpati itu menarik perhatian Abu Thalhah. Ia mengikuti merpati itu, terbang ke sana ke mari, dengan matanya. Sejurus kemudian, ia sadar bahwa ia sedang shalat, lalu berusaha memusatkan perhatiannya kembali. Tetapi Abu Thalhah lupa, berapa rakaat yang telah ia selesaikan. Tentu saja, gara-gara merpati itu.

Usai shalat, Abu Thalhah mendatangi Nabi, meceritakan peristiwa shalat dan hilang konsentrasi gara-gara merpati itu.

“Wahai Nabi, saya terfitnah oleh harta saya. Apa yang harus aku lakukan?” kata Abu Talhah.

“Sedekahkan saja hartamu itu dan berikan kepada siapapun yang engkau suka,” jawab Kanjeng Nabi.

Ada “Lesson learned” dari kisah ini:

Pertama, jika harta menimbulkan fitnah, membuat kita terikat kepadanya, dan lupa pada tugas utama dalam hidup, yaitu ibadah kepada Tuhan, sebaiknya dilepas saja, disedekahkan.

Kedua, beragama di era sahabat itu ndak “seserem” yang kita bayangkan. Para sahabat itu juga manusia biasa. Ada sahabat yang shalat, melihat burung, lalu lengah, seperti kisah Abu Thalhah itu.

Diriwayatkan bahwa Abu Thalhah meninggal dalam usia yang cukup sepuh, sekitar tujuh puluh tahun, pada masa khalifah ketiga, Usman bin Affan.

Ada kisah kecil lain yang menarik tentang sahabat yang satu ini. Nabi pernah bercukur dan memberikan rambut dari separuh kepala kepada para sahabat, untuk dibagi-bagi. Kemudian memberikan rambut dari separuh kepala beliau yang lain kepada Abu Thalhah. Ini menandakan “respect” Nabi yang besar kepadanya.

Dalam Kitab "Siyar A’lam An-Nubala" karya Imam Ad-Dzahabi (w. 748 H) disebutkan bahwa ada sekitar dua puluh sekian Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Thalhah dan termuat di beberapa kitab koleksi Hadis yang populer, termasuk Shahih Bukhari dan Muslim.

Dengan kata lain, Abu Thalhah termasuk dalam kategori “Al-Muqillun min Ar-Riwayah”, yakni, sahabat yang meriwayatkan sedikit Hadis dari Kanjeng Nabi. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 22 Desember 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Gus Ulil Abshar Abdalla (Pengasuh Ngaji Online Ihya’ Ulumuddin)

Editor: Hakim