LITHIUM, Racikan Jokowi Buat Indonesia & Pengaruhnya di Mata Dunia

 
LITHIUM, Racikan Jokowi Buat Indonesia & Pengaruhnya di Mata Dunia

Foto: Istimewa

LADUNI.ID, Jakarta - Sang penguasa dunia sedang sakit. Tubuh tambunnya kini terlihat lemah dan bergerak sangat lamban. AS negara adidaya itu jatuh dan terjerembab dengan luka paling parah dan jumlah korban meninggal paling memilukan di negara tersebut.

AS sedang terpuruk. Tertatih-tatih sang jagoan no 1 dunia itu mencoba bangkit, namun beban tambun tubuh dan banyaknya luka membuat dia hanya mampu terduduk lesu.

Mungkinkah  kepemimpinan dunia sedang beralih?

Dolar AS sampai hari ini masih menjadi mata uang dunia. Salah jalan dolar dalam pengembaraanya telah membuatnya bukan lagi menjadi alat tukar, dolar telah berubah menjadi komoditas. Komoditas yang berbentuk uang. Sehatkah orang memiliki wajah ganda?

Siapa menguasai minyak adalah siapa yang memiliki dunia, itu adalah moto AS dan para kapitalis yang berdiri dibelakangnya. Namun minyakpun telah salah jalan, dia membunuh terlalu banyak manusia dan merusak alam.

Dua kekuasaan besar tersebut kini sedang sekarat dan menunggu ajalnya. Seperti baju zirah, pelindung itu kini justru membebaninya.

Dolar yang sudah sejak 50 tahun lalu berjalan pada arah yang salah sedang menunggu saat jatuhnya. Tak ada lagi underlaying dalam bentuk emas atau apapun dalam pencetakannya.

Disisi lain, uang elektronik China yang memakai underlaying emas sudah mulai beredar. Dengan kekuatan ekonomi China yang sangat spektakuler dan menguasai seluruh perdagangan dunia, jelas sudah, ini adalah ancaman. Hanya masalah waktu saja dolar akan meredup.

Dimulai dengan Kesepakatan Iklim Paris 2015  pengurangan pemakaian Bahan Bakar Minyak terjadi dimana-mana.  Mereka melirik pada tekhnologi Lithium.

Lithium, sang takdir pembunuh minyak sudah tumbuh makin dewasa. Periode dan kejayaan minyak sedang terus digerogoti oleh hadirnya sang penyimpan energi yang jauh lebih bersih dan terbarukan.

Mata dunia, terutama generasi milenial yang sebentar lagi menguasai panggung politik dan disisi lain sebagai kaum yang sangat peduli dengan lingkungan sedang menengok kesana.

Lithium adalah masa depan, Lithium adalah baterai, dan Lithium adalah Indonesia.

Lho koq?

Ingat Uni Eropa menggugat Indonesia di WTO beberapa waktu silam?  Ingat Uni Eropa memboikot sawit kita?

Saat digugat di WTO karena kebijakan tak lagi mengijinkan ekspor nikel dalam bentuk ore Jokowi dengan Pe-De nya bilang " SIAPKAN LAWYER TERBAIK..!!" Dan saat sawit di boikot, dengan ekspresi muka ngenyek dia bilang " GAK MAU YA SUDAH..,SAYA KONSUMSI SENDIRI.."  dan..., Eropa kaget karena dari Indonesia langsung muncul disel B30.

Saat ini, infrastruktur kita di Morowali sudah sangat siap. Disana sudah ada Kawasan Industri Morowali dan di Virtue Dragon, Weda Bay. Disana juga sudah terbangun politeknik bagi siapnya masyarakat lokal menerima alih tehnologi tinggi dalam bidang baterai.

Lho koq baterai?

Lithium adalah baterai, dan lithium adalah tentang nikel sebagai bahan bakunya. Disana, di Morowali Sulewesi Tengah bahan baku nikel terhampar sangat luas, dan itu adalah masa depan yang sedang menanti kita.

Seluruh mata dunia sedang mengarah kesana, dimana masa depan gemilang Indonesia ada pada jalur yang tepat. Jalur trend dunia dengan tehnologi hijaunya.

Kenapa harus dengan China?

Ingat isu pekerja China yang menjadi senjata bombastis lawan politik Jokowi saat pemilu tahun lalu? Disinilah, di Morowali diisukan ada ribuan pekerja China.

Lithium adalah apa yang juga menjadi senjata unggulan China dalam melawan dominasi minyak AS. Dengan lithium China mampu membuat dunia sedikit demi sedikit meninggalkan minyak.

Karena lithium adalah unggulan China, maka belajar tehnologi lithium tentu harus dengan China. Itu sesuatu yang sangat logis, bukan masalah komunis dan demokrasi.

Pernah dengar Mercedes dan Tesla? Keduanya ada dibelakang China dalam tehnologi baterai ini. Dua raksasa industri terdepan dalam pengembangan baterai.

Ya.., dapat ditebak dengan mudah, mereka yang sibuk berteriak China, China dan China tentu sangat terkait erat pada siapa yang akan dirugikan dengan terbangunnya industri baterai di Indonesia.

Mungkinkah suatu saat nanti kita akan menjadi pusat baterai dunia?

Morowali sedang diarahkan menjadi penghasil baterai mobil terbesar di dunia. Komponen baterai pada mobil elektrik adalah mencakup 40% dari keseluruhan produk itu, maka demi efisiensi, tentu itu sangat logis.

Sangat logis bila industi dan produksi mobil elektrik akan memilih Indonesia menjadi pusat produksinya. Ini adalah soal bisnis dan bisnis tak kenal kewarganegaraan.

Kini menjadi semakin jelas kenapa Indonesia menjadi satu dari tiga negara kelompok G 20 yang akan leading. Lima tahun pertamanya Jokowi benar telah membuat semua infrastruktur bagi kemajuan negara ini tersusun rapi dan jelas.

Kepercayaan investor terlihat dengan jelas saat nilai tukar rupiah semakin hari semakin kuat akibat penilaian asing terhadap  bagaimana pemerintah mengendalikan bencana Covid 19 ini.

Global Bond yang diinisiasi oleh Indonesia, kini menjadi alternatif smart bagi banyak negara lain didunia untuk keluar dari jerat ekonomi yang pasti merosot. Arab Saudi dan negara Teluk telah mengikuti jejak Indonesia.

Arah sudah jelas, peminat sudah ngantri, apakah kita benar-benar akan leading, tentu hal itu juga tergantung dari seluruh rakyat Indonesia.

Dominasi AS atas dunia tak mungkin akan dilepas begitu saja. Semua kekacauan dan kericuhan akan semakin intens saat perang posisi ini makin mendekati puncak.

Lantas apa yang harus kita lakukan?

Teriakan China, China dan China akan semakin masif dan kita tahu siapa dibalik teriakan tersebut. Kita tahu siapa yang akan main kasar ketika pertandingan hampir usai.

Mereka yang kalah dan tak tau harus berbuat apa selain marah dan marah adalah mereka yang harus kita hadapi. Mereka adalah orang orang yang tak mengerti dan tak memiliki rasa cinta tanah air.

Perkembangan luar biasa atas kepemimpinan Jokowi telah mulai tampak. Baru terjadi BUMN kita telah menggeser posisi Malaysia dan Singapura dalam hal keuntungan sejak tahun 1998.

Baru terjadi Free Port memberikan keuntungan signifikan terhadap Indonesia dari sejak awal dikuasai oleh AS.

Baru kali ini Indonesia masuk menjadi kelompok dengan GDP 1 triliun dolar sejajar dengan beberapa negara maju didunia.

Siapa menguasai minyak akan menguasai dunia adalah cerita masa lalu. Kini, siapa menguasai nikel, dialah pemilik masa depan dunia, dan itu adalah kita.

Ingat AS dengan jumlah penduduk dan luas wilayah yang gak jauh-jauh amat dengan Indonesia mampu menjadi raja dunia lebih dari 50 tahun karena dominasi minyak.

Dengan dominasi nikel kesempatan menjadi pemilik masa depan dunia kini terbuka semakin lebar. Dengan memilih nikel sebagai ujung tombak kemajuan tehnologi dan mendorong Indonesia sebagai basis mobil listrik dunia, potensi menjadi salah satu pemimpin dunia tersebut, semakin mendekati kenyataan.

Dunia sebagai Gadget secara bersama sedang di restart, dan kabar bagusnya, kita menyala paling cepat. Apakah sang operator mampu membuat gadget ini menjadi makin dan semakin hebat, tentu itulah yang menjadi harapan kita.

Rudy Soekarno