Kesaksian Pak Masykur Pandanaran tentang Kewalian Mbah Hamid Pasuruan

 
Kesaksian Pak Masykur Pandanaran tentang Kewalian Mbah Hamid Pasuruan

LADUNI.ID, Jakarta - Kisah ini dialami oleh pak Masykur mengenai Mbah kyai Hamid Pasuruan –yang insya allah- juga waliyullah. Pak Masykur, H.Masykur Muhammad adalah menantu KH.Mufid Mas’ud pendiri Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Pak Masykur juga adalah bapak saya dan istrinya adalah ibu saya.

Suatu saat, pak Masykur berjamaah solat subuh di masjidnya mbah Hamid. Pada saat itu pak Masykur merasakan sesuatu yang luar biasa ketika jamaah, seakan berjamaah di masjidil haram karena banyaknya jamaah yang makmum Mbah Hamid. Setelah itu pak Masykur mbatin, ”wah mbah Hamid ini benar-benar waliyullah”.

Apa yang terjadi? setelah wiridan dan doa, seperti biasa mbah Hamid memberikan ceramah pada jamaah dan di antara yang beliau sampaikan yaitu, “beliau menyatakan bahwa beliau hanyalah manusia biasa bukan waliyullah”. “Masya Allah, kenapa mbah Hamid tahu apa yang saya batin ya?” Begitu komentar pak Masykur.

Kewalian Mbah Hamid juga disaksikan pak Masykur setelah sowan ke ndalemnya. Waktu itu katanya, mbah Hamid mengenakan pakaian warna putih dengan saku di depan atas dan nampak di saku beliau tidak ada isinya.

Pak Masykur waktu itu minta didoakan mbah Hamid untuk bisa pergi haji. Apa yang dilakukan beliau Mbah Hamid? Beliau mendoakan dan memberikan uang selembar seribuan pada pak Masykur dari saku beliau dan beliau mengatakan, “ini untuk haji”.

Pak Masykur menerima, berterima kasih kemudian berpamitan. Saat melangkah akan pulang, mbah Hamid memanggil pak Masykur dan menambahi satu lembar seribuan lagi, “ini untuk naik haji istrimu” begitu kata mbah Hamid. Masya Allah, apa yang terjadi?? Tidak sampai hitungan satu bulan, ternyata paka Masykur dan istri memenuhi panggilan-Nya untuk berhaji di tanah suci.

Kewalian Mbah Hamid yang disaksikan pak Masykur, yaitu ketika pak Masykur masih menjadi santri di al-Muayyad Solo. Waktu itu, kata pak Masykur, dia dan teman-temannya sedang duduk-duduk di serambi masjid. Mereka mengobrol sebagaimana biasanya santri. Salah satu teman pak Masykur berkata ,“yo dho sowan neng ndaleme mbah Hamid” (“ayo, pada silaturahmi ke rumah mbah Hamid”). Salah satu teman yang lain menimpali, “wah, ra reti alamat ndaleme je…” (“wah, gak tau alamat rumahnya tuh”).

Apa yang terjadi? Pada saat itu juga tiba-tiba ada sedan mercy berhenti di depan masjid al-Muayyad, dan siapa yang keluar dari sedan? Mbah Hamid! Sambil berkata: “iki tak paringi alamatku” (“ini saya beri alamat saya”). Masya Allah, lahawla wala quwwata illa billah…

(Ainun Hakiemah)