Polemik Gerakan Islam yang Sia-sia

 
Polemik Gerakan Islam yang Sia-sia

LADUNI.ID, Jakarta - Polemik antar gerakan Islam tentang bagaimana metode membangkitkan umat dari keterpurukan dan dominasi Barat, membagi gerakan Islam menjadi dua kubu, kubu yang berpendapat metode membangkitkan umat dengan cara reformasi (ishlahiyah) dan kubu yang berpendapat membangkitkan umat dengan revolusi (taghyir). Kedua kubu sepakat, kebangkitan umat nantinya akan menjelma menjadi khilafah.

Kemudian polemik masuk ke ranah individu aktivis gerakan Islam, sebab sebelum membangkitkan umat, terlebih dahulu harus membangkitkan individu-individu aktivis gerakan Islam. Dari sini lahir dua kubu lagi, kubu yang berpendapat kebangkitan individu akan terjadi bila terjadi perbaikan fikrah, akhlak dan ibadah dan kubu yang berpendapat kebangkitan individu akan terjadi bila terjadi perubahan pemikiran dan perasaan.

Polemik ini, polemik yang sia-sia. Polemik yang penuh kekaburan, tidak jelas lingkup masalahnya. Tegaknya khilafah yang menjadi tanda kebangkitan umat sendiri tidak jelas maknanya bagi umat, kecuali khilafah versi masing-masing gerakan Islam. Polemik ini juga salah dalam menentukan objek perubahan yang paling hakiki pada diri seorang manusia.

Aktivis gerakan Islam jika cermat membaca sirah nabawiyah, akan menemukan bahwa objek perubahan yang hakiki itu adalah hati (shadr). Dari peristiwa pembelahan dada (syaqqus shadr) Muhammad di usia 5 tahun ketika beliau dalam asuhan Halimatus Sa’diyah, sudah sangat jelas isyarat bahwa sebelum membangkitkan umat, hati harus dibersihkan dulu. Hal yang sama, sebelum Imam Mahdi nanti dibai’at, dalam waktu semalam Allah swt memperbaiki hatinya.

Ta’lim, tarbiyah dan tatsqif pada gerakan Islam, baru sebatas thalabul ilmi biasa. Tapi sebenarnya, bukan thalabul ilmi yang dimaksud para ulama, melainkan indoktrinasi doktrin-doktrin harakah kepada para kadernya. Sama sekali tidak menyentuh, membersihkan dan memperbaiki hati para aktivisnya. Kondisi aktivis gerakan Islam tidak berubah, sama saja seperti sebelum mereka mengikuti ta’lim, tarbiyah dan tatsqif.

Seorang tokoh gerakan Islam Ikhwanul Muslimin yang kemudian bertobat dan menjadi mursyid tarekat, Syaikh Said Hawwa di dalam kitab Al-Mustakhlash fi Tadzkiyatin mengatakan “Seseorang pencari ilmu harus memprioritaskan kebersihan hatinya dari akhlak dan perangai buruk. Sebab, ilmu adalah ibadah hatinya. Adalah shalatnya jiwa dan wujudnya taqarrub kepada Allah. Sebagaimana shalat, tidak sah kecuali anggota badan suci dari hadas dan najis, demikian juga thalabul ilmi, tidak sah bila hati masih kotor dengan akhlak dan perangai buruk.”

Suasana hati akan berubah jika datang warid (semacam ilham) ke dalam hatim seseorang. Syaikh Ibnu ‘Athaillah mengatakan: “ Sesungguhnya Allah mendatangkan warid kepadamu hanya agar dengannya engkau datang kepada-Nya.” Syaikh Zarruq menjelaskan, warid adalah apa pun yang datang ke dalam hati dan mengguncangkannya serta mengangkat hati menuju tujuannya, yaitu Allah swt.

Syaikh Ibnu ‘Athaillah melanjutkan: “Dia mendatangkan warid kepadamu untuk menyelamatkanmu dari genggaman selain Dia dan untuk membebaskanmu dari perbudakan makhluk.” “Menyelamatkan berarti mengambilmu dari segala sesuatu yang menahan dirimu, sesuatu yang tidak selamanya melekat padamu, yakni makhluk,” jelas Syaikh Zarruq.

Metode perubahan yang hakiki adalah mengubah suasana hati, membersihnya dari akhlak dan perangai buruk, dari ambisi-ambisi duniawi. Ta’lim, tarbiyah dan tatsqif bukan metode perubahan diri aktivis gerakan Islam jika tidak menyentuh hati. Jika hati-hati para aktivisnya tidak mendekat kepada Allah swt, bukan makin mendekat kepada harakahnya.

 

Oleh Ayik Heriansyah
Pengurus LD PWNU Jabar