Istri Shalihah dalam Pandangan KH Husein Muhammad (2)

 
Istri Shalihah dalam Pandangan KH Husein Muhammad (2)

LADUNI.ID, Jakarta - Tulisan ini adalah lanjutan dari postingan sebelumnya dengan judul yang sama, yakni mengenai istri shalihah. KH Husein Muhammad, penulis artikel ini sebelumnya menerangkan tentang istri shalihah dari sisi konotasinya. Dalam edisi kali ini, KH Husein Muhammad menerangkan istri shalihah berdasarkan kajian ulama terdahulu. Selamat membaca…

***

Al-Quran menyebutkan sebuah ayat tentang perempuan-perempuan shalihah sebagai berikut :

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللهُ

"Oleh sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)".

Sebuah kitab (buku) yang dijadikan sebagai bahan ajar di pesantren “Uqud al Lujain fi Bayan Huquq al Zawjain”, karya Kiyai Nawawi (w. 1316 H) dari Tanara, Banten menjelaskan hal ini dengan cukup lengkap.

وَيَجِبُ عَلَى المَرْأَةِ دَوامُ الحَيَاءِ مِنْ زَوْجِهَا وَغَضُّ طَرْفِهَا قُدَامَهُ وَالطَّاعَةُ لِاَمْرِهِ وَالسُّكُوتُ عِنْدَ كَلَامِهِ و القِيَامُ عِنْدَ قُدُومِهِ وَخُرُوجِه وَعَرْضُ نَفْسِهَا لَهُ عِنْدَ النَّوْمِ وَالتَّعَطُّرِ وَتَعَهّدُهَا الفَمُ بِالمِسْكِ وَالطِّيبِ وَدَوَامُ الزِّينَةِ بِحَضْرَتِهِ وَتَرْكُهَا عِنْدَ غَيْبَتِهِ .وَتَرْكُ الِخيَانَةِ لَهُ عِنْدَ غَيْبَتِهِ فِى فِرَاشِهِ وَمَالِهِ

“Isteri wajib memperlihatkan rasa malu di hadapan suaminya, tidak boleh menentang nya (melawan). Ia harus menundukkan muka dan pandangannya ke arah suaminya. Ia wajib taat manakala diperintahkan suaminya selain untuk hal-hal yang mendurhakai Allah (maksiat). Ia harus mendengarkan dengan tekun ketika suami berbicara, mengantar dan menyambutnya ketika berangkat dan pulang kerja, menunjukkan muka manis manakala suami memandangnya. Ia harus menyenangkan suami ketika akan tidur, memakai wewangian, menggosok gigi, berdandan cantik manakala suami di rumah dan tidak berdandan ketika tidak ada suami di rumah, tidak membohongi suaminya di tempat tidurnya dan hartanya.

Pandangan Kiyai Nawawi al-Bantani tersebut tampaknya merupakan pandangan dan tafsir dari kutipannya atas sejumlah bacaan/rujukan baik dari teks-teks al Quran, hadits-hadits Nabi maupun khazanah kebudayaan yang bertebaran di mana-manamana-mana yang secara tekstual bermakna demikian.

Salah satu rujukan dari teks al Quran misalnya diambil dari ayat 34 surah al Nisa. "Maka perempuan-perempuan yang shalihah adalah yang taat, yang menjaga diri ketika suami tidak di rumah sesuai dengan cara-cara yang ditetapkan Allah".

Satu kata penting di atas adalah "Qanitat" (perempuan-perempuan, yakni isteri-isteri yang taat). Taat kepada siapa?. Al-Qur'an tidak secara eksplisit menyebutkannya.

Oleh karena itu para ahli tafsir berbeda interpretasi mengenai makna ayat tersebut. Syeikh Nawawi dalam karya buku diatas memberikan penjelasan kata tersebut sebagai Muthiat li Azwajihinna (yang taat/patuh kepada para suaminya). Sebelumnya, Ibnu Katsir mengutip pendapat Ibnu Abbas, mengatakan hal yang sama : "perempuan-perempuan yang taat kepada suaminya dan menjaga diri untuk suaminya dan menjaga hartanya ketika suami tidak di rumah.

Berbeda dengan pendapat dua ulama di atas, Imam al Suyuti menyebutkan sejumlah pandangan para ulama sebelumnya. Ibnu Jarir al Thabari, guru besar para ahli tafsir, dari Qatadah, ahli tafsir dari kalangan Tabi'in, menafsirkan perempuan (isteri) yang saleh ialah : yang taat kepada Allah dan suaminya. Dia yang bisa menjaga harta suaminya, tubuh dan kemaluannya.

Dalam terjemahan al Quran Departemen Agama RI disebutkan : "Sebab itu, wanita-wanita yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka".

Betapa berwarnanya pandangan para ahli tafsir itu bukan?

Belum Selesai. Jangan buru-buru menyimpulkan. Sabar Menanti ya?

Bersambung…

 

(KH Husein Muhammad)