Lirik Shalawat Burdah Full Lengkap Teks dan Terjemahan Indonesia Beserta Fadhilahnya

 
Lirik Shalawat Burdah Full Lengkap Teks dan Terjemahan Indonesia Beserta Fadhilahnya

DAFTAR ISI

  1. Lirik Shalawat Burdah Full Lengkap dengan Teks dan Terjemahan Indonesia
  2. Pengertian Shalawat Burdah
  3. Sejarah Singkat Pengarang Qasidah Burdah
  4. Fadhilah Shalawat Burdah

 

Lirik Shalawat Burdah Full Lengkap dengan Teks dan Terjemahan Indonesia

LADUNI.ID, Jakarta - Qasidah burdah atau shalawat burdah atau dikenal juga sebagai shalawat Maulaya Sholli merupakan karya Abu Abdillah Syarafuddin Muhammand bin Sa’id bin Hammad bin Muhsin bin Abdillah bin Shonhaji bin Hilal Alshonhaji Albushiry Almishry atau dikenal dengan Imam Imam Al-Bushiri. Qasidah Burdah terdiri dari Bait-bait yang di kelompokkan ke dalam sepuluh pasal atau tema pokok sebagai berikut:

 

Pengertian Shalawat Burdah

Shalawat Burdah merupakan karya sastra Arab yang populer di Mesir pada abad ke-13 Masehi. Secara etimologi burdah artinya jubah dari kulit atau bulu binatang yang sering dipakai oleh orang-orang Arab sebagai penghangat tubuh atau selimut. Burdah mempunyai nilai historis ketika nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan burdah (jubah) yang dipakainya kepada Ka’ab Ibn Zuhair (662 M). Ka’ab Ibn Zuhair merupakan seorang penyair  Arab, putra dari Zuhair bin Abi Sulma, seorang penyair besar Arab di masa sebelum Islam. Ka’ab Ibn Zuhair membuat syair yang berisi penghormatan dan pujian kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat terkenal dan melegenda, yaitu Banat Su’ad. Atas dasar inilah tradisi memuji kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat lantunan syair-syair shalawat terus berkembang hingga saat ini.

Shalawat burdah juga merupakan kumpulan syair tentang pujian kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai ungkapan rasa cinta kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ditulis oleh Imam Imam Al-Bushiri. Mengapa shalawat ini dinamakan Kasidah burdah? Al Bushiri merupakan penyair yang sangat produktif, banyak sekali sajak yang telah dibuat oleh beliau. Suatau hari beliau menderita kelumpuhan atau dikenal dengan penyakit angin merah. Kemudian dalam keadaan sakit ini beliau menyusun syair qasidah burdah dan membacanya beberapa kali sambil berdoa dan bertawasul mengharap syafaat dengan qasidah yang dibuatnya, agar Allah subhanahu wa ta’ala menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Kemudian beliau bermimpi bertemu dengan rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kemudian Rasulullah mengusapkan tangan kepada beliau dan memberikan burdah (jubah). Yakni burdah yang diberikan rasulullah kepada Ka’ab bin Zuhair. Kemudian Imam Al-Bushiri tersentak, lalu terbangun, melompat dari tempat tidurnya, dan bisa berjalan sehingga sakit yang dideritanya tidak terasa lagi.

Suatu hari Imam Al-Bushiri bertemu dengan seorang faqir (orang sufi), dia berkata: “Aku mengharapakan engkau memberiku kasidah yang isinya memuji nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam!, kemudian Imam Al-Bushiri menjawab: “kasidahku?, yang mana?”. Lalu seorang faqir itu berkata: “kasidah yang engkau tulis saat engkau sakit”, lalu seorang faqir tersebut menyebut awal kasidah burdah tersebut dan berkata: ”Demi Allah aku telah mendengarnya tadi malam, kasidah tersebut dihadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam utusan Allah subhanahu wa ta’ala”. Kemudian beliau menulis kasidah burdah dengan judul “alkawakib al-durriyah fi madh khayr albariyyah” (bintang-bintang kemilau dalam memuji makhluk terbaik). kasidah tersebut berisi sanjungan dan ungkapan rasa cinta kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena berhubungan dengan burdah yang diberikan nabi, maka kasidah ini lebih dikenal dengan sebutan kasidah burdah  Kasidah burdah terdiri dari 166 bait, yang setiap baitnya mengandung nilai sastra tinggi, nasihat, peringatan, dan renungan indah yang dapat menyentuh jiwa pembacanya.

Kasidah burdah ditulis pada saat Imam Al-Bushiri berusia kurang lebih 50 tahun, yaitu antara tahun 1260-1268 M. Penulisan Kasidah Burdah merupakan respon terhadap situasai politik, sosial, dan budaya yang terjadi pada masa itu. Pada saat itu terjadi pergolakan politik yang terus menerus, krisis moral, dan pejabat pemerintah yang rakus, mengejar kekuasaan, dan kemewahan. Munculnya kasidah burdah ini, dimaksudkan agar umat Islam pada saat itu mencontoh kehidupan nabi terutama dalam mengendalikan hawa nafsu. Selain itu, kasidah burdah juga dianggap menghidupkan kembali penggubahan syair-syair pujian kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 

Sejarah Singkat Pengarang Qasidah Burdah

Imam Al Bushiri berasal dari Maroko, lahir di Dalash pada bulan Syawal tahun 608 H atau 1211 M dan tumbuh besar di Bushir, sebuah daerah di Mesir. Beliau berasal dari marga bani Habnun di Maghrib (Maroko). Ibunya berasal dari daerah Bushir, sementara dari garis ayahnya tinggal di Dalash. Beliau hidup pada masa transisi perpindahan kekuasan dari dinasti Ayyubiyah ke dinasti Mamluk.

Awal studinya dimulai dengan menghafal al-quran dan ilmu-ilmu Islam yang dididik langsung oleh ayahnya. Selanjutnya beliau memperdalam ilmunya kepada para ulama yang hidup pada zamannya. Beliau pindah ke Kairo dan dan menuntut ilmu di Masjid Syaikh Abd Az-Zahir, disana beliau belajar ilmu agama Islam, bahasa, dan sastra Arab. Beliau berguru kepada banyak ulama diantaranya; Abu Hayyan Atsirudin Muhammad bin Yusuf Al-Ghamathi Al-Andalusi, Syaikh Ibrahim bin Abu Abdillah Imam Al-Bushiri, Fathuddin Abul Fath Muhammad bin Muhammad Al-Umari Al-Andalusi Al-Isybili Al-Mushri. Kairo menjadi tempat tinggal yang panjang bagi Imam Al-Bushiri selama hidupnya, di kota inilah beliau menjadi seorang penyair dan sastrawan yang ulung dan terkenal. Ketekunannya dalam menuntut ilmu membuat Imam Al-Bushiri menguasai banyak ilmu terutama ilmu hadits, fiqih, dan kalam. Hingga Imam Al-Bushiri sempat diangkat menjadi seorang mufti di Mesir atau Waliyul Hisbah (badan pengawas pelaksanaan syariat). Imam Al-Bushiri menganut Madzhab Syafi‘i dalam bidang fiqih, madzhab fiqih mayoritas di Mesir.

Pada saat berusia 40 tahun (1251 M), beliau memulai mempelajari ilmu tasawuf melalui tarekat syadziliyyah dibawah bimbingan Syaikh Abu al-Abbas Ahmad bin Umar bin Muhammad al-Andalusi al-Mursi al-Anshari, salah satu murid Imam As- Syadzily. Ajaran tasawuf yang ditekuni oleh  Imam Al-Bushiri, ternyata sangat berpengaruh terhadap pola pemikiran dan karya sastra pada kehidupan beliau. Salah satu pengaruh ajaran tasawuf yang digeluti Imam Al-Bushiri terhadap sentuhan karya sastra sajaknya yang sangat fenomenal terutama dalam sajak-sajak pujian kepada nabi. Salah satu karya sastra sajaknya yang fenomenal dan melegenda, yaitu kasidah burdah. Keampuannya dalam ilmu bahasa dan sastra Arab, membuat beliau sangat produktif dalam membuat syair. Syair-syair yang dibuat oleh Imam Al-Bushiri diakui memiliki nilai sastra yang sangat tinggi.

Pengaruh tasawuf yang dianutnya juga membuat Imam Al-Bushiri menjadi orang yang zuhud, menjauhi perbuatan buruk, tawadlu, dan murah senyum. Hal ini membuat Imam Al-Bushiri disegani dikalangan para sufi terutama kalangan tarekat syadziliyyah dan menempatkan beliau sebagai salah  seorang tokoh hebat dikalangan mereka dan seorang sufi yang telah mendapatkan maqam tinggi dalam taswuf. Beliau juga mempunyai beberapa murid yang terkenal diantaranya; Imam Abu Hayyan, Imam al-Ya’muri Abul Fath ibn Sayyidin Nass, al-‘Izzu ibn Jama’ah dan lainnya.

Selain shalawat Burdah, Imam Al-Bushiri juga membuat beberapa syair tentang pujian kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diantaranya; Al-Hamziyyahfi al-Mada’ih an-Nabawiyyah, Al-Haiyyah, Al-Daliyyah, Tahdzibul Alfad al-A’miyah,  Al-Qasidah al-Muhammadiyyah, Dzakhr al-Ma’ad fi wazn Banat Su’ad, dan Al-Qasidah al-Mudhariyyah fi ash-shalah ‘ala khair al-Bariyyah. Karya lain yang berisi ekspresi kebahagiaan, pujian dan kritik terhadap seseorang diantaranya; kitab al-Masyib, Asy ba’d Maut, Mustakhdimun wa syayathin, dan Fadhluk Awwal.

Imam Al-Bushiri mengarungi kehidupannya selama sekitar 87 tahun, pada tahun 696 H atau 1298 M. Imam Imam Al-Bushiri menghembuskan nafas terakhirnya di kota Iskandariyah, Mesir. Beliau dimakamkan di dekat makam gurunya, yaitu Syaikh Abu al-Abbas al-Mursi.

 

Fadhilah Shalawat Burdah

Kasidah Burdah merupakan karya sastra yang sangat fenomenal dan mendapat perhatian besar dikalangan masyarakat luas karena memiliki sastra tingkat tinggi dan pesan-pesan etika untuk umat manusia. Hal ini dibuktikan dengan tersebarnya qasidah burdah ini ke seluruh penjuru bumi dari timur ke barat. Banyak para ulama yang mensyarah qasidah burdah ini, diantaranya; Imam Syaburkiti, Imam Baijuri, Syeikh Ali bin Muhammad Al-Busthami Asy-Syahirwadi, Badruddin Muhammad bin Muhammad Al-Ghuzza, Muhyi ad-din Ahmad bin Musthafa (Syeikh Zadah), Bahr bin Rais bin Al-Haruti Al-Maliki, Ubaidillah bin Ya’qub Ash-Shawi, Hisam ad-din Hasan bin Abbas, Syaraf ad-din Al-Bazdi, Muhammad bin Abd Ar-Rahman Az-Zamrodi, Jamal ad-Din Abdallah bin Yusuf, Kamal ad-Din Al-Huwarizmi, Zainuddin Khalid bin Abdillah Al-Azhari, Jalal Ad-Din Al-Mahalli, Ahmad bin Muhammad bin Abu Bakar, Khair ad-Din Khidhir bin Umar Al-‘Athufi, Ibnu Habib Al-Halabi, Muhammad bin Ahmad bin Marzuq At-Tilmisani, dan ulama yang lainnya, ada sekitar 20 ulama yang memberi komentar terhadap kasidah burdah ini. kasidah burdah ini juga telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa diantaranya; Persia, Melayu, Turki, Urdu, Punjabi, Shawili, Itali, Jerman, Inggris, dan Prancis.

Shalawat burdah banyak dibacakan di berbagai wilayah di dunia, misalnya di sejumlah masjid-masjid besar di Mesir, diantaranya di masjid Imam Al-Bushiri di Iskandariyyah, masjid Imam husain, masjid Tarekat Ja’fariyyah, masjid siti zainab di Kairo, dan di Al-Azhar. Selain di Mesir, kasidah burdah juga banyak dibacakan dan dikaji diberbagai negara seperti di Yaman, maroko, Indonesia, dan lainnya.

Sulthonul ‘Ilmi Al-Habib Salim bin Abdullah Asy-Syathiri menyebutkan fadhilah kasidah Burdah ini sangat mujarab untuk mengabulkan hajat-hajat kita dengan izin Allah. Menurut beliau terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu memliki sanad ke Imam Busyiri, dan mengulangi bait ‘maulaya sholli wa sallim…’, berwudhu, menghadap kiblat, memahami makna bait-bait, dibaca dengan himmah (semangat) yang besar, beradab, memakai wewangian. Selain itu, Burdah juga diartikan sebagai bur’ah yang berarti syifa (kesembuhan). Maka dari itu, fadilah lain dari shalawat burdah juga dapat dijadikan sarana atau wasilah untuk menyembuhkan berbagai penyakit.

Kasidah burdah mengajarkan umat manusia untuk selalu mencintai dan merindukan nabi Muhammad shallallhu ‘alaihi wa sallam dengan cara mengikuti perilaku nabi seperti bersikap taat beribadah, menjauhi maksiat, zuhud, tawadlu, jujur, qana’ah, sabar, bijaksana, sopan santun, saling toleransi, amanah, saling mengasihi, rendah hati, dermawan, bersikap lemah-lembut, tidak putus asa, mampu mengendalikan hawa nafsu, dan  yang lainnya. Wallahu a’lam.