Terma Asing atau Liyan, Mengapa Tidak?

 
Terma Asing atau Liyan, Mengapa Tidak?

LADUNI.ID, Jakarta - Saat aku diminta bicara dalam forum merespon pemberian gelar Profesor untuk seorang teman, aku mengatakan: “Sebagian kita masih terjebak pada pandangan dikotomistik antara Islam vs non-Islam, antara bahasa Arab vs non-Arab. Aku vs Dia atau kami vs mereka.“

Banyak di antara kita yang menolak istilah/ terma hanya karena ia bahasa asing, bukan Arab. Mereka mencurigai istilah-istilah itu menyimpan misi tersembunyi "liyan" yang akan merusak dan menghancurkan moral "kita". Misalnya Gender, Feminisme, Hermeneutik, Demokrasi, Human Right, dan lain-lain. Mereka akan menerima dengan senang hati jika dikatakan: Nisaiyah, Rujuliyah, Ta'wil, Syura, al-Huquq al-Insaniyah, dan lain-lain.

Bukan hanya itu, bahkan ada yang perlu mengganti aku, saya, anda, saudara atau saudari atau kalian, dengan : ana, anta/anti, akhi, ukhti, antum dan lain-lain.

لا مشاحة فى الاصطلاح

La Musyahata fi al-Isthilah”. Secara literal ungkapan ini berarti istilah/bahasa tidak pelit".

Oleh karena itu, maka:

لا ينبغي أن يمنع أحدٌ أحدًا أن يستعمل اصطلاحا معينا في معنى معين، إذا بين مراده بهذا الاصطلاح،

“Tidak seyogyanya seseorang melarang orang lain menggunakan suatu istilah tertentu untuk memberi makna sesuatu, jika dia menjelaskan maksudnya.”

Seorang ulama besar mengatakan:

ينبغی لنا ان لا نستحي من استحسان الحق واقتناء الحق من اين اتی وان اتی من الاجناس القاصية عنا والامم المباينة .

Seyogyanya kita tidak merasa malu menerima dan memetik suatu kebenaran dari manapun ia berasal meski dari bangsa-bangsa yang jauh dan berbeda dari kita.

Ulama lain yang bijak bestari mengatakan:

فما كان موافقا للحق قبلنا منهم وسررنا به وشكرنا عليه وما كان منها غير موافق للحق نبهنا عليه وحذرنا منه وعذرنا هم. (ابن رشد).

Bila pandangan orang lain itu benar, kita menerimanya, kita senang dan berterima kasih. Jika tidak sesuai dengan kebenaran, kita mengingatkan, dan menerima maafnya.

 

*) Oleh KH Husein Muhammad