Ini Penjelasan Fiqh yang Tak Dipahami Pengasong Khilafah

 
Ini Penjelasan Fiqh yang Tak Dipahami Pengasong Khilafah

LADUNI.ID, Jakarta - “Ilmu fiqh berapa perempat?”. Itulah soal dari Syekh `Amr al-Wardani hafizhahullah di dars beliau, ba`da dars bersama Syekh Ali Jum`ah, di Masjid Fadhil, jum`at 7 oktober 2016 M. Semua yang dengar soal itu kaget dan bingung, maksud beliau apa?

Beliau pun menjawab: “Ya empatlah, kalau tidak hafal ya ‘mayyiz’!” (bedakan/fahami soal: berapa perempat ya berarti berapa dari 4 bagian).

Ilmu Fiqh terbagi 4 bagian:

  1. Ibaadaat: semua yang dibahas setelah syahadatain dalam rukun Islam; shalat, puasa, zakat dan haji bagi yang mampu.
  2. Mu`aamalaat: membahas tentang berbagai bentuk interaksi antara umat manusia.
  3. Munaakahaat: membahas tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan: pernikahan, perceraian dan sebagainya.
  4. Jinaayaat: yang berhubungan dengan permasalahan pelanggaran hak dan berbagai tindakan penyelesaiannya.

Orang yang sibuk mengobarkan semangat awam yang mereka sebutkan sebagai perjuangan menegakkan syariat (“Negara Islam”, “khilafah” dsb.) mereka hanya sibuk memperbincangkan tentang pemberlakuan beberapa hadd (hukuman) atas beberapa tindakan menyimpang yang dibahas dalam bagian jinayaat; sebenarnya mereka itu hanya sibuk membahas sebagian kecil dari bagian ke-4 dari bagian Fiqh.

“Syari`at itu sangat luas, tidak hanya beberapa hukuman yang mereka sebutkan dengan lantang. Sayyiduna Umar r.a. sendiri tidak memberlakukan hadd pada masa krisis ekonomi atau adanya syubhah”.

Perkataan Syekh `Amr ini jadi mengingatkanku pada komentarku dan Ka Habibah Djunaidi di dars Syekh Emad Effat rahimahullah di al-Azhar, kami menyebutkan bahwa Negara Indonesia bukan Negara Islam karena ada beberapa perkara syariat yang tidak dipakai dalam perundangan Negara Indonesia atau karena adanya praktik yang menyimpang (kayaknya kami sedikit terpengaruh dengan ucapan beberapa teman HTI yang suka meneriakkan keinginan membentuk khilafah dan tuduhan bahwa Negara Indonesia menganut hukum thaghut dan lain-lain yang sulit difahami).

Saat itu Syekh Emad Effat rahimahullah sangat marah dan mengatakan: “Ketidakpemberlakuan beberapa hukum syariat (hadd dan lain-lain) dalam sebuah Negara muslim tidak mengeluarkannya dari hitungan sebagai Negara Islam”.

Kami jawab: "Bukankah Indonesia juga bukan negara yang di-"fath" (dibuka) oleh tentara Islam?"

Dijawab Beliau rahimahullah: "Masuknya suatu negara/daerah ke dalam wilayah Islam, bukan hanya lewat perang. Bisa dengan kesadaran penduduk daerah itu untuk melaksanakan ajaran Islam".

Tentang beberapa hadd: pada Kitab Asy-Syifaa bi Ta`Riif Huquuq, al-Mushtafaa membahas tentang hukuman yang dilimpahkan pada seseorang yang menghina “muqaddasaat” (sesuatu yang kita sucikan, seperti: Allah SWT, para Rasul-Nya, kitab-Nya).

Pada bagian itu disebutkan tentang begitu ganasnya hukuman yang layak diberikan pada orang-orang yang kurang ajar terhadap muqaddasaat kita; jadi , menurutku, suatu kewajaran bagi kita merasa tidak terima terhadap kelakuan orang yang kurang beradab.

Pada saat membahas bagian itu dalam pelajaran pagi di Masjid al-Azhar, Syekh Ali Jum`ah hafizhahullah menceritakan bahwa begitu marahnya seseorang, biasanya hakim dari madzhab asy-Syafi`i mengalihkan permasalahan ke hakim yang bermadzhab Maliki karena di madzhab Maliki hukumannya lebih berat lagi.

Sementara Syekh Usamah al-Mansii hafizhahullah yang bermadzhab fiqh Maliki ketika menjelaskan bagian yang sama di madhyafah Syekh Ali Jum`ah: menjelaskan dan memperingatkan bahwa hukuman itu hanya di tangan hakim yang berwenang.

Jangan coba-coba mengeluarkan hukuman seperti yang kalian baca di kitab. Karena pemberlakuan hadd juga perlu melihat kondisi masyarakat sekarang. Apa yang pantas dilakukan untuk menarik cinta dan perhatian umum pada Islam. Apalagi kita di zaman yang dengan mudah orang menuduh pihak lain atas nama pelanggaran hak azasi manusia. Jadi perlu dipelajari dan ditinjau secara baik dari berbagai sisi.

Tulisan ini hanya salah satu bentuk syukur pada Allah SWT yang mempertemukanku pada masyayikh yang dengan penuh ikhlash mengajarkan anak didik mereka tentang keindahan agama Islam dan keindahan ar-Rasul al-Kariim ﷺ Sang Pembawa ajaran yang sempurna.

(Hilma Rosyida Ahmad)