Memaknai Hidup Menjalani Takdir

 
Memaknai Hidup Menjalani Takdir
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Manusia yang dilahirkan telah ditentukan kapan matinya dan cara hidupnya. Karena itu, bisa dikatakan bahwa kita hidup dengan menjalankan auto pilot dari Allah. Kenapa bisa demikian?

Berikut penjelasannya dari awal:

ﻋَﻦْ ﺃَﻧَﺲِ ﺑْﻦِ ﻣَﺎﻟِﻚٍ ﻋَﻦِ اﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺎﻝَ: ﺇِﻥَّ اﻟﻠﻪَ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ ﻭَﻛَّﻞَ ﺑِﺎﻟﺮَّﺣِﻢِ ﻣَﻠَﻜًﺎ، ﻳَﻘُﻮْﻝُ: ﻳَﺎ ﺭَﺏِّ ﻧُﻄْﻔَﺔً، ﻳَﺎ ﺭَﺏِّ ﻋَﻠَﻘَﺔً، ﻳَﺎ ﺭَﺏِّ ﻣُﻀْﻐَﺔً، ﻓَﺈِﺫَا ﺃَﺭَاﺩَ ﺃَﻥْ ﻳَﻘْﻀِﻲَ ﺧَﻠْﻘََﻪُ ﻗَﺎﻝَ: ﺃَﺫَﻛَﺮٌ ﺃَﻡْ ﺃُﻧْﺜَﻰ، ﺷَﻘِﻲٌّ ﺃَﻡْ ﺳَﻌِﻴْﺪٌ، ﻓَﻤَﺎ اﻟﺮِّﺯْﻕُ ﻭَاﻷَﺟَﻞُ، ﻓَﻴُﻜْﺘَﺐُ ﻓِﻲ ﺑَﻄْﻦِ ﺃُﻣِّﻪِ

"Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda: Allah memerintahkan malaikat yang dipasrahkan dengan kandungan. Malaikat berkata: 'Ya Tuhanku, ini sudah jadi sperma. Ya Tuhanku, ini sudah jadi segumpal darah. Ya Tuhanku, ini sudah jadi segumpal daging.' Ketika hendak dicatat takdirnya, Malaikat bertanya: 'Apakah janin ini laki-laki atau perempuan? Orang yang celaka atau beruntung? Bagaimana rezeki dan ajalnya? Lalu dicatat takdirnya dalam kandungan ibunya.'" (HR Bukhari)

Dari Hadis di atas, dengan demikian bukankah kita cukup berpangku tangan tinggal menjalankan takdir?

Nanti dulu. Anggapan yang demikian ini tidak bisa dibenarkan. Para ulama kita yang membidangi ilmu aqidah membagi ketentuan Allah (Qadha') menjadi dua istilah. Pertama, ketentuan yang bisa berubah (Qadha' Mu'allaq). Kedua, ketentuan yang tidak bisa berubah (Qadha' Mubram).

Pada jenis keِtentuan pertama itu adalah sebagaimana yang dimaksud dalam beberapa Hadis, di antaranya adalah berikut ini:

لَا ﻳُﺮَﺩُّ اﻟْﻘَﻀَﺎءُ ﺇِلَّا اﻟﺪُّﻋَﺎءُ ﻭَلَا ﻳَﺰِﻳْﺪُ ﻓِﻲ اﻟْﻌُﻤْﺮِ ﺇلَّا اﻟْﺒِﺮُّ

"Tidak ada yang dapat menghindar dari ketentuan Allah kecuali doa. Dan tidaklah dapat menambah usia kecuali berbuat kebaikan." (HR. Tirmidzi)

Jadi, kita juga harus memahami bahwa dalam menjalani hidup di dunia ini kita telah dibekali oleh Allah berupa kemampuan ikhtiar atau berupaya dan berdoa. Misalnya, ketika kita ingin panjang umur maka dianjurkanlah dalam memperbanyak silaturrahim sebagaimana dalam Hadis yang sudah populer, di antaranya adalah berikut ini:

ﻋَﻦْ ﺃَﻧَﺲِ ﺑْﻦِ ﻣَﺎﻟِﻚٍ ﺭَﺿِﻲَ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ، ﻗَﺎﻝَ: ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺭَﺳُﻮْﻝَ اﻟﻠﻪُ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ، ﻳَﻘُﻮْﻝُ: ﻣَﻦْ ﺳَﺮًّﻩُ ﺃَﻥْ ﻳُﺒْﺴَﻂَ ﻟَﻪُ ﻓِﻲ ﺭِﺯْﻗِﻪِ، ﺃَﻭْ ﻳُﻨْﺴَﺄُ ﻟَﻪُ ﻓِﻲ ﺃَﺛِﺮِﻩِ، ﻓَﻠْﻴَﺼِﻞْ ﺭَﺣِمَهُ

"Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda: 'Barang siapa senang diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah kekerabatannya." (HR. Bukhari)

Dalam menguraikan makna Hadis "memanjangkan umur" tersebut, Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqalani memberi gambaran dalam Kitab Fathul Bari bi Syarhil Bukhari, sebagaimana berikut: 

 ﻛَﺄَﻥْ ﻳُﻘَﺎﻝَ ﻟِﻠْﻤَﻠَﻚِ ﻣَﺜَﻼً ﺇِﻥَّ ﻋُﻤْﺮَ ﻓُﻼَﻥٍ ﻣِﺎﺋَﺔً ﻣَﺜَﻼً ﺇِﻥْ ﻭَﺻَﻞَ ﺭَﺣِﻤَﻪُ ﻭَﺳِﺘُّﻮْﻥَ ﺇِﻥْ ﻗَﻄَﻌَﻬَﺎ ﻭَﻗَﺪْ ﺳَﺒَﻖَ ﻓِﻲ ﻋِﻠْﻢِ اﻟﻠﻪِ ﺃَﻧَّﻪُ ﻳَﺼِﻞُ ﺃَﻭْ ﻳَﻘْﻄَﻊُ ﻓَﺎﻟَّﺬِﻱْ ﻓِﻲ ﻋِﻠْﻢِ اﻟﻠﻪِ ﻻ ﻳَﺘَﻘَﺪَّﻡُ ﻭَﻻَ ﻳَﺘَﺄَﺧَّﺮُ ﻭَاﻟَّﺬِﻱْ ﻓِﻲ ﻋِﻠْﻢِ اﻟْﻤَﻠَﻚِ ﻫُﻮَ اﻟَّﺬِﻱْ ﻳُﻤْﻜِﻦُ ﻓِﻴْﻪِ اﻟﺰِّﻳَﺎﺩَﺓَ ﻭَاﻟﻨُّﻘْﺺَ ﻭَﺇِﻟَﻴْﻪِ اﻹِﺷَﺎﺭَﺓُ ﺑِﻘََﻮْﻟِﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻳَﻤْﺤُﻮْ اﻟﻠﻪُ ﻣَﺎ ﻳَﺸَﺎءُ ﻭَﻳُﺜْﺒِﺖُ ﻭَﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺃُﻡُّ اﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ، ﻓَﺎﻟْﻤَﺤْﻮُ ﻭَاﻹِﺛْﺒَﺎﺕُ ﺑِﺎﻟﻨِّﺴْﺒَﺔِ ﻟِﻤَﺎ ﻓِﻲ ﻋِﻠْﻢِ اﻟْﻤَﻠَﻚِ ﻭَﻣَﺎ ﻓِﻲ ﺃُﻡِّ اﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﻫُﻮَ اﻟَّﺬِﻱْ ﻓِﻲ ﻋِﻠْﻢِ اﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻓَﻼ ﻣَﺤْﻮَ ﻓِﻴْﻪِ ﺃَﻟْﺒَﺘَﺔَ ﻭَﻳُﻘََﺎﻝُ ﻟَﻪُ اﻟْﻘَﻀَﺎءُ اﻟْﻤُﺒْﺮَﻡُ ﻭَﻳُﻘَﺎﻝُ الْاَوَّلُ اﻟْﻘَﻀَﺎءَ اﻟْﻤُﻌَﻠَّﻖَ

"Semisal dikatakan kepada Malaikat bahwa umur si Fulan adalah 100 tahun jika ia bersilaturrahim, dan ia sampai umur 60 tahun jika memutus silaturrahim. Dan Allah telah lebih dulu tahu si Fulan tadi orang yang bersilaturrahim atau memutus silaturrahim. Maka, dalam ilmunya Allah ketentuan Fulan tersebut tidak bisa dimajukan dan tidak bisa ditunda. Sedangkan dalam catatan ilmu malaikat masih bisa ditambah atau dikurangi. Inilah yang dimaksud dalam firman Allah: 'Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya lah terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfudh).' (QS. Ar-Ra'd: 39). Jadi, yang bisa dihapus dan ditetapkan adalah ketentuan yang ada dalam catatan malaikat (disebut Qadha' Mu'allaq), sementara dalam catatan Allah tidak bisa diubah sama sekali (disebut Qadha' Mubram)."

Maka perlu diperhatikan, jika kita hanya berkeyakinan bahwa manusia tidak dapat berbuat apa-apa karena semua telah ditetapkan oleh Allah, maka kita terjebak dalam paham Jabbariyah. Dan jika sampai berkeyakinan bahwa manusialah yang menciptakan perbuatannya dan Allah tidak mengetahui apa yang diperbuat manusia, maka kita terjebak pada paham Qadariyah. Sedangkan aliran moderat dalam Islam, yakni Ahlussunah wal Jama'ah berkeyakinan, bahwa Allah memang telah menetapkan ketentuan dan takdir, akan tetapi Allah pada saat yang juga telah memberikan bekal kemampuan kepada hamba-Nya berupa ikhtiar, berupaya dan berdoa. Wallahu A'lam. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 19 Oktober 2020. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Ustadz Ma’ruf Khozin

Editor: Hakim