Mengkaji Akar-Akar Konflik Sosial

 
Mengkaji Akar-Akar Konflik Sosial
Sumber Gambar: unhcr.org, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam acara Kokosan (Kongkow-kongkow Kemisan) yang mendiskusikan buku, aku hadir. Pesertanya adalah para mahasiswa Institute Studi Islam Fahmina (ISIF) dan komunitas Lintas Keyakinan. Agenda tersebut berlangsung pada siang Kamis, 22 Januari 2015, di Padepokan Marzuki Wahid.

Seorang mahasiswa bernama Rohmat Devida, mempresentasikan makalah hasil telaah Buku Etika Global dan Pluralisme karya Hans Kung. Buku ini sangat popular. Isinya sangat relevan dalam konteks hari ini. Ia bicara soal konflik sosial. Agama disebut sebagai salah satu pemicunya. Dulu (mungkin masih terjadi sampai sekarang di sejumlah tempat) ada kasus Poso. Dan sekarang banyak sekali contohnya. Lalu dari sini muncul banyak pertanyaan, salah satunya adalah: Apakah benar agama menjadi salah satu pemicu konflik?

Perdebatan begitu seru. Dan aku diberi kesempatan terakhir untuk bicara. Pertama-tama aku mengapresiasi Devida, pemakalah. Dia sudah mempresentasikannya dengan baik dan memahami inti bukunya. Dan aku berharap dia terus membaca dan belajar Bahasa Inggris.

Lalu aku mengatakan dan menguraikan begini:

Isu ini selalu didiskusikan sepanjang zaman. Pada abad 20 perdebatan berlangsung antara Muhammad Abduh dan Farah Anton. Keduanya bilang bahwa konflik sosial atau antarmanusia, sejatinya tidak didasarkan atas agama. Dengan kata lain, bahwa agama, semua agama, hakikatnya memang tidak dihadirkan untuk memusuhi orang, tidak untuk perang. Tetapi yang ada dan terjadi adalah orang menggunakan agama, atau mengatasnamakan agama dan atau moralitas. Agama, semua agama, justru hadir untuk mewujudkan kasih sayang dan cinta.

Hans Kung mengajukan etika yang dianut agama-agama sebagai berikut; “Perlakukanlah orang lain sebagaimana engkau ingin diperlakukakan”. Dengan kata lain, ini disebut "ethic of reciprocity" atau "tabadul", yakni berarti "kesalingan". Demikian pula, Karen Armstrong menggagas dan memimpin gerakan sekaligus mengkampanyekan semangat prinsip “Charter for Compassion”. Salah satu butirnya adalah; “Prinsip kasih sayang yang bersemayam di lubuk hati setiap agama, kepercayaan, etika dan tradisi spiritual mengimbau kita untuk selalu memperlakukan orang lain sebagaimana kita sendiri ingin diperlakukan”.

Lalu jika konflik sosial atau antar manusia bukan dari agama, semua agama, maka dari manakah ia berakar?

Menanggapi pertanyaan ini, aku menjawabnya dengan meringkas dialog antara Abduh dan Farah Anton dalam Buku Ibnu Rusyd wa Falsafatuh”.

Di dalam buku tersebut akar-akar konflik antarmanusia terjadi sebab beberapa hal, sebagaimana disebutkan berikut ini:

اُصُوْلُ النِّزَاعِ بَيْنَ الْبَشَرِ:

1. اَلْمَسَائِلُ السِّيَاسِيَةُ: أَنَّ النِّزَاعِ بَيْنَ الْبَشَرِ فِى الْمَاضِى وَالْحَاضِرِ إِنَّمَا هُوَ الْمَسَائِلُ السِّيَاسِيَةُ. وَغَرْضُهَا الْاَكْبَرُ هُوَ تَكْوِيْنُ الْوَحْدَةِ

2. اَلْخَوْفُ مِنَ الْاُمُوْرِ الْجَدِيْدَةِ الَّذِى يُسَمُّوْنَهُ "البدعة"

3. اِسْتِيْلَاءُ الْجَهَلَةِ عَلَى الْحُكُوْمَةِ

4. عَدَمُ تَمَكُّنِ عَقَائِدِ الْحُكَّامِ مِنْ قُلُوْبِهِمْ

5. اَلْمَبَادِئُ الْمَادِيَةُ: "إِنَّ الْعَدُوَّ الْحَقِيْقِىَّ لِلْاِسْلَامِ وَالْمَسِيْحِيَّةِ وَالْيَهُوْدِيَّةِ وَالْبُوْذِيَّةِ وَغَيْرِهَا هُوَ الْمَبَادِئُ الْمَادِيَةُ"

6. اَلْاَنَانِيَّةُ وَالتَّكَبُّرُ

Akar-akar konflik antarmanusia:

1. Perebutan kekuasaan politik  dalam rangka penyeragaman kehendak diri (Al-Masail As-Siyasah li Takwin Al-Wahdah). Ini berlangsung sepanjang zaman.

2. Ketakutan terhadap hal-hal baru

3. Ketidakpahaman mainstream pada oknum-oknum penguasa

4. Keyakinan penguasa yang tidak kokoh dan ragu-ragu

5. Paham materialisme-pragmatis yang menyebar luas. Ini adalah musuh sebenarnya dari agama-agama, Islam, Nasrani, Yahudi, Budha dan lain-lain.

6. Egoisme dan arogansi.

Demikianlah beberapa hal yang selalu rentan memicu terjadinya konflik sosial. Diskusi masih berlanjut sembari mengamati kehidupan yang terus berjalan. 

Adalah kesadaran diri yang dapat mengantisipasi potensi di atas terjadi. Kesadaran bahwa tugas manusia adalah untuk menebarkan kasih sayang di antara sesama, bukan saling membenci dan selalu memelihara konflik. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 26 Januari 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: KH. Husein Muhammad

Editor: Hakim