Ketika Ilmu Hilang di antara Selangkangan Wanita

 
Ketika Ilmu Hilang di antara Selangkangan Wanita
Sumber Gambar: Pixabay, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Kitab "Al-Ulama' Al-'Uzzab Al-Ladzina Atsarul-'Ilma 'ala Az-Zawaj" karya Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddat, adalah kitab yang membahas tentang para ulama yang memilih "jomblo" seumur hidup demi Isytighal (menyibukkan diri) untuk mencari ilmu. Dalam Kitab ini tercatat ada sembilan belas ulama laki-laki yang menjomblo dan satu ulama perempuan.

Kemudian di dalamnya diuraikan pembahasan panjang terkait dengan berbagai alasan dan tanggapanya. Di antara keterangan tersebut berikut ini ringkasannya.

Dari sekian ulama yang memilih menjomblo seumur hidup ternyata tidak lepas dari kritikan ulama lain yang berbeda status. Di antara kritikan yang dilontarkan berbunyi sebagaimana berikut ini;

فَمَاالَّذِي حَدَا ِبهِمْ إِلَى تَرْكِ الزَّوَاجِ؟ مَعَ أَنَّهُمْ لَا يَجْهَلُوْنَ أَحْكَامَ النِّكَاحِ وَالْمُرَغَّبَاتِ فِيْهِ بَلِ الْفُقَهَاءُ مِنْهُمْ قَرَّرُوْهَا فِي كُتُبِهِمْ وَمُؤَلَّفَاتِهِمْ

"Bagaimana mungkin mereka tidak menikah? Sedangkan mereka tau akan hukum menikah dan anjuran-anjurannya, bahkan mereka menulis itu di dalam kitabnya masing-masing." (Al-Ulama' Al-'Uzzab, Beirut, Maktabah An-Nahdloh, 1982 M/1402 H., hlm. 09)

Sepintas kritikan ini sangat masuk akal sekali. Boleh jadi dibilang "Senjata makan tuan." Namun kritikan itu mudah disangkal. Pasalnya, bagaimana mungkin ulama sekaliber Imam Nawawi Shohibul Majmu' tidak menikah secara cuma-cuma dan tidak dengan penuh pertimbangan.

Menurut Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddat, "Itu adalah cara yang dipilih oleh mereka dengan ilmu mata Bashirah, dan itu hak mereka. Meski demikian, mereka tidak mengajak orang lain untuk mengikuti jejaknya, begitupun tidak ada orang yang mengatakan bahwa meninggalkan nikah adalah suatu madzhab ulama dalam agama." (Al-Ulama' Al-'Uzzab, Beirut, Maktabah An-Nahdloh, 1982 M/1402 H., hlm. 09)

Alasan para ulama memilih menjomblo seumur hidup adalah karena bagi mereka memiliki istri, apalagi sudah memiliki anak, itu hanya akan menjadi penghalang dalam mencari ilmu dan beribadah kepada Allah SWT. Sehingga nantinya mereka akan repot mengurusi segala hal yang berkaitan dengan keluarganya. Sebagaimana dikatakan;

وَلَا يُمْكِنُ أَحَدٌ مِنَّا أَنْ يُنْكِرَ أَنَّ الْعَلَائِقَ إِذَا كَثُرَتْ شَغَلَتْ عَنِ الْعِلْمِ وَتَحْصِيْلِهِ وَعَلَائِقِ الزَّوْجِ وَالزَّوْجَةِ وَالْأَوْلَادِ وَأَمَّا إِلَيْهَا مِنْ أَقْوَى الشَّوَاغِلِ

"Tidak ada satupun orang yang mengingkari bahwa semakin banyak kerepotan maka semakin menjadi penghalang bagi ilmu. Sedangkan istri dan anak-anak merupakan penghalang yang paling besar."

Begitulah persepsi mereka sehingga ia lebih memilih untuk tidak menikah seumur hidup. Apalagi pernikahan yang sebenarnya hanya lebih pada kenikmatan duniawi semata. Selaras dengan persepsi mereka adalah perkataan Imam Bisyrun Al-Hafi yang di nukil oleh Imam Ali al-Qari dalam kitabnya "Al-Mashnu' fi Ma'rifah Al-Hadis Al-Maudlu'."

ِضَاعَ الْعِلْمُ فِي أَفْخَاذِ النِّسَاء

"Ilmu akan tersiakan di dalam selangkangan wanita."

Artinya, memang nikah yang di antara tujuannya adalah kenikmatan di antara selangkangan wanita itu benar-benar menjadi penghalang bagi ilmu. Karena seperti apa yang sudah di jelaskan di atas, isytighal (sibuk) manusia di dalam mencari ilmu akan terbagi dengan kebutuhan-kebutuhan yang berhubungan dengan rumah tangga.

Imam Nawawi mempunyai adagium masyhur yang sering dijadikan jargon di kalangan para santrinya;

ِذُبِحَ الْعِلْم ُبَيْنَ أَفْخَاذِ النِّسَاء

"Ilmu disembelih di antara selangkangan wanita."

Para santri Imam As-Suyuthi tak mau kalah dengan menanggapi kembali adagium An-Nawawi dengan jargon masyhur dari Imam As-Suyuthi sendiri;

ِيَعِيْشُ الْعِلْمُ بَيْنَ أَفْخَاذِ النِّسَاء

"Ilmu akan hidup di antara selangkangan wanita."

Tentu kedua Imam besar ini sudah benar dalam masing-masing prinsipnya, sesuai derajat dan kondisi keduanya.

َّأَمَّا النَّوَاوِي فَاخْتِيَارُهُ الْعُزْبَ لِسَبَبٍ قَوِيٍّ اَلَّذِي هُوَ أَهَمُّ مِنَ التَّزْوِيْجِ، لِلْعِلْمِ. حَتّى قِيْلَ لَهُ لَوْلَا النَّوَاوِيْ لَمَا عَرَفْنَا مَذْهَبَ الشَّافِعِي

"Imam Nawawi memilih tidak menikah karena perihal yang dianggapnya jauh lebih penting daripada sekedar menikah, yaitu demi ilmu. Karenanya tak berlebihan jika kemudian muncul pernyataan; 'Andai tidak ada Imam Nawawi kita tak akan kenal madzhab Syafi'i.'"

وَأَمَّا السُّيُوْطِي فَاخْتِيَارُهُ لِلزَّوَاجِ عَمَلًا بِمُقْتَضَى النَّصِّ وَابْقَاءٍ لِلْعُلُوْمِ بِالتَّنَاسُلِ فَلَا يَلِيْقُ أَنْ يُقَالَ "فَلَوْ تَزَوَّجَ النَّوَاوِيُّ لَكَانَ خَيْرًا لَهُ، اَبْقَى الْعُلُوْمَ بِصَحَائِفِ وَالْاَوْلَادِ". لِاَنَّهُ مِنْ سِرِّ الله فِيْهِ، وَهَذَا الْإِمَامُ اَعْلَمُ بِمَا هُوْ أَهَمُّ بِنَفْسِهِ وَدِيْنِهِ. حَتَّى أَنَّهُ يُمْكِنُ لَوْ تَزَوَّجَ ضَاعَ عِلْمُهُ لِلْاِشْتِغَالِ بِالْعِيَالِ وَأَمْثَالِهِ

"Sedangkan Imam As-Suyuthi memilih menikah sebab mengamalkan tuntutan nash dan melestarikan Ilmu dengan regenerasi. Maka tidak pantas membuat pernyataan, "Seandainya Imam Nawawi menikah, maka beliau akan melestarikan ilmu dengan karya serta keturunannya. Karena ini rahasia Allah SWT. Beliau sudah tahu apa yang lebih penting untuk diri dan agamanya. Bahkan boleh jadi seandainya beliau menikah justru ilmunya akan sia-sia sebab akan repot mengurusi hiruk-pikuk rumah tangganya."

Kemudian, pada akhir pembahasan dalam kitab ini dijelaskan; kalau dalam nikah dikatakan, "Aghaddu lil Bashar wa Ahshona lil Farj" (lebih menjaga pandangan dan nafsu farj), maka mereka ulama yang memilih menjomblo akan terlindungi sebab ketakwaannya kepada Allah SWT. Kalau dalam nikah untuk mendapatkan keturunan yang nantinya akan senantiasa mendoakan pada kedua orang tuanya, maka mereka akan senantiasa mendapatkan limpahan pahala sebab kitab-kitabnya yang terus di pelajari oleh manusia. Jadi dari sini cukup sudah perdebatan.

Terakhir, tentunya meskipun mereka para ulama yang memilih di dunia berstatus jomblo, kelak itu bisa jadi tidak berlaku ketika di surga. Karena di surga tidak ada orang yang jomblo. Sebagaimana Hadis yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah di dalam Kitab "Al-Jannah wa Shifati Na'imiha wa Ahliha."

ُوَمَا فِي الْجَنَّةِ أَعْزَب

"Dan di surga itu tidak ada orang jomblo."

Jadi, dengan demikian, setiap orang bebas memilih menjomblo seumur hidup atau tidak sama sekali. Sekian. []


Sumber: Disadur dan dikembangkan dari Kitab "Al-Ulama' Al-'Uzzab Al-Ladzina Atsarul-'Ilma 'ala Az-Zawaj" karya Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddat.

Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 27 Mei 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Ahmad Mo’afi Jazuli

Editor: Hakim