Lalai Wirid Tidak Warid

 
Lalai Wirid Tidak Warid
Sumber Gambar: Pexels/RODNAE Productions/

Laduni.ID Jakarta - Secara kata, Wirid artinya haus, dahaga, mendatangi air untuk meminumnya dan menghilangkan dahaga. Sedang secara istilah, wirid adalah kumpulan doa yang dibaca rutin tiap hari, yang mengandung permohonan tertentu kepada Allah subhanahu wa ta'ala, yang diucapkan berulang-ulang setiap hari, dengan bilangan tertentu dan waktu tertentu.

Baca Juga: Wirid Para Abdal (1): Al-Musabba`at Al-`Asyar

Bacaan wirid yang disusun para ulama sangat beragam, dengan unsur bacaan ma’tsurat (yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits) dan ghairu ma’tsurat (bacaan doa yang disusun oleh ulama-ulama salaf dan para awliya‘) dan lain­nya.

Ahli Wirid

Ahli wirid bisa meningkat ke jenjang lebih tinggi ketika mulai merasakan suasana batin melalui penghayatan terhadap makna dan tujuan wirid.  Jika ahli wirid sudah sampai di maqam terbaik, Syaikh Ibnu `Athaillah As-Sakandari rahimahullah memesankan, "Jangan kita menganggap rendah hamba yang mengamalkan wirid dan ibadah tertentu karena keduanya memiliki kedudukan yg mulia di sisi Allah."

Warid

Syaikh Ibnu Athaillah As,-Sakandari juga berkata : "Jika engkau melihat seorang hamba yang ditetapkan Allah selalu menjaga wiridnya, namun lama ia tidak mendapatkan pertolongan dan kekhususan dari-Nya, jangan sampai engkau meremehkannya hanya karena engkau belum melihat tanda-tanda orang arif atau cahaya indah seorang pencinta Allah pada diri hamba itu. Kalaulah bukan karunia berupa warid, tentu tidak akan ada wirid."

Baca Juga: Wirid Para Abdal (2): Hidhir Pembimbing Sebagian Sufi dan Doa-Doanya

Orang yang konsisten mengamalkan wirid dan sudah sampai ke tingkat penghayatan lebih mendalam terhadap wiridnya, wirid itu berangsur-angsur melahirkan warid. Warid ialah efek positif yang lahir dari pengamalan wirid secara istiqamah. Ibnu `Athaillah menyebut warid itu sebagai pemberian dan hidayah Allah subhanahu wa ta'ala berupa petunjuk, cahaya ilahi, dan kesenangan batin di dalam bertaqarrub kepada-Nya.

Wirid berhubungan sangat erat dengan istilah warid. Warid adalah hidayah yang diturunkan dalam hati seseorang tanpa diminta. Warid adalah pengalaman rohani (pengalaman spiritual) yg dikurniakan Allah subhanahu wa ta'ala kepada hati murid yg mengekali wiridnya. Orang yang melalaikan wirid tidak akan mendapat warid.

Dengan adanya warid ini, maka keyakinan yg ada di hati akan meningkat derajadnya menjadi 'Ainul Yaqin hingga ke derajad Haqqul Yakin. Karena dia sudah membuktikan dengan pengalamannya sendiri mengenai dahsyatnya wirid tsb.

Mendapatkan Warid

Ibnu `Athaillah mengatakan, "Allah memberimu warid untuk menyelamatkanmu dari cengkeraman dunia dan membebaskanmu daripada diperbudak oleh makhluk apa pun." Ia membagi warid ke dalam tiga tingkatan, yaitu :

Baca Juga: Wirid Para Abdal (3): Tentang Imam Ibrahim at-Taimi, al-A’masy dan Ibnu Wabrah

1. Warid yang muncul pada ahli wirid berupa hamba merasa ringan dalam menjalankan ketaatan dan beribadah karena sudah merasa lebih dekat ke hadirat-Nya.

2. Warid yang muncul pada ahli wirid berupa hamba sudah merasakan puncak keikhlasan dan sudah mampu melepaskan diri dari tujuan apa pun selain hanya kepada Allah SWT.

3. Warid yang muncul pada ahli wirid berupa kekuatan untuk melepaskan diri dari sifat-sifat  wujud yang terbatas (sempit) untuk kemudian menyaksikan kebesaran Allah subhanahu wa ta'ala yg tidak terbatas.

Orang yang hatinya telah didatangi warid, akan mengalami perubahan yang luar biasa. Jiwanya akan berasa tenang dan fikirannya tidak lagi kusut-masai. Dia dapat merasakan kelazatan beribadat dan berdzikir. Warid yg masuk ke dalam hati, menghancurkan sifat2 yg keji dan melahirkan sifat-sifat  yang terpuji.

Pengarang kitab Al-Qirthas Syarhu Ratibulal ‘Aththas, Al-Imam Al-Quthb Shohibul Masyhad Al-Habib Ali bin Hasan Al-Aththas Ba'alawi rahimahullah (wafat 1172 H / 1758 M) mendefinisikan warid sbg sesuatu yg datang kepada bathin se­orang hamba, yang terdiri dari perasa­an yang amat halus, cahaya, sirr (raha­sia), dan kasyaf (penguakan akan tabir-tabir), hingga hatinya merasa lapang, tenang, ber­mandikan cahaya Ilahiyah dan raha­sia-Nya.

Warid sudah menjadi semacam cahaya Tuhan (Nur Allah) yang memantul mengendalikan diri dalam batin dan pikirannya sehingga kekuatan itu menjadi perisai terhadap berbagai kemungkaran.

Baca Juga: Wirid Para Abdal (4): Doa Allohummarham Ummata Muhammad dan Tashbih al-`Aliyyid Dayyân

Menurut Ibnu `Athaillah, wirid paling tinggi ialah "Allah memberimu warid untuk melepaskanmu dari penjara wujudmu ke alam syuhud (penyaksian)." Warid ini sudah sampai ke tingkat penyingkapan (maqam syuhud atau mukasyafah). Jika seseorang sudah sampai di maqam ini, ia meraih ketenangan batin dan sudah terbebas dari teriakan atau bisikan dunia. Kalaupun sempat, ia segera kembali.

Orang-orang  yang sudah memperoleh warid dengan sendirinya orang itu memiliki kepribadian zuhud, dalam arti tidak lagi akan didikte oleh kepentingan dunia. Dia sudah diberi kemampuan untuk memilki dirinya sendiri tanpa bergantung pada kekuatan makhluk. Baginya, cukup dengan kasih sayang Allah subhanahu wa ta'ala.
---------
Oleh: Al-Faqir Ahmad Zaini Alawi Khodim Jama’ah Sarinyala
Editor: Nasirudin Latif