Kiai Abdul Wahab Ahmad: Letak Urgensi Ilmu Kalam

 
Kiai Abdul Wahab Ahmad: Letak Urgensi Ilmu Kalam
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Beberapa ulama tidak sreg pada ilmu kalam dan tidak menyarankannya untuk dipelajari. Kalau sudah yakin pada apa pun yang disampaikan oleh Nabi Muhammad maka untuk apa lagi ndakik-ndakik membahas dalilnya atau berdebat soal itu? Mendingan langsung fokus saja pada amal untuk bekal sesudah mati. Kira-kira demikian inti pemikiran mereka. Kata Imam Malik, "Saya tidak suka membahas sesuatu kecuali di bawahnya (berkonsekuensi) pada amal."

Sampai pada taraf tertentu, pemikiran mereka tepat, bahkan sangat tepat, terutama bagi orang awam yang hidup di lingkungan beragama Islam yang sudah kondusif dan mapan. Tanpa belajar kalam pun, siapa sih muslim yang tidak tahu kalau Allah itu ada, hidup, melihat, mendengar, mengetahui, berkehendak bebas dan berfirman yang firmannya bernama al-Qur'an itu? Semua sudah pasti tahu dan yakin sebab kalau tidak meyakini itu artinya bukan muslim. Jadinya, cukup masyarakat diajak shalat, puasa, berdzikir dan ibadah lainnya; menjauhi iri, dengki, sombong, riya dan penyakit hati lainnya; tidak perlu diajak membahas ilmu kalam yang tidak penting untuk keseharian mereka.

Tetapi di poin tertentu nasehat tersebut dapat menyisakan masalah. Saya ambil contoh Imam al-Haddad dalam an-Nasha'ih ad-Diniyah, kitab beliau yang sangat luar biasa. Kitab ini adalah kitab tentang penyucian diri dan peningkatan amal. Semua yang dibutuhkan seorang muslim untuk meningkatkan amal ibadahnya diulas dengan sangat apik di sini dengan ketajaman hujjah seperti Imam Ghazali. Hanya saja bedanya dengan Imam Ghazali, beliau mencoba menghindari uraian kalam. Ketika menjelaskan kesalahan orang yang berdalih dengan takdir misalnya, beliau melarang membahasnya secara mendalam dan menukil hadis, kalam Sayyiduna Ali dan Syaikh Muhammad bin Wasi' yang melarang pembahasan takdir. Daripada beralasan bahwa maksiat yang dilakukan adalah takdir, mending berhenti saja dari kemungkaran itu dan menyibukkan diri dengan amal baik. Intinya demikian.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN