Keistimewaan Mazhab Syafi’i

 
Keistimewaan Mazhab Syafi’i
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Madzhab fikih Imam Syafi’i jika kita lihat dalam sejarah peradaban Islam yang muncul sejak masa Khilafah Islam ‘Abbasiyah (750M-1258M/132H-656H) sampai runtuhnya Khilafah Turki Utsmaniyah bahkan sampai sekarang ini tahun 2021 masyarakat Muslim dunia mayoritas memakai rujukan Fikih Madzhab Imam Syafi’I, seperti, Indonesia, Malaysia, Berunai Darussalam, Singapura, Thailand, Philipina, Kamboja, Miyanmar, Laos, dan lain lain, mayoritas Muslimnya bermadzhab Imam Syafi’i. Begitu juga Madzhab Imam Syafi’I berkembang di 22 negara-negara Arab (kawasan Teluk Asia, dan Afrika). Begitu juga tidak sedikit menyebar dikawasan Eropa, Benua Amerika, negara-negara pecahan Rusia, Rusia, dan lain lain.

Mazhab Syafi’i merupakan jalan tengah antara ahli Hadits dan ahli Ra’yu. Pendiri Mazhab Syafi’i adalah Muhammad bin Idris bin Al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syaafi’ bin As-Saaib bin ‘Ubaid bin ‘Abd Yazid bin Hasyim bin Al-Muthollib bin ‘Abdi Manaf. Nasabnya bermuara kepada Abdu Manaf kakek buyut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Madzhab Syafi’i dikenal dengan Madzhab yang moderat, yaitu memadukan antara dalil agama dengan rasional. Namun akal diletakkan di bawah dalil agama. Sebab orang yang terlalu berlebihan kepada teks dalil agama, maka cenderung menjadi radikal. Dan orang yang berlebihan menggunakan akal, maka cenderung menjadi liberal (Diambil dari buku Buku Jawaban Tuduhan Bid’ah 2, Ustad Makruf Khozin, Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur).

Diantara pendiri keempat mazhab fiqih yang ada, Imam Syafi’i diakui paling cemerlang. Hafal Al-Qur’an tatkala berusia 7 tahun, dan hafal kitab Al-Muwattho’ karya Imam Malik umur 10 tahun. Karena kecerdasannya, salah satu gurunya, mufti Mekkah, Muslim bin Kholid Az-Zanji Al-Makky memberinya ijazah boleh berfatwa pada usia 15 tahun.

As-Syafi’i juga berguru kepada ulama Hadits Madinah, Al-Imam Malik bin Anas. Semua ilmu Hadits Imam Malik dikuasai as-Syafi’i. Bahkan ia dengan mudah mengetahui Sunnah yang shahih dan yang dha`if.

Para ulama mengakui Imam Syafi’i di jamannya sebagai orang yang paling paham Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah serta sangat peduli terhadap setiap Hadits. Selain itu dikenal paling menguasai ilmu ushul fiqih, mursal, maushul, serta perbedaan antara lafadl umum dan khusus.

Ucapan Imam Syafi’i yang mashur yaitu jika shahih sebuah Hadits, itulah mazhabku. Menurut para ulama, ucapan ini maksudnya bukan untuk sembarang orang, tetapi hanya untuk para ahli Hadits dan ahli fiqih. Hal ini ditegaskan oleh Al-Hafiz Ibn Al-Shalah bahwa tidak semua faqih boleh mengamalkan Hadits yang dinilainya bisa dijadikan hujjah (an-Nawawi, Majmu’ Syarh Al-Muhadzab, 1/105).

Artinya, tidak semua Hadits, walau sahih sanadnya bisa diamalkan untuk membangun sebuah hukum halal dan haram. Sebab mengamalkan Hadits tanpa didahului kajian yang mendalam tentang status sanad dan isi matannya sering kali menyesatkan pelakunya. Ini ditegaskan oleh ahli Hadits, Sufyan bin ‘Uyainah yang juga guru Imam Syafi’i bahwa Hadits itu menyesatkan kecuali bagi para ahli fiqh. [Ma’na Qaul Al-Imam Al-Muthallibi, 139].

Para ahli Hadits sangat berterima kasih kepada Imam Syafi’i karena telah menyusun sebuah kitab istimewa yang berjudul Ar-Risaalah. Kitab ini berisi kaidah-kaidah ushul fiqh yang memudahkan para ulama memahami makna al-Qur’an dan Sunnah, hujjahnya ijmak, serta nasihk dan mansukh dari al-Qur’an dan Hadits. (Tarikh Baghdaad, 2/64-65)

Imam Ahmad bin Hambal berkata bahwa jika bukan karena as-Syafi’i para ahli Hadits tidak akan mengetahui fiqih Hadits. (Muqadimah Kitab Ar-Risalah).

Diantara keistimewaan Imam Syafi’i yaitu menguasai dua madrasah, yaitu, madrasah ahli Hadits, yang ia pelajari dari Imam Malik dan madrasah ahli ar-Ra’yu yang ia dapatkan dari Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibaani, murid Imam Hanafi. As-Syafi’I mampu menggabungkan kedua madrasah ini tersebut sehingga mazhabnya sangat kokoh.

Pada tahun 195 H as-Syafi’i pergi ke Baghdad, tempat pengikut Mazhab Hanafi, sehingga banyak ulama yang berputar haluan dari madzhab ahli ra’yu menuju madzhab Syafi’i. Abu Tsaur, seorang fuqaha Bagdad yang ahli ra’yu, pernah ditanya tentang Imam Syafi’i. Ia menjawab bahwa as-Syafi’i lebih faqih dari Muhammad bin Al-Hasan dan Abu Yusuf (murid Imam Abu Hanifah). Juga lebih faqih dari Abu Hanifah dan Hammad. Serta lebih faqih dari Ibrahim, ‘Alqomah dan Al-Aswad. (Ibnu Mandur, Mukhtashor Taarikh Dimasyq, 6/434).

Demikian juga ketika Imam Syafi’i ke Mesir, di mana disitu banyak pengikut Mazhab Maliki, menyebabkan banyak orang pindah ke Mazhab Syafi’i. Sampai-sampai seorang ulama Maliki mendo’akan agar as-Syafi’i cepat meninggal. Sebab jika tetap hidup, Mazhab Maliki akan punah di wilayah tersebut (Baihaqi, Tawali Ta’sis 147).

Meski pernah berguru kepada Imam Malik, namun ia berbeda dengan gurunya yang mengutamakan amal ahli Madinah daripada Hadits ahad. Syafi’i sebaliknya, mengutamakan Hadits ahad dibanding amal ahli Madinah dengan hujjah yang sangat kuat. Ini yang membuat para pengikut Mazhab Maliki marah padanya.
Karena kiprahnya yang sangat tegas dalam membela Sunnah tidak heran jika ia dijuluki sebagai nashiru Sunnah (pembela Sunnah). Ini yang membuat mayoritas ahli Hadits mengikuti madzhab Syafi’i.

Di antara ahli Hadits yang mengikuti madzhab Syafi’i adalah al-Bukhari, Muslim, al-Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, al-Isma’ili, al-Daraquthni, Abu Nu’aim, al-Khathib al-Baghdadi, al-Hakim, al-Khaththabi, al-Baihaqi, al-Silafi, Ibnu Asakir, al-Sam’ani, Ibnu al-Najjar, Ibnu al-Shalah, al-Nawawi, al-Dimyathi, al-Mizzi, Ibnu Katsir, al-Subki, Ibnu Sayyidinnas, al-‘Iraqi, al-Haitsami, Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Sakhawi, al-Suyuthi dan lain-lain. Ini bisa dilihat dalam kitab-kitab biografi ahli Hadits seperti kitab Tadzkirah al-Huffazh karya al-Dzahabi, Thabaqat al-Huffazh karya al-Suyuthi dan lain-lain.

Seorang ulama bermazhab Hanafi dari India, Al-Imam Syah Waliyullah al-Dahlawi al-Hanafi, dalam kitabnya Al-Inshaf fi Bayan Asbab al Ikhtilaf, setidaknya mencatat beberapa kelebihan Mazhab Syafi’i dibanding mazhab lain.
Menurutnya, Mazhab Syafi’i memiliki sumber daya manusia yang luar biasa. Ia paling banyak melahirkan mujtahid mutlak dan mujtahid mazhab. Paling banyak melahirkan ulama dalam bidang ushul fiqih, teologi, tafsir dan syarih (komentator) Hadits.

Demikian juga kelimuan dalam mazhab ini paling mapan dari segi sanad dan periwayatan. Paling kuat dalam menjaga keotentikan teks-teks perkataan imamnya. Paling bagus dalam membedakan antara perkataan Imam Syafi’i (aqwal al-Imam) dengan pandangan murid-muridnya (wujuh al-ashhab). Juga paling kreatif dalam menghukumi kuat dan tidaknya sebagian pendapat dengan pendapat yang lain dalam madzhab.

Referensi yang dipakai dalam Mazhab Syafi’i juga sudah tersusun secara sistiematis. Hadits-hadits dan atsar yang menjadi sumber materi fiqih madzhab Syafi’i telah terkodifikasi dan tertangani dengan baik. Hal ini belum pernah terjadi kepada madzhab fiqih yang lain. Di antara materi madzhab Syafi’i adalah al-Muwaththa’, Shahih al-Bukhari, Muslim, karya-karya Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Darimi, al-Nasa’i, al-Daraquthni, al-Baihaqi dan al-Baghawi.


Editor : Nasirudin Latif