Hukum Jual Beli Kurma secara Online

 
Hukum Jual Beli Kurma secara Online
Sumber Gambar: Ilustrasi/Pexels

Laduni.ID, Jakarta – Penahkah Anda mendengar bahwa dasar hukum jual beli kurma secara online adalah haram, sebab tidak memungkinkan terjadinya serah terima secara kontan (langsung) di tempat? Berikut penjelasannya.

Dilansir dari NU Online (30/8/2018), secara bahasa Riba berarti ziyadah (tambahan), sedangkan secara pengertian syara’, riba diartikan sebagai:

عقد على عوض مخصوص غير معلوم التماثل في معيار الشرع حالة العقد أو مع تأخير في البدلين أو أحدهما

“(Riba adalah) suatu akad pertukaran barang tertentu yang tidak diketahui padanannya menurut timbangan syara’ yang terjadi saat akad berlangsung atau akibat adanya penundaan serah terima barang baik terhadap kedua barang yang dipertukarkan atau salah satunya saja.” (Syekh Abu Yahya Zakaria Al-Anshary, Fathul Wahâb bi Syarhi Manhaji al-Thullâb, Kediri: Pesantren Fathul Ulum, tt., Juz 1 Hal. 161)

Pada umumnya, ulama membagi riba menjadi dua jenis, yaitu riba dalam hutang piutang (ربا في القروض) dan riba dalam jual beli (ربا في البيوع). Dalil dari riba jenis hutang piutang adalah:

عَنْ فَضَالَّةَ بْنِ عُبَيْدٍ صَاحِبِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ : كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ وَجْهٌ مِنْ وُجُوهِ الرِّبَا

“Dari Fudlalah bin ‘Ubaid sahabat Rasullah, bahwasanya dia berkata, ‘Setiap hutang piutang yang di dalamnya menarik manfaat, maka itu termasuk baian dari riba.’” (HR. Baihaqi 11252)

Sedangkan dalil dari riba jenis jual beli adalah:

اَلذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيْرُ بِالشَّعِيْرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ، فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هذِهِ اْلأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam (hendaklah dijual) dengan timbangan yang sama, persis dan langsung diserahterimakan (kontan). (Namun) jika berlainan jenisnya maka juallah semau kalian asal ada serah terima.” (HR. Muslim, No. 1587)

Dari hadis di atas, para ulama Mahzab Syafi’i kemudian membagi illat riba (barang ribawi) dalam jual beli menjadi dua. Pertama mencakup jual beli barang yang terdiri dari emas dan perak, kadang kala keduanya dicetak dalam bentuk mata uang atau perhiasan. Emas dan perak merupakan barang ribawi, oleh karena itu berlaku akad ribawi bila bertransaksi dengan keduanya.

Kedua adalah jual beli yang mencakup tiga jenis makanan, yaitu makanan pokok (diqiyaskan dengan gandum), makanan camilan dan pendamping (yang diqiyaskan dengan kurma, dan makanan penambah gizi (diqiyaskan dengan garam).

Ketika dua barang ribawi yang satu illat dan satu jenis ditransaksikan, maka diisyaratkan tiga hal, yaitu sama ukurannya, kontan, dan serah terima ditempat. Misalnya, beras kualitas A dengan kualitas B, uang rupiah pecahan 50.000 dengan pecahan 5.000.

Ketika dua barang ribawi yang satu illat namun beda jenis ditransaksikan, maka hanya disyaratkan dua hal, yaitu kontan dan serah terima di tempat. Misalnya transaksi antara beras dengan jagung dan transaksi rupiah dengan dollar.

Ketika barang ribawi yang beda illat ditransaksikan, maka tidak disyaratkan apapun dan dapat dilakukan secara bebas dengan transaksi kontan atau kredit. Misalnya uang dengan kurma, uang dengan beras, atau emas dengan garam.

Imam Nawawi menjelaskan:

وَأَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى جَوَازِ بَيْعِ الرِّبَوِيِّ بِرِبَوِيٍّ لَا يُشَارِكُهُ فِي الْعِلَّةِ مُتَفَاضِلًا وَمُؤَجَّلًا وَذَلِكَ كَبَيْعِ الذَّهَبِ بِالْحِنْطَةِ وَبَيْعِ الْفِضَّةِ بِالشَّعِيرِ وَغَيْرِهِ مِنَ الْمَكِيلِ

[النووي، شرح النووي على مسلم، ٩/١١]

“Ulama Ijma' atas bolehnya menjual barang ribawi dengan barang ribawi lainnya yang tidak memiliki illat yang sama dengan cara ukurannya tidak sama (مُتَفَاضِلًا) atau dengan cara tidak tunai (مُؤَجَّلًا). Seperti mentransaksikan emas atau perak dengan gandum atau yang lainnya.”

Jadi hukum transaksi kurma secara online boleh dilakukan tanpa syarat apapun, baik secara kontan maupun kredit. Sebab ulama membolehkan transaksi barang ribawi yang memiliki illat berbeda, sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Nawawi.

Sumber: Gus Abdul Wahib Alfaizin, Tim Aswaja NU Center Jatim


Editor: Daniel Simatupang