Perjamuan Sufi dan Mata Batin Bengkulu

 
Perjamuan Sufi dan Mata Batin Bengkulu
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Bengkulu adalah salah satu negeri yang didiami oleh suku Melayu dengan sehari-hari (menggunakan) dialek Melayu, adat istiadat, dan keajegan toleransi yang tetap terawat, dengan prinsip adat bersandi agama, agama bersandi kitabullah.

Angin sejuk, suasana damai tentram, bertabur jejak romantisme sejarah, jejak kejamnya penjajahan, negeri yang dikelilingi samudera dengan airnya yang biru cerah, bahkan ada delta di dekat benteng Fort Marlborough. Negeri ini kedepan menjadi terberkahi ketika ribuan ahli tarekat seluruh Indonesia berkumpul dalam harakah (gerakan) Jam'iyah Ahlith Thoriqah Mu'tabaroh an-Nahdlyiah.

Tasawuf, sisi lain dari proses tazkiyat al-qolbi, tashfiyat al-nafs dengan tujuan mendakati Tuhan, agar hidup ditaburi berkah dengan diprinsipi aqidah yang kuat, serta terlimpahi lembut-lembutnya karomah, tersinari keridhaan Gusti Allah SWT, lalu tersingkapnya (mukasyafah) rahasia ilahiyah.

Orang yang dengan niat mengutamakan prinsip-prinsip tasawuf, lalu kemudian kita kenali sebagai seorang sufi. Orang tua dari Muko-Muko Bengkulu yaitu Tengku KH. Sofyan Tsauri, Romo KH. Masyhadi, Abah KH. Mutakin, Abah Habib Muhdor, Abah KH. Thobari dan ratusan kiai sufi lainnya se Indonesia hadir untuk meneguhkan nilai-nilai sufistik, mengencangkan tali persatuan melalui perjamuan batin, serta mengharap keberkahan memayungi Nusantara.

ثم اعلم أن التصوف له خصلتان الاستقامة مع الله تعالى والسكون عن الخلق٬ فمن استقام مع الله عز وجل وأحسن خلقه بالناس وعاملهم بالحلم فهو صوفي

 Artinya: “Ketahuilah tasawuf memiliki dua pilar, yaitu istiqamah bersama Allah dan harmonis dengan makhluk-Nya. Dengan demikian siapa saja yang istiqamah bersama Allah, berakhlak baik terhadap orang lain, dan bergaul dengan mereka dengan santun, maka ia adalah seorang sufi.” (Imam Al-Ghazali)

Ada lima pilar penting dalam ilmu tasawuf menurut Syaikh Yusuf Khattar Muhammad dalam kitab Mausu’ah al-Yusufiyah fi Bayani Adillatis Sufiyah, yaitu Shafa’ul qalbi wa muhasabatuha (kebeningan hati dan introspeksi). Maksudnya, sebagai orang Islam yang ingin mencapai puncak muqarrabin (istimewa) di sisi Allah harus mempunyai hati yang bersih dari semua sifat tercela, dan mempersiapkan dirinya untuk menghadap Dzat Yang Maha Mulia dan Maha Suci dari semua kekurangan.

Perjamuan para sufi di Bengkulu, titik awal kebangkitan spiritualisme Islam di Indonesia, derap harapan anak bangsa yang ingin damai, bersatu dan kemajuan peradaban, ditopang pula sinergi kuat antara kekuatan harokah batin dan mata batin Bengkulu yang secara prinsip dikuatkan oleh keajegan toleransi.

Oleh: Gus Hamdan Suhaemi, Sekretaris Tsani Idaroh Wustho Jatman Provinsi Banten