Biografi Abu al-Wafa Ali Ibn ‘Uqail (Ibnu Aqil Hambali)

 
Biografi Abu al-Wafa Ali Ibn ‘Uqail (Ibnu Aqil Hambali)

Daftar Isi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Riwayat Keluarga
1.3       Wafat

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1       Masa Menuntut Ilmu
2.2       Guru-guru Beliau

3          Penerus Beliau
3.1       Murid-murid Beliau

4          Karier, dan Karya
4.1       Karier Beliau
4.2       Karya Beliau

5          Kisah-kisah
5.1       Kisah Cinta di Balik Kalung Benang Merah
5.2       Pertemuan Beliau dengan Jin Penunggu Rumah

6          Referensi

7          Chart Silsilah Sanad

1  Riwayat Hidup dan Keluarga

 1.1  Lahir

Nama lengkapnya, Abu al-Wafa Ali bin Aqil bin Muhammad bin Aqil bin Abdillah al-Baghdadi. beliau merupakan salah satu ulama yang bermazhab Hambali. Lahir pada tahun 431 H.

1.2  Riwayat Keluarga

Beliau menikahi seorang wanita di Aleppo Suriah dan memiliki seorang anak laki-laki.

1.3   Wafat

Ibnu Aqil wafat pada tahun 513 H dalam usia 82 tahun makam beliau berada di Baghdad Irak

2  Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau

 2.1  Masa Menuntut Ilmu  
 
Ibnu Aqil terus tumbuh. Kecerdasannya kian matang. Beruntung, kegemarannya memburu pengetahuan di kemudian hari tertopang kemurahan hati seorang saudagar; Abu Manshur ibn Yusuf.Sekali waktu, Ibn Aqil tertarik  mendalami ilmu hukum. Beliau mendatangi hakim kepala dari mazhab Hanbali, al-Qadhi Abu Ya'la. Di sana, beliau makin tampak cemerlang.

Seiring berkubang dalam keilmuan Abu Ya'la, Ibn Aqil tak membiarkan barang sedetik pun waktunya kosong. Beliau merasa perlu dan tertarik menyambangi guru-guru lainnya. Sebut saja, kepada Abu al Thayib at Thabari, al Khatib al Baghdadi, Abu Ishaq al Syirazi, dan Abu Muhammad al Tamimi, Ibn Aqil sedikit banyak turut belajar.

   2.2  Guru-guru Beliau
        
        Guru-guru beliau sewaktu belajar menuntut ilmu adalah:

         1. Abu Ya'la
         2. Abu al Thayib at Thabari
         3. al Khatib al Baghdadi
         4. Abu Ishaq al Syirazi
         5. Abu Muhammad al Tamimi

3  Penerus Beliau

   3.1   Murid-murid Beliau adalah:
          
          Syekh Abdul Qadir Jaelani

4  Karier, dan Karya

 4.1  Karier Beliau

       Pernah menjadi Imam di sebuah masjid Aleppo dan mengajar ilmu

 4.2  Karya Beliau

Menurut Ibn Hajar al-Asqalani dalam Lisanul Mizan, Abu al-Wafa adalah seorang muktazilah yang bertaubat. Setelah bertaubat dari faham Muktzilah, beliau kemudian menulis kitab-kitab yang membantah faham Muktazilah. Ibn al-Jauzi bahkan sangat mengaguminya terutama dengan banyaknya karya yang telah beliau tulis.

Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam bukunya yang berjudul Qiymatuz Zaman, menceritakan bahwa Abu al-Wafa sering tidak memperhatikan waktu makannya karena telah merasakan nikmatnya belajar. Abu al-Wafa bahkan rela makan remahan kue dan minum sedikit air setiap harinya agar ia bisa segera belajar kembali, dan waktunya tidak habis untuk makan.

Beliau pernah berkata dengan mengutip ijma’ ulama, “Waktu adalah ghanimah (harta rampasan perang) yang menyimpan banyak kesempatan. Sayangnya kewajiban begitu banyak sedangkan waktu sangat terbatas.” Beliau melahirkan kitab al Funun. Tak tanggung-tanggung, hingga setebal 800 jilid

Di dalamnya memuat berbagai cabang ilmu yang sangat bermanfaat; nasihat, tafsir, fiqh, kalam, ushul fiqh, nahwu, bahasa, tarikh (sejarah), hikayat, kumpulan seminar dan berbagai makalah. Al-Hafizh adz-Dzahabi dalam Tarikh-nya menyebutkan “Tidak ada satu karya di dunia yang sebesar kitab ini (al-Funun).

Ada sejumlah karya yang ditulis oleh Ibnu Aqil dalam bidang kajian hukum. Di antaranya adalah Kitab Al Jadal ala Tariqat Al Fuqaha, Kitab al-Fushul (fiqh), kemudian Kifayat al-Mufti, Umadah al-Adillah, al-Mufradat at-Tadzkirah, al-Isyarah, al-Mantsur, al-Irsyad,

Ibnu Aqil pun menuliskan empat artikel yang didasarkan pada materi pidatonya mengenai hukum. Dari beberapa karya utama yang diketahui masih utuh adalah Wadih fi Ushul al Fiqh

5  Kisah-kisah

5.1  Kisah Cinta di Balik Kalung Benang Merah

Ibnu Aqil mengisahkan :“Di suatu kesempatan aku berhaji. Tak diduga saat itu aku menemukan seuntai kalung intan permata dengan untaian benang merah. Tiba-tiba ada seorang laki-laki tua lagi buta, mencarinya dan berjanji kepada siapa saja yang dapat mengembalikannya akan mendapat imbalan 100 dinar. Aku pun kembalikan kalung tersebut kepada laki-laki tua itu. Dia pun berkata kepadaku, ‘Ambillah seratus dinar ini!’ Aku menolaknya.

Kemudian, setelah menyelesaikan manasik haji, aku berangkat menuju Syam dan berziarah ke Masjid al-Aqsha di Al-Quds. Setelah itu aku berangkat menuju Baghdad (Irak). Saat sampai di Aleppo, aku menginap di satu masjid. Saat itu aku sangat kedinginan dan lapar. Saat datang waktu shalat, orang-orang pun memintaku menjadi Imam. Aku shalat bersama mereka. Kemudian mereka pun memberiku makan.

Peristiwa di atas terjadi di awal Ramadan. Mereka mengatakan kepadaku, ‘Imam kami telah wafat. Kami berharap engkau menjadi imam salat kami selama sebulan ini.’ Aku memenuhi keinginan mereka. Kemudian mereka juga berkata, ‘Imam kami punya seorang anak perempuan. Maukah Engkau menikah dengannya?’ Aku pun akhirnya menikahi putri sang imam, tinggal bersamanya selama setahun, dan dikaruniai seorang anak laki-laki darinya. Namun sayang, istriku sakit pascamelahirkan.

Pada suatu hari aku mengamatinya, ternyata di lehernya ada seuntai kalung intan permata yang dulu aku temukan di Makkah, intan permata dengan benang merah. Maka aku katakan kepada istriku, ‘Kalung ini memiliki sebuah kisah.’

Kemudian aku mengisahkan peristiwa di Makkah (yang saya kisahkan di atas). Dia pun menangis, dan berkata, ‘Oh, berarti laki-laki yang mengembalikan kalung itu adalah dirimu! Demi Allah, ayahku waktu itu menangis dan berdoa: Ya Allah, karuniakanlah putriku seorang suami seperti laki-laki yang mengembalikan kalung ini. Sungguh Allah telah mengabulkan doa ayahku’. Ibn Aqil berkata, dalam beberapa waktu kemudian, istriku meninggal. Maka, aku pun mengambil kalung tersebut dan juga warisannya. Kemudian aku melanjutkan perjalanan ke Baghdad (tujuan awal).

 5.2  Pertemuan Beliau dengan Jin Penunggu Rumah

Ibnu Aqil kembali bercerita tentang dirinya, “Kami mempunyai rumah di daerah Azh-Zhafariyyah. Setiap orang yang menghuninya, maka ia pasti meninggal. Pada suatu saat datang seorang hafizh dan qari Al Qur`an menyewa rumah tersebut. Dia tinggal di situ dan selamat. Para tetangga heran. Dia tinggal hanya sementara. Dia ditanya tentang hal itu dan ia pun menjawab, “Ketika aku menginap di rumah itu, aku shalat Isya dan membaca ayat Al Qur`an.

Ketika itu ada sesuatu keluar dari sumur dan menyalami aku. Aku pun tercengang. Dia berkata, “Kamu lumayan. Ajarilah aku Al Qur`an!” Aku mulai mengajarinya. Aku bertanya, “Rumah ini, bagaimana ceritanya?” Dia berkata, “Kami adalah jin muslim. Kami shalat dan membaca Al Qur`an. Orang-orang fasik singgah di rumah ini, mereka berkumpul dan minum-minum maka kami pun mencekik mereka.”

Aku berkata, “Di malam hari aku takut padamu, datanglah di siang hari!” Dia menjawab, “Ya.” Dia keluar dari sumur di siang hari. Ketika dia sedang membaca Al Qur`an, tiba-tiba datanglah mu’azzim (orang yang membaca mantera -penerj) di depan pintu. Mu’azzim itu berkata, “Pengusir hewan melata, hipnotis dan jin.” Jin itu bertanya, “Apa itu?” Aku berkata, “Itu adalah Mu’azzim.” Dia berkata, “Mintalah dia ke sini!” Aku berdiri dan membawanya masuk.

Tiba-tiba jin itu berubah menjadi ular di langit-langit rumah. Laki-laki tadi membacakan mantera dan ular tersebut masih tergantung di langit-langit hingga akhirnya jatuh ke tengah-tengah sepatu. Laki-laki itu berdiri untuk mengambil ular tersebut dan memasukkannya ke dalam keranjang, namun aku melarangnya. Dia berkata, “Kamu melarangku menangkap buruanku!” Aku memberinya satu dinar dan laki-laki itu pergi.

 Ular tersebut bergetar dan berubah menjadi jin. Badannya lemas, berwarna kekuning-kuningan dan akhirnya normal kembali. Aku bertanya kepadanya, “Ada apa denganmu?” Dia menjawab, “Dia membunuhku dengan mengucapkan kata-kata itu. Aku tidak mengira akan selamat. Waspadalah pada malam ini, jika kamu mendengar jeritan dari dalam sumur, kamu akan kalah!” Dia berkata, “Aku mendengar suara ular tersebut pada malam itu, aku pun kalah.” Ibnu Aqil berkata, “Setelah itu tak seorangpun mau tinggal di rumah itu.”

6  Referensi

https://bit.ly/3xGq09J

7    Chart Silsilah Sanad

Berikut ini chart silsilah sanad guru Abu al-Wafa Ali Ibn ‘Uqail (Ibnu Aqil Hambali) dapat dilihat DI SINIdan chart silsilah sanad murid beliau dapat dilihat DI SINI.


Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 22 Maret 2022, dan terakhir diedit tanggal 10 September 2022.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya