Pasca peristiwa Perang Jamal yang dipimpin oleh Ummul Mukminin, kondisi pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib mulai stabil. Sesuai dengan apa yang direncakan oleh Khalifah Ali, rencana selanjutnya adalah membuat perundingan dengan Muawiyah bin Abu Sufyan yang saat itu beserta rakyatnya belum mengakui kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.
Berita terbunuhnya Khalifah Utsman mulai tersebar ke berbagai penjuru semenanjung Arab. Tidak terkecuali Ummul Mukminin, Aisyah binti Abu Bakar r.ha. yang sedang berada di Kota Makkah setelah melaksanakan ibadah haji. Beliau mendapatkan berita kematian Khalifah Utsman tersebut dari Zubair dan Thalhah yang berangkat ke Tanah Haram 4 bulan setelah terbunuhnya Khalifah Utsman.
Ketika Khalifah Utsman meninggal dunia, kondisi Kota Madinah masih dipenuhi dengan para pemberontak. Dalam keadaan yang sangat kacau tersebut, tentu saja dibutuhkan seorang pemimpin yang mampu mengendalikan situasi. Pilihan yang paling utama saat itu adalah Ali Bin Abi Thalib.
Muncullah cerita baru tentang pasukan Diponegoro. Salah satu cerita yang kemudian melahirkan folklor tentang Pesarean Gunung Kawi yang di dalamnya dimakamkan Kyai Zakaria dan pengikutnya. Pesarean Gunung Kawi terkenal sebagai tempat untuk mencari penglarisan dengan memohon berkah kepada yang dimakamkan di tempat tersebut.
Babad Diponegoro memiliki pandangan tersendiri tentang hubungan antara Mataram dan kompeni atau VOC. Dalam Babad Diponegoro jilid 2 halaman 6 disebutkan bahwa serangan Mataram ke Jakarta atau Betawi dimenangkan oleh pasukan Mataram. Pasukan Mataram hanya meminta agar pasukan VOC atau Gubernur Jenderal memberikan upeti kepada pasukan Mataram.
Rasa perlawanan orang Aceh terhadap Belanda memang bukan hanya karena persoalan membenci penjajah, tetapi juga orang Belanda dianggap sebagai kafir, yang darahnya dihalalkan.
Akhirnya pada 28 Maret 1830, Pangeran Diponegoro menyetujui suatu perjanjian di Magelang dan ditangkap dalam perjanjian tersebut. Dengan penangkapan Pangeran Diponegoro dengan cara licik ini, maka berakhirlah peperangan tersebut.
Khalifah Utsman bin Affan wafat sekitar tahun 656 Masehi. Peristiwa tersebut menjadi titik puncak dari ketegangan yang telah memuncak dalam masyarakat Islam, yang merasa tidak puas dengan kebijakan dan tindakan yang dilakukan oleh Khalifah Utsman selama pemerintahannya.
Banyak ahli ilmu pengetahuan mendukung teori evolusi yang mengatakan bahwa makhluk hidup (manusia) berasal dari makhluk yang mempunyai bentuk maupun kemampuan yang sederhana kemudian mengalami evolusi dan kemudian menjadi manusia seperti sekarang ini. Hal ini diperkuat dengan adanya penemuan-penemuan ilmiah berupa fosil seperti jenis Pitheccanthropus dan Meghanthropus.
Utsman bin Affan Dikenal karena kebijaksanaannya dan ketegasannya, Utsman menjadi sosok yang dihormati dalam sejarah Islam. Namun, sejarah tidak selalu melulu tentang keberhasilan dan pengakuan. Di balik keberhasilannya, Khalifah Utsman juga dikenal karena kebijakan-kebijakan yang memicu kontroversi di kalangan masyarakat Islam.