Realistis Vs Idealis, Pilih Mana?

 
Realistis Vs Idealis, Pilih Mana?

LADUNI.ID, Jakarta - Sering kali di dalam kehidupan kita dipertemukan dengan dua pilihan, antara realistis dan idealis. Menurut hemat penulis, relistis adalah sikap kita dalam memahami kehidupan tidak berdasarkan kepada ideologi apapun, atau tidak berdasarkan pada nilai-nilai yang dibangun oleh berbagai sumber nilai tersebut.

Berbeda dengan idelis. Orang yang idealis biasanya lebih mengedepankan ideologi sebagai prinsip dalam menjalankan kehidupannya. Orang semacam ini cenderung memandang realitas bukan pada apa adanya, tetapi menganggap realitas harus sesuai dengan ide-ide yang dibangun berdasarkan prinsip yang dipercayainya dan dijadikan sebagai pegangan hidupnya.

Dalam dunia yang serba modern saat ini, menurut hemat penulis, rata-rata mereka akan berpikir untuk ikut saja. Sebagai contoh, seorang lulusan sarjana teknik bercita-cita ingin bekerja di perusahaan yang ia inginkan seperti di bidang manufaktur, teknologi dan perusahaan pertambangan misalnya. Setelah lama dia melamar pekerjaan tetapi tidak bisa diterima akhirnya orang tersebut memilih untuk bekerja di bidang jasa marketing buku.

Pilihan tersebut mungkin sangat berbeda dengan keinginan di awal. Keputusan untuk bekerja di bidang marketing buku itu menandakan bahwa dia seorang yang realistis. Karena perusahaan tempat ia melamar tidak menerimanya, maka dia memilih untuk bekerja di perusahaan yang bisa menerimanya, tanpa memedulikan keinginan awal yang jadi target. Entah karena ada tekanan sosial ataupun tekanan ekonomi, sehingga dia harus bekerja. Apapun pekerjaannya.

Keputusan-keputusan semacam ini dalam konteks Negara Indonesia hampir dialami oleh rata-rata masyarakat. Banyak lulusan sarjana yang memilih bekerja di perusahaan yang bisa menerimanya, tanpa memikirkan apakah perusahaan tersebut sesuai dengan jurusannya ketika dia kuliah. Kondisi inilah yang sebenarnya menjadikan manusia harus tunduk kepada realitas kehidupan sehingga ia harus menjadi orang yang realistis.

Sangat jarang masyarakat kita yang memaksakan kehendak untuk mengikuti apa yang menjadi prinsip dan sesuai dengan ide-ide yang ada di kepalanya. Mereka yang bisa memilih menjadi orang yang idealis dan menjalankan kehidupan sehari-harinya sesuai dengan yang ia inginkan dan kehendaki berdasarkan ideologi dan prinsip hidup, tentu dapat disebut sebagai orang kuat. Sebab, rata-rata dalam kehidupan dunia sekarang cenderung dituntut untuk mengikuti tanpa menjadi.

Dalam tulisan ini, hemat saya, tidak ada yang salah antara menjadi orang yang realistis dan orang yang memilih idealis. Hanya saja, ketika dihadapkan kepada suatu masalah yang menuntut dan memaksa kita menjadi orang realistis atau menjadi orang idealis, di sinilah letak kedewasaan seorang manusia diuji. Ia harus berpikir sesuai dengan kemampuan akal untuk memutuskan apakah dia harus realistis atau idealis.

Sederhananya, jika dihadapkan pada kedua pilihan, pilih mana antara realistis atau idealis? Jawabannya tentu berdasarkan pilihan dari setiap individu masing-masing. Intinya, orang memilih sesuatu tidak akan lepas dari pertimbangan akal dan nuraninya (meski kebanyakan orang lebih mengandalkan akal). Yang jelas, setiap pilihan pasti ada konsekuensinya. Dan yang akan menanggung konsekuensi tersebut adalah si pemilih itu sendiri.

Well, idealis atau realis sebenarnya sama saja. Yang membedakan adalah proses untuk menentukan kedua pilihan tersebut. Karena setiap pilihan tidak akan lepas dari akibat dan konsekuensi, maka memaksimalkan akal dan hati serta spirit jiwa untuk memutuskan pilihan tersebut akan sangat berarti. Yang akan menjalankan pilihan itu adalah sang pemilih, sehingga setiap pilihan, apa pun itu akan selalu bersinggungan dirinya sendiri. Wallahu a’lam bisshawab…


Esai ini ditulis oleh Al-Faroby, Seorang Pembelajar Kehidupan