INFAK / SEDEKAH/ DONASI/ SUMBANGAN untuk LADUNI.ID
Seluruh dana yang terkumpul untuk operasional dan pengembangan portal dakwah Islam ini
Sebagai layaknya tamu, Fatimah kemudian memperhatikan seisi rumah yang kemudian berhenti pada sudut rungan. Di sana terdapat tiga buah benda yang terawat dengan rapi.
Berziarah ke makam kuburan bukan sekadar tradisi. Hal ini bisa dimaknai sebagai latihan batin. Sebuah refleksi sunyi yang mampu menyadarkan kita bahwa waktu sangat singkat, dan setiap masalah yang kita hadapi hanyalah bagian kecil dari perjalanan menuju akhir.
Terdapat penjelasan di dalam Kitab Ar-Ruh karya Syaikh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, tentang apa yang terjadi kepada orang tua ketika kita berziarah ke makam mereka atau ketika ketika mendoakannya.
Dunia ini penuh dengan riak dan ombak. Masalah akan selalu datang. Tapi bagaimana kita meresponnya, itulah yang membentuk siapa kita. Jika hati kita sempit, maka sedikit ujian saja akan terasa menghancurkan.
Sebagian orang wafat dalam keadaan husnul khatimah—tenang, dalam ibadah, dan diridhoi. Tapi ada pula yang meninggal secara tragis, bahkan dalam kondisi penuh maksiat, seperti mabuk-mabukan. Kisah seperti ini seharusnya membuat kita berpikir ulang tentang jalan hidup yang sedang kita tempuh.
Harun Ar-Rasyid, sang penguasa itu pun menangis. Ia bukan sekadar meneteskan air mata karena tersentuh, tapi karena ia sadar, bahwa jabatan bukanlah kemuliaan mutlak.
KH. Zainudin mengaitkan ini dengan kondisi Indonesia, negeri besar, kaya, tapi penuh tantangan. “Negara ini dititipkan dengan keringat, darah, air mata, dan nyawa. Kalau kemakmuran dikorupsi, yang nitip bisa murka,” ujarnya, sambil menyebutkan bagaimana bencana bisa menjadi ‘peringatan’ dari Sang Pencipta.
Menurut Imam Ibnu Athaillah As-Askandari r.a, menjadi guru bukan sekadar guru yang hanya sekadar menyampaikan ilmu kepada muridnya. Lebih dari itu, ada hakikat tertentu seseorang bisa dikatakan guru.
Gus Baha juga mengingatkan, bahwa dalam kehidupan bernegara, mestinya yang dijunjung tinggi adalah kepentingan bersama, bukan ego pribadi. “Kepentingan berbangsa dan bernegara ada di atas kepentingan dan nafsu kita,” tegasnya.
Dalam pandangan lain, sebagian ulama memberi gambaran tentang raja' tersebut seperti kita membeli tiket pesawat dengan tujuan tertentu. Kita tidak bisa melihat siapa pilotnya, tapi kita yakin dan optimis bahwa pilot pesawat akan mengantarkan kita ke tujuan.