Berdalih Makam Baqi': Cerita Ustadz Salah Pikir, Salah Pula Ambil Kesimpulan

 
Berdalih Makam Baqi': Cerita Ustadz Salah Pikir, Salah Pula Ambil Kesimpulan

Satu kali salah berpikir, akan beberapa kali pasti salah mengambil kesimpulan. Suatu saat seorang ustadz melaksanakan umrah ke Makkatul Mukarramah. Saat berkunjung ke Makam Rasulallah di Baqi’, ia merekam—situasi dan kondisi—peziarah yang berlalu lalang beserta praktik ibadah yang dilakukan mereka di masjid itu. Selepas itu, ia membandingkannya dengan makam yang ada di Indonesia. Mulai dari soal tata cara ziarahnya, membangun kuburan dan sebagainya.

Berdasarkan rekaman itu, si ustadz mengeluarkan fatwa. Haram, bid’ah dan kurafat mulai dilontarkan dengan dengan menggunakan dalil dan tafsir yang dilakukannya sendiri. Aku sempat tersenyum sinis melihat lagak si usatad yang ke-PD-an itu. Sempat terlintas hal aneh dalam benak ini, mereka jauh-jauh datang ke makam Baqi' hanya untuk belajar menyalahkan saudaranya yang berbeda madzhab. Aku mulai mengambi kesimpulan, pasti si ustadz ini berseragam travel Al-Mawaddah. Maka, Berhati-hatilah mencari travel dan pembimbing umroh.

Nah, aku kemudian berpikir, pemahaman yang demikian ini tidak bisa terus-menerus dibiarkan berkembang di tengah-tangah masyarakat kita yang notabane masih Awam. Aku beriniatif, bagaimana jika saya tuliskan dalil-dalil yang membantah terhadap keyakinan ustadz dan jamaah tersebut? Beberapa di antaranya adalah sebagaimana berikut:

Pertama, tentang prihal hukum membaca al-Qur'an dan fatihah di makam. Mengenai masalah ini, berbagai ulama fiqih berbeda pandangan, ikhtilaf. Namun demikian, pokok masalahnya adalah si Ustad tidak dapat berpikir jernih. Seharusnya, si ustadz menyampaikan duduk persoalan di antara para ulama tersebut. Bukan malah menyimpulkan, membid’ahkan, dan bahkan mengkafikan. Berikut dalil yang dijadikan landasan diperbolehkan membaca Qur'an di makam.

Syekh Ibnu Taimiyah, berdasarkan pada Atsa Sahabat menuturkan bahwa para sahabat selama masa hidupnya, sering sekali mengunjungi makam sahabat dan kerabat-kerabatnya. Ini di dalilnya:

"Dari Ibnu Umar bahwa beliau berwasiat setelah dimakamkan untuk dibacakan pembukaan surat al-Baqarah dan penutupnya. Dispensasi ini bisa jadi secara mutlak (boleh baca al-Quran di kuburan kapan saja), dan bisa jadi khusus ketika pemakaman saja." (Ibnu Taimiyah, Jami' al-Masail III/132).

Dari Atsar sahabat ini, dapat kita ambil pelajaran bersama bahwa Rasulallah menganjurkan kita untuk mendoakan dan bahkan mengujungi makam sahabat dan saudara kita.  Dari itu artinya, kita dianjurkan untuk mentradisikan berdoa dan mengaji di maqbarah saudara kita, bukan malah dikafirkan, Pak.

Baiklah, untuk menegaskan dan bahkan merinci pembahasan ini, akan aku susulkan beberapa Ijtihad ulama salaf yang lain.

Al-Khallal menyebutkan dari Sya’bi bahwa jika ada diantara sahabat Ansor yang wafat, maka mereka bergantian ke makamnya, membaca al-Quran di dekatnya.” (Ibnu Qayyim, ar-Ruh 1/11)

Terkait Hadits Riwayat ini, Syaikh Albani menilainya sebagai Hadits Dlaif. Namun, di posisi yang sama, Imam Ahmad bin Hambal di bawah ini masih menggukanan Hadits ini sebagai dalil dalam fatwah-fatwahnya tentang Ziarah kubur. Demikian ini adalah kutipannya.

Ahmad bin Hambal berkata ”Jika kalian masuk kubur bacalah Fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Nas, hadiahkan untuk ahli kubur, maka akan sampai. Inilah kebiasaan sahabat Anshor yang bolak-balik kepada orang yang meninggal untuk membaca al-Quran” (Mathalib Uli an-Nuha 5/9)

Sudah jelas bukan? Zirah kubur dan mendoakan orang mati di sampign maqbarahnya, sudah sejak dahulu kala diperaktekkan oleh Muhammad Rasullah itu. Lalu, apa lagi yang akan dipertanyakan?

Baiklah, kita cobak pindah pada permasalahan kedua yang disampaikan si Ustad itu melalui rekam Video tersebut. Di tayangan video tersebut,  si Ustadz mengatakan: Nabi tidak lama dalam berziarah, hanya mengucapkan salam, berdoa lalu kembali.

Ungkapan ini, membuat aku jadi ragu saja pada gelar keustadannya. Apakah pernah nyantri di pesantren atau tidak? Lalu kenapa ia tidak tahu saja hadits Shahih yang disampaikan oleh Imamm Muslim. Bahkan aku jadi bertanya: apakah ia tahu rukun Umrah atau tidak? Kalau belum ngaji mending gak usah jadi Guide Trevel aja lah. Hanya menyesatkan dunia. Aku yakin, ustad macam ini hanya nguping saja dan tidak pernah ngaji kitab Sahih Muslim. Mari dilihat dengan seksama hadis berikut:

Kemudian saya (Aisyah) berjalan di belakang Nabi. Hingga Nabi sampai di Baqi'. Lalu Nabi berdiri, lama berdirinya Nabi. Kemudian Nabi mengangkat kedua tangannya sebanyak 3 kali.” (HR. Muslim)

Itukan jelas, Pak. Rasulallah Muhammad itu bila mendoakan orang itu tidak tenggung-tanggung. Ia mendoakan dengan sungguhan. Termasuk dalam mendoakan sahabat dan kerabatnya yang sudah meninggal dunia. Termasuk pula ketika berziarah kubur.

Jelas bukan? Ustadz itu tadi hanya berfatwa dengan dalil yang hanya kupingan belaka. Serta menafsirkan ayat-ayat sesuai kenmaunny sendiri. Namun taka apa marik kita ladeni saja. Sekarang kita pindahh pada permasalahan yang ketiga dalam video itu. Ia kembali mengutarakan bahwa makam nabi berbeda dengan maqbarah yang ada di kalangan masyarakat kita. Menurutnya makam sahabat tidak pakai bangunan, sedangkan makam ‘sekarangan’ ini dibangun megah.

Aku kembali tertawa gelih menontonya. Pak Ustadz umumu berapa tahu? Sok tahu aja pada kultur, tradisi dan bahkan rupa bangunan pada masa sahabat Nabi. Kapan kau hidup bersama mereka. Entahlah, aku akan tetap melanjutkan pembahasan ini.

Hari ini, bangunan makam di Baqi' memang telah rata dengan tanah. Itu sebabnya penggusuran tak bertanggung jawab telah lancang. Aku kemudian berpkir bahwa ustadz dan jamaah tadi ingin menunjukkan “beginilah kuburan yang benar”. Rupanya ustadz tadi ingin menutup sejarah keberadaan makam-makam di Baqi'. Perhatikan tulisan para ulama ahli sejarah:

Adapun makam-makam yang terkenal saat ini di Madinah adalah makam Abbas bin Abdil Muthallib, makam Hasan bin Ali dan orang yang bersamanya. Diatas makam-makam mereka ada kubah yang tinggi. Ibnu an-Najjar berkata: Kubah itu besar, tinggi dan bangunan kuno, yang memiliki 2 pintu.” (Khulashat al-Wafa 1/262)

Selian itu dapat kita lihat juga catatan Al-Hafidz Adz-Dzahabi, sang murid Ibnu Taimiyah. Ia menegaskan bahwa Rasulallah dimakamkan dikuburan yang sudah dibangun mengah. Bangunan pemakaman orang-orang hebat di masanya. Ini dia penjelasannya:

Abbas (paman Rasulullah Saw) meninggal pada tahun 32 H. Disalati oleh Utsman, dimakamkan di Baqi’ dan di atas kuburnya ada kubah besar yang dibangun para Khalifah keluarga Abbas.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 2/97)

Dari berbagai pemaran tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa terkait dengan tradisi Ziarah kubur, bahkan mulai dari rupa bangunanya, mesti tidak ada bedanya dengan pemakaman yang ada di bumi Nusantara ini.

Selanjutnya, aku akan coba membahasnya lebih lanjut. Sekalian ngomong soal begini-beginian mesti harus dituntaskan. Di tahap ini aku akan coba membahas beberapa hadits larangan membangun makam yang diedaran oleh berbagai kalangan.

Riwayat larangan mengijing dan membangun makam memang terdapat dalam hadis Imam Muslim. Namun para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan hadis tersebut. Kelompok Salafi-wahabi memang menolak dan merobohkan makam yang ada bangunan di atasnya. Namun demikian, Madzhab Syafi'iyah memliki konsensus hukum yang berbeda. Menurutnya dalam soal pembangunan makan ini ada pengecualian:

Larangan membangun makam tersebut selama mayitnya bukan dari kalangan Ulama. Oleh karena itu boleh hukumnya berwasiat membangun makam orang-orang saleh, karena hal itu dapat menghidupkan ziarah kubur dan mencari berkah dari Allah” (Hayisyatul Jamal  2/207)

Kasus ini berkaitan dengan larangan larangan makam dijadikan tempat ibadah. Si Ustadz dalam video tersebut memakai dalil tentang laknat Allah kepada Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan para Nabi sebagai masjid. Masjid ia tafsirkan sebagai 'tempat ibadah'. Sehingga membaca Qur'an di kuburan dilarang, karena membaca Qur'an adalah ibadah. Ini adalah penafsiran yang salah dan bertengkar dengan ulama ahli hadis. Berikut ini penegasan ulama ahli hadis yang disampaikan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar:

Al-Baidlawi berkata: Ketika orang Yahudi dan Nasrani bersujud ke kuburan para Nabi mereka sebagai bentuk pengagungan, dan menjadikan kuburan sebagai kiblat (tempat menghadap) saat shalat dan lainnya, serta menjadikan kuburan sebagai berhala maka Allah melaknat mereka dan melarang umat Islam untuk meniru hal tersebut.” (Fath Al-Bari 1/525)

Dari pemaran Ibnu Hajar ini menjadi jelas, yang dimaksud larangan menjadikan kuburan sebagai masjid maksudnya adalah tempat bersujud. Bahasa kasarnya “menjadikan makbarah sebagai sesembahan dan pemujaan kepada orang yang telah meninggal dunia”.

Lalu pertanyaannya; kalau memang kata masjid ditafsirkan sebagai tempat ibadah, mengapa Nabi melakukan shalat jenazah di dekat kubur? Akankah kita menghilankan keterangan tersebut. diikuti Berikut hadisnya:

"Mengapa kalian tidak memberi tahu kepada ku tentang kematiannya (tukang sapu masjid Nabi). Tunjukkan padaku kuburnya" kemudian Nabi datang ke kuburnya dan shalat di atas kuburnya." (HR Bukhari)

Tuntas sudah pembahasan kita tentang Bagi’, Sunnah Nabi dan si Ustadz tadi. Hingga akhirnya kita dapat menyimpulkan bahwa, tradisi kita yang telah mengakar sejauh masa ini sama sekai tidak bertengan dengan ketentuan-ketentuan dan praktek-praktek ziarahkubur yang Rasulullah percohkan di masanya. Sementara tentang si Ustadz, bagiku ia jauh-jauh ke Makkah Madina hanya untuk menyalahkn saudara sesame Muslim, konyol. (Ma'ruf Khozin).