Cara Mengelola Musibah Jadi Bahagia

 
Cara Mengelola Musibah Jadi Bahagia
Sumber Gambar: laduni.id

LADUNI.ID, Jakarta – Saat dirundung musibah, utamanya ditinggal wafat seseorang, kita sering mengucapkan kalimat  Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali). Kalimat ini dinamakan istirja’, atau pernyataan kembali kepada Allah.

Bila kita renungkan, sasaran kalimat ini adalah kita, bukan orang yang meninggal dunia. Dengan kata lain, kalimat itu untuk mengingatkan kita, bukan do’a untuk orang yang terkena musibah! Sedang untuk orang wafat, kita dapat doakan misalnya, “Allahummaghfir lahu war hamhu wa ‘afihi wa’fu ‘anhu (Ya Allah, ampunilah, rahmatilah, dan maafkan dia).”

Kalimat Istirja’ atau tarji' merupakan salah satu bagian dari kalimat tayyibah yang hukum membacanya adalah sunnah. Sehingga seseorang yang membaca atau melafadzkan kalimat Istirja’ akan membuat orang tersebut mendapat  pahala.

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

 Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun

Orang yang mengucapkan kalimat istirja’ tersebut membuktikan bahwa ia adalah orang sabar yang patut mendapatkan kabar gembira, hal ini sebagaimana disebutkan dalam QS.Al-Baqarah: 155.
Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala ajarkan kalimat ini agar dibaca oleh kaum muslimin yang sedang mengalami musibah atau ditimpa marabahaya, baik besar maupun kecil disebutkan dalam
QS.Al-Baqarah ayat 156.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ

اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ

155.Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.

156. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Inna lillaahi wa innaa ilaihi raajiuun [101]. [101] Artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. Kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil. (QS. Al-Baqarah: 155 – 156)

Pakar tafsir dari Mesir, Thanthawi menjelaskan, kabar gembira itu tak diperuntukkan bagi orang yang mengucapkannya sekedar dalam lisan, namun bagi orang yang benar-benar meyakini makna istirja’, yang saat pertama kali menerima musibah, langsung menyikapinya dengan tenang dan pasrah pada takdir. Nabi mengatakan, “Sabar itu ketika pertama kali seseorang menerima musibah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sebagian ulama menegaskan bahwa kalimat ini tidak diberikan kepada para Nabi sebelum Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti yang dinyatakan ulama tabi’in, muridnya Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, yaitu Imam Said bin Jubair.
Beliau mengatakan,

لم تعط هذه الكلمات نبيا قبل نبينا، ولو عرفها يعقوب لما قال: يَا أَسَفَىٰ عَلَىٰ يُوسُفَ

Kalimat ini belum pernah diberikan kepada seorang Nabi-pun sebelum Nabi kita (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Andaikan sudah diketahui Ya’qub, tentu beliau tidak akan mengucapkan, “Duhai duka citaku terhadap Yusuf”. (Tafsir Al-Qurthubi, 2/176).

Ketika Ya’qub mendapatkan kabar hilangnya Yusuf, beliau tidak mengucapkan, innaa lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun, tapi beliau mengucapkan, Yaa asafaa ‘alaa Yusuf… (Duhai duka citaku terhadap Yusuf).

Kandungan Kalimat Istirja’
Seperti apa kandungan maknanya? Kita simak keterangan Al-Qurthubi.
Imam Al-Qurthubi menjelaskan,

قوله تعالى: قالوا إنا لله وإنا إليه راجعون. جعل الله تعالى هذه الكلمات ملجأ لذوي المصائب، وعصمة للممتحنين، لما جمعت من المعاني المباركة

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala , ‘Mereka mengucapkan Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’

Allah Subhanahu Wa Ta’ala jadikan kalimat ini sebagai sandaran bagi orang yang tertimpa musibah, dan perlindungan (bacaan) bagi mereka yang sedang menjalani ujian. Karena kalimat ini mengandung banyak makna yang berkah.

Kemudian Al-Qurthubi melanjutkan,

فإن قوله: إنا لله توحيد وإقرار بالعبودية والملك. وقوله: وإنا إليه راجعون إقرار بالهلك على أنفسنا والبعث من قبورنا، واليقين أن رجوع الأمر كله إليه كما هو له

Kalimat, ‘Inna lillahi’ adalah tauhid dan pengakuan terhadap ubudiyah (status kita sebagai hamba) dan kekuasaan Allah. Sedangkan kalimat, ‘Wa inna ilaihi raaji’uun’ adalah pengakuan bahwa kita akan binasa, dan akan dibangkitkan dari alam kubur kita, serta keyakinan bahwa semua urusan kembali kepada-Nya, sebagaimana semua ini milik-Nya. (Tafsir Al-Qurthubi, 2/176)

Al-Qurthubi menjelaskan, kalimat istirja’ ini memiliki makna amat mendalam. Kalimat inna lillah (sesungguhnya kami adalah milik Allah), merupakan wujud pengesaan kita kepada Allah, sekaligus pengakuan bahwa Allah satu-satunya Dzat yang patut disembah dan memiliki kita. Bila diresapi, dua kata ini adalah pengakuan tauhid yang sangat luar biasa. Suami, atau istri, anak, adalah keluarga kita, tapi bukan milik kita. Demikian pula harta benda. Suatu saat, cepat atau lambat, kita akan berpisah dengan semua. Kita akan kehilangan semuanya, namun tak akan pernah kehilangan Allah. Semua akan rusak, yang tidak rusak hanya Allah.

Keutamaan Kalimat Istirja’
Dalam hadis dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha, beliau pernah mendengar
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ: {إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ} [البقرة: 156] ، اللَّهُمَّ أَجِرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا، إِلَّا أَخْلَفَ اللَّهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا

Apabila ada seorang muslim yang mengalami musibah, lalu dia mengucapkan kalimat seperti yang Allah perintahkan, ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’  ya Allah berikanlah pahala untuk musibahku, dan gantikan untukku dengan sesuatu yang lebih baik darinya. Maka Allah akan memberikan ganti untuknya dengan yang lebih baik. (HR. Muslim 918)

Di surat Al-Baqarah, Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan janji bahwa orang yang sabar dan mengucapkan istirja’ mereka akan mendapatkan shalawat, rahmat, dan hidayah.

أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqarah: 157).

Umar bin Khatab mengatakan,

نعم العدلان ونعم العلاوة: الذين إذا أصابتهم مصيبة قالوا إنا لله وإنا إليه راجعون* أولئك عليهم صلوات من ربهم ورحمة وأولئك هم المهتدون

“Sebaik-baik 2 balasan dan sebaik-baik tambahan, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.” Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Yang beliau maksud dengan sebaik-sebaik 2 balasan adalah  shalawat dan rahmat. Sedangkan sebaik-baik tambahan adalah hidayah. (Tafsir Al-Qurthubi, 2/177),

Hikmah yang didapatkan dari membaca kalimat Istirja’ atau tarji' antara lain adalah

1.Membuat kita sadar bahwasannya kita hanyalah seorang manusia di mana setiap manusia pasti akan meninggal atau akan mati ketika ajal tiba.
2.Membuat kita sadar bahwa kita merupakan makhluk yang  telah  Allah Subhanahu Wa Ta’alaciptakan dan pada suatu saat kita akan kembali kepada  Allah Subhanahu Wa Ta’ala .
3.Menghilangkan beberapa perilaku tercela yang ada pada diri kita seperti perilaku hubbud dunya atau perilaku cinta kepada dunia secara berlebihan dan juga terhindar dari sifat sombong karena tau kekuasaan Allah lebih besar dari pada kekuasaan manusia sehingga Allah Subhanahu Wa Ta’ala mampu membuat manusia meninggal.
4.Menjadi salah satu amalan kebaikan yang kelak di alam akhirat akan mendapat pahala dari  Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan akan membuat timbangan kebaikan menjadi lebih berat.
5.Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada  Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam kehidupan sehari-hari.
6.Membuat kita sadar untuk selalu mempersiapkan bekal buat kehidupan setelah kematian.

Subhanallah, memang benar sesungguhnya, bahwa di dalam setiap kesulitan pasti ada kemudahan sesudahnya. Itulah kunci mengelola musibah atau kesulitan itu, agar menjadi kebahagiaan dan kemudahan. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala  senantiasa memberi kita petunjuk dan kekuatan. Aamiin…

Demikian, Allahu a’lam.

 

______________________

Catatan : Tulisan ini terbit pertama kali pada Selasa, 4 September 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan revisi di beberapa bagian.

Editor: Sandipo

Sumber : Al-Qur’an ,Hadis dan Tafsir Al-Qurthubi