Dayah Warkop #5: Menjemput Syariat Dalam Secangkir Kopi

 
Dayah Warkop #5: Menjemput Syariat Dalam Secangkir Kopi

LADUNI.ID I KOLOM- Kehadiran  “Dayah Warkop” sang mad’u (sasaran dakwah) disini mereka yang berinteraksi di warkop tersebut sangat beragam. Dalam pandangan salah seorag ulama menyebutkan bahwa mad’u itu menjadi tiga golongan yaitu pertama,  golongan cerdik cendekia yang cinta kepada kebenaran, dapat berfikir secara kritis, dan cepat dapat menangkap persoalan. Kedua, golongan awam, yaitu orang kebanyakan yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, serta belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi. Ketiga, Golongan yang berbeda dengan keduanya, mereka senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu saja, dan tidak mampu membahasnya secara mendalam. (Rizqi Wahyudi, Unsur Dakwah, 2014).

Hal ini tentunya akan disesuaikan dengan kondisi kekiniaan tanpa menghilangkan identitas warkop itu sendiri dengan  menghilangkan fungsi komersial warung kopi (warkop) dan menjadikannya laksana dayah, masjid atau majlis taklim Warkop tetap dipertahankan fungsinya sebagai komunitas konsumtif dan rekretarif, tetapi di sana akan di realisasikan nilai berbasis syariat Islam dengan orientasinya bagaimana aktivitas dakwah menjadikan warkop mampu mengajak masyarakat yang hadir warkop untuk beramar makruf nahi mungkar walaupun dalam ruang lingkup yang kecil.

Para “santri” dayah Warkop tentunya terdiri dari berbagai lapisan dan elemen masyarakat diusahakan untuk merealisasikan nilai-nilai islami yang hidup dalam masyarakat Aceh dimulai dengan hal yang kecil dan memberi pengaruh untuk pribadi dan masyarakat. Dalam Dayah Warkop, manajemen dakwahnya harus pula dilakukan sesuai dengan karakteristik warkop yang spesifik.

Beranjak dari itu insan dakwah harus pula merumuskan metodelogi dan konsep dakwah yang efektif dan inovasif, setidaknya pesan dakwahnya harus ditekankan pada penciptaan suasana yang islami sesuai dengan syariat dibandingkan penyampaian pesan-pesan Islam.

Bentuk dakwahnya bersifat tidak menggurui namun suasananya ditekankan lebih pada menciptakan ikim yang ramah dan tidak kaku. Diantara komunikasi dakwah di Dayah Warung Kopi (Darkopi), ketika azan berkumandang setidaknya dihentikan aktifitasnya dan diajak “santri Darkopi” dengan pendekatan mau’izah bilhasanah (dakwah perbuatan) dimana para pengelola dan stafnya menjalankan shalat secara berjamaah.

Tentunya secara pasti dengan sendirinya para “santri”nya akan terbangkit dan terbuka mata hati juga untuk melakukannya walaupun awalnya sungkan dan merasa berat, setidaknya ada secercah “cambuk”untuk melkasnakan kewajiban salat lima waktu hanya dalam qalbu, disamping itu juga membatasi konten yang menjurus kepada pornografi lewat internet, judi online dan hal lainnya yang mengundang dan menjurus kepada maksiat. Di samping itu juga menyebarkan dakwah bilkalam (dakwah dengan tulisan) dengan menempatkan essai, buku dan kitab kajian agama baik seperti bulletin, poster yang dipampang dengan nilai renungan dan dakwah serta majalah Islami dan seumpamanya.

Dalam ruangan “Darkopi” juga di tempelkan gambar ajakan dan laragan agama dengan penjelsan singkat sehingga mereka tanpa sengaja akan membaca dan melihatnya. Tentu saja ini akan memberiefek tersendiri. Begitu juga music hot dan rock diganti dengan musik yang bernafaskan Islam dan nasehat.

Beranjak dari itu hendaknya pengajian dengan ciri khas dayah juga diadakan bisa melalui diskusi dan Tanya jawab minimal seminggu sekali juga perlu digelar untuk menambah wawasan dan pengetahuan dengan mendatangkan narasumber dari berbagai lembaga pendidikan agama di Aceh, baik dari kalangan dayah sendiri, inteletual muslim,dai kondang, kampus maupun ormas islam lainnya. Komunikasi dakwah dalam bentuk bilqalam serta tulisan yang ditempelkan di dinding dengan menyampaikan pesan dakwah yang bersahabat serta berbagai inovasi lainnya untuk menambah nilai manajemen dakwah dalam mengimplementasi syariat Islam berbasis “Dayah Warkop” di bumi Iskandar Muda ini.

***Helmi Abu Bakar El-Langkawi, penggiat Literasi asal Dayah MUDI Masjid Raya Samalanga.