Zakat Fisabilillah #4: Fisabilillah Bermakna Orang Berperang di Jalan Allah, Benarkah?

 
Zakat Fisabilillah #4: Fisabilillah Bermakna Orang Berperang di Jalan Allah, Benarkah?

LADUNI,ID, HUKUM- Mahmūd sendiri dalam kitabnya al-Tafsīr al-Wādhih mejelaskan sebagai berikut ini : Secara zhahīr, ada rahasia dalam ta’bīr al-qur`an dengan lam yang berfaedah untuk milik pada enam mustahik yang pertama (fakir, miskin, amil, muallaf, ghārim, ibnu sabil) dan untuk dua mustahik yang terakhir di-ta’bīr dengan fī. Rahasianya adalah untuk enam mustahik pertama mesti sesuatu yang bisa memiliki (ahl al-tamalluk). Sedangkan untuk dua mustahik terakhir tidak disyaratkan sesuatu yang bisa memiliki, tetapi boleh diberikan untuk kemaslahatn umat Islam.( Muhammad Mahmūd, al-Tafsīr al-Wādhih ..., h. 897.)

Selanjutnya penafsiran ini jika ditelusuri lebih dalam akan didapatkan sedikit kerancuan, karena dalam ayat tersebut ibnu sabil dan ghārim di-ta’bīr dengan fī bukan dengan lam. Sedangkan Mahmūd mengatakan bahwa ibnu sabil dan ghārim di-ta’bīr dengan lam dan hal ini jelas kontradiktif. 

Bahkan al-Rāzī dalam kitabnya Mafātīh al-Ghaib mengatakan hal yang berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Mahmūd, dengan redaksi kitabnya:.Tatkala menyebut pada kata riqāb diganti dengan ta’bir fī, maka hal ini mengandung suatu faedah, yaitu empat mustahik yang pertama diberikan harta zakat dan mereka boleh menggunakan untuk apa saja yang mereka inginkan. Sedangkan empat mustahik yang terakhir hanya boleh menggunakan harta zakat untuk kepentingannya, yakni riqāb hanya boleh menggunakan harta zakat untuk melepaskan perbudakannya, ghārim untuk membayar hutangnya, pejuang perang untuk keperluan peperangannya begitupula ibnu sabil. (Al-Rāzī, Mafātīh al-Ghaib, Jld. VIII, h.75. al-Khāzin, lubāb al-Ta`wīl fī Ma’ānī al-Tanzīl, Jld. III, h. 294-295.)

Dalam teks kitab al-Rāzī tersebut jelas dikatakan bahwa empat mustahik yang pertama di-ta’bīr dengan kata lam, sedangkan empat mustahik yang terakhir di-ta’bīr dengan fī bukan seperti yang dikemukakan oleh Mahmūd. Al-Rāzī dalam kitabnya Mafātīh al-Ghaib menyebutkan : 

Mustahik yang ketujuh adalah Fi Sabilillah. Para mufassir mengartikannya dengan orang-orang yang berperang. Imam Syāfi’i berpendapat bahwa mereka boleh mengambil harta zakat meskipun kaya. Begitu pula pendapat dalam mazhab Mālik, Ishaq dan Abī ‘Ubaid. Sedangkan Abū Hanīfah dan kedua muridnya berpendapat mereka boleh diberikan harta zakat apabila fakir atau miskin. Dan Ketahuilah !secara zhāhir kata fi sabilillah dalam firman Allah tersebut, tidak dibatasi kepada orang-orang yang berperang saja. Oleh karena itu, Al-Qaffāl menukilkan dari sebagian fuqahā` bahwa mereka membolehkan harta zakat disalurkan kepada segala bentuk kebaikan. Seperti mengkafani jenazah, membangun benteng dan mendirikan mesjid.Karena fi sabilillah dalam firman Allah itu mencakupi kepada seluruh amal kebajikan. (Al-Rāzī, Mafātīh al-Ghaib…, h. 76.)


***Helmi Abu Bakar El-Langkawi Penggiat Literasi Asal Dayah Mudi Masjid Raya Samalanga,Aceh