Ulee Balang Vs Ulama ?

 
Ulee Balang Vs Ulama ?

LADUNI.ID, SEJARAH- Para uleebalang,  dibawah  pemerintah  kolonial,  yang  mengatur  daerah Aceh, oleh Belanda diberikan otoritas sebagai kepala suku adat. Lebih lanjut, daerah Aceh terbagi dalam dua bentuk administrasi; wilayah-wilayah di sekitar ibukota Kuta Raja yang berjumlah 50 uleebalang dipimpin langsung oleh Belanda, sementara daerah lain yang berjumlah kira-kira 100 uleebalang, dipimpin oleh zalfbestuur.

Dengan   cara-cara   di   atas,   Belanda   berhasil   memecah   belah persatuan  rakyat  Aceh,  yang  pada  gilirannya  menyebabkan  adanya konflik  yang  berkelanjutan antara  kelompok  yang  pro-sultan dan pro- uleebalang.

 Diantara  para  uleebalang,  ada  yang  sudah  mempersiapkan untuk merebut korteverklaring, dan ada juga beberapa yang masih setia pada sultan. Kendatipun demikian, sultan memperoleh dukungan yang sangat kuat dari ulama, hal mana sangat anti terhadap Belanda, dengan begitu, mereka memimpin perlawanan terhadap mereka.

 Bersama denganpara aristokrat yang masih mendukung sultan, para ulama ikut berperang yang dilandaskan pada ajaran agama. Dengan menggunakan strategi perang gerilya, mereka terus-menerus berjuang dalam beberapa tahun untuk   menghalangi   Belanda   yang   membawa   agama   dalam   kontrol mereka selama sepuluh tahun setelah sultan ditawan.

Dengan demikian, Belanda tidak berhasil memerintah di Aceh sampai akhir tahun 1918, selama 45 tahun setelah meletus peperangan. Pengaruh  yang  paling  besar  terhadap  pasifikasi  Belanda  yang sangat  dikhawatirkan  oleh  ulama  adalah  kebijakan  dengan  membuka pintu pendidikan sekular untuk rakyat Aceh. Selanjutnya para ulama menyadari bahwa Belanda telah menjauhkan generasi muda Aceh dari pengaruh mereka.

***Helmi Abu Bakar El-Langkawi, Penggiat Literasi Asal Dayah MUDI Masjid Raya Samalanga

 

Sumber: Nuraini, Potret Islam Tradisional “Dayah Dan Ulama Di Aceh Abad Ke-20” Dalam Perspektif Sejarah, 2014