Komitmen Ulama terhadap Sosial-Politik Keacehan

 
Komitmen Ulama terhadap Sosial-Politik Keacehan

 

LADUNI.ID, SEJARAH- Komitmen sosial-politik ulama sangat berkaitan dengan sejarah Aceh, yang mana dalam waktu yang cukup lama sangat dipengaruhi oleh Islam. Jika kita setuju dengan berdirinya Kerajaan Peurelak pada abad kesembilan,  maka  Aceh  telah  dipengaruhi  oleh  Islam  selama  sepuluh abad   ketika   Belanda   menduduki   Aceh.

 Sejak   Kerajaan   Peureulak (sekarang menjadi kecamatan di Aceh Timur) muncul sebagai sebuah kerajaan yang berkuasa telah menunjukkan hubungan baik antara sultan dan ulama,  baik itu urusan dunia atau hubungan agama dan spiritual.

Pada   masa   kejayaan   Kerajaan   Islam   Aceh,   ciri   khas   yang   saling melengkapi pada dua kekuatan lembaga tersebut menjadi sangat berarti: sebagaimana dikatakan dalam pepatah (hadih maja) “Adat Bak Poe- teumereuhom, Hukom Bak Syiah Kuala‟ (ketentuan hukum adat pada sultan dan ketentuan agama ada pada ulama).

Uleebalang menjadi bagian dari pemerintahan, dan melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan sultan di daerah mereka masing-masing. Namun  demikian,  para  uleebalang  di  luar  Aceh  Tiga  Sagi  (Segitiga Aceh) mempunyai otonomi dalam mengatur wilayah mereka masing- masing. Para uleebalang tersebut hanya diwajibkan membayar pajak kepada sultan.

Oleh sebab itu, beberapa penulis menyatakan bahwa ada tiga kelompok kekuatan di Aceh: sultan, ulama, dan uleebalang,65 kemudian jika kehidupan keagamaan di Aceh terancam, maka ulama dengan cepat maju ke depan untuk memberi perlawanan.

Ketika  sultan  menyatakan  bahwa  ia  tidak  sanggup  lagi  untuk menghadapi invasi Belanda, ulamalah dengan sungguh-sungguh melanjutkan perjuangan dalam berperang mempertahankan agama dan tanah air mereka. Ulama turun ke gelanggang untuk memimpin rakyat dengan semangat mereka dalam rangka melindungi struktur sosio-politik   masyarakat   Aceh.

Invasi   Belanda   menurut   ulama sangat   mengancam   agama.   Daerah   Aceh   –yang   seratus   persen Muslim- Islam merupakan pandangan hidup dan semenjak masa kesultanan telah menjadi ideologi Negara. Menurut pendapat ulama, Islam tidak hanya terdiri dari urusan ibadah belaka, tetapi juga mencakup lembaga-lembaga dan sistem; karena itu pemerintahan harus dijalankan oleh penduduk sendiri. Negara juga harus memiliki kejelasan wilayah kekuasaannya. Dengan demikian, agresi penjajah pemerintah   Belanda   telah   melanggar   sistem-sistem   yang   mana diyakini bagian dari ajaran Islam.

***Helmi Abu Bakar El-Langkawi, Penggiat Literasi Asal Dayah MUDI Masjid Raya Samalanga