Sebagian Para Abdal (14): Perkataan Guru Sufi Abu Utsman al-Maghribi dan Guru-Guru Lain

 
Sebagian Para Abdal (14): Perkataan Guru Sufi Abu Utsman al-Maghribi dan Guru-Guru Lain

LADUNI.ID - Dalam kitab As-Safînah al-Qôdiriyah lisy Syaikh `Abdil Qôdir al-Jîlanî, pada bagian awal sebelum tulisan Ibnu Hajar al-Asqolani berjudul Ghibthotun Nâzhir fî Tarjamatisy Syaikh `Abdil Qôdir, terdapat tulisan berjudul “Muqoddimah fî `Ilmit Tashowwuf”, yang diberi keterangan “diambil dari kitab Kasyâfu Ishthilâhil Funûn wal `Ulûm karangan at-Tahânawi (I: 456-466), salah satunya dikutip pernyataan Syaikh Abu Utsman al-Maghribi, tentang Auliya’, termasuk dari kalangan Abdal.

Imam Abu Utsman al-Maghribi tentang Abdal, mengatakan begini:

“Al-Budala’ (Para Abdal) ada 40, al-Umana’ ada 7, al-Khulafa’ minal A’immah ada 3, dan satu adalah Quthub; Quthub mengetahui terhadap mereka semua dan memuliakan mereka, dan tidak mengetahui tentang Quthub seorang pun, dia adalah imamnya para wali; 3 dari Khulafa’ minal A’immah mengetahui yang 7 dan mengetahui yang 40, yaitu para Budala’. Dan para Abdal mengetahui semua wali A’immah, dan tidak mengetahui mereka dari kalangan Auliyâ’ seorang pun, apabila berkurang satu dari 40 itu, tempatnya digantikan dari kalangan Auliyâ’; dan demikian di dalam mereka yang 7, dan 3, dan 1, kecuali sampai datangnya hari kiamat” (As-Safînah al-Qôdiriyah, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah, 2002/1423, hlm. 15).

Abu Utsman al-Maghribi adalah Said bin Salam al-Maghribi, yang oleh Abdurrahman Jami dalam kitab Nafahât al-Uns min Hadhratil Quds (al-Azhar asy-Syarif, t.t.) disebut sebagai murid Abul Hasan bin as-Shoigh ad-Dinawari. Makamnya ada di Nisabur dekat dengan Abu Utsman al-Hiri, dan Abu Utsman an-Nashibi. Tirakat yang dilakukan Abu Utsman di antaranya disebutkan Abdurrahman Jami’: selama tinggal di Mekkah 30 tahun, Abu Utsman tidak pernah kencing di tanah Haram, untuk menghormati kesucian tanah haram Mekkah.

Imam al-Qusyairi dalam ar-Risâlah menyebutnya ia wafat tahun 983 M/373 H dan disebut begini: “Dia merupakan Syaikh satu-satunya di masanya yang paling alim dan belum pernah ada bandingannya sebelumnya, bersahabat dengan Ibnul Khotib, Habib al-Maghribi,dan Abu Amr az-Zujaj, dan meninggal di Nisabur dengan meninggalkan wasiat supaya disalati Imam Abu Bakar bin Furak (salah satu tokoh dari kalangan Asya`riyah).”

Salah satu perkataannya: “Barangsiapa yang mengutamakan bersahabat (as-shuhbah) dengan orang kaya daripada orang miskin, maka Alloh akan mengujinya dengan kematian hatinya” (ar-Risâlah, tokoh ke-70); “I’tikaf itu menjaga anggota tubuh di bawah perintah-perintah (Nafahât al-Uns, hlm. 284).

Al-Hujwiri dalam Kasyful Mahjûb, mengartikan kata ash-shuhbah (persahabatan) yang digunakan Abu Utsman al-Maghribi dalam perkataan bijaknya di atas, begini: “Karena orang berpaling dari orang miskin hanya ketika mereka berkumpul bersama mereka dan bukan karena bersahabat dengannya. Sebab dalam pergaulan tiak ada istilah berpaling. Ketika dia menghindari berkumpul bersama orang miskin agar bisa bersahabat dengan orang kaya, maka hatinya mati terhadap permohonan dan jasadnya terperangkap dalam ketamakan. Karena hasil berpaling dari mujalasah adalah kematian spiritual, bagaimana mungkin ada yang berpaling dari shuhbah? Kedua istilah tersebut sangat jelas dibedakan satu sama lain” (Kasyful Mahjûb, pada bab XIV, pada tokoh No. 62, “Abu Utsman Sa`id bin Salam al-Maghribi).

Sedangkan perkataan Syaikh Abu Utsman al-Maghribi soal Abdal di atas, menyebutkan bahwa Abdal yang 40 itu mengetahui Auliya’ dari kalangan A`immah (Auliya’ yang menjadi pemimpin umat), dan kalangan A’immah itu mengetahui yang di bawahnya. Akan tetapi para Auliya’ lain tidak mengetahui tentang posisi seorang Auliyâ’ sebagai Abdal. Dari perkataan itu, dibandingkan dengan perkataan-perkataan lain, misalnya riwayat-riwayat yang disebutkan Abu Nu’aim yang menyebutkan soal Abdal, maka bisa diambil faedah, bahwa sebagian Abdal ini oleh sebagian guru besar sufi, dikabarkan nama-namanya, dan diketahui oleh sebagian maha guru sufi: sebagian melalui jalan mimpi bertemu Rasululloh, atau mimpi bertemu kaum Abdal sendiri, dan atau pernyataan langsung.

Perkataan-perkataan yang menyebut mereka yang tergolong sebagaian Abdal itu, begini:

1. Tentang Abul Abbas bin Masruq, Abu Nu’aim menyebutkan: “Muhammad bin Husain berkata, saya mendengar Abu Sa`id bin Atho’ berkata: “Sesungguhnya al-Junaid bin Muhammad melihat terhadap apa-apa yang dilihat seorang yang tidur, sebuah qaum dari kalangan Abdal, maka dia bertanya: “Apakah di Baghdad ada seorang Auliya’?” Mereka menjawab: “Iya, Abul Abbas bin Masruq termasuk Ahlul Unsi terhadap Alloh” (Hilyatul Auliyâ’, X: 213, No tokoh 548).

2. Tentang Muhammad bin Wasi’, Hasan bin Abi Sinan, dan Malik bin Dinar, Abu Nu’aim meriwayatkan dari Ja’far bin Sulaiman berkata: “Saya duduk mendengar Wahhab bin Munabbah, berkata: “Saya melihat Kanjeng Nabi Muhammad di dalam penglihatan ketika tidur, saya berkata: “Wahai Rasulalloh dimanakan para Abdal di kalangan umatku”. Rasululloh menjawab: “Di Syam?” Maka saya berkata: “Adapun di Irak adakah seseorang?” Rasululloh menjawab: “Ya, Muhammad bin Wasi’, Hasan bin Abi Sinan dan Malik bin Dinar” (Hilyatul Auliyâ’, dalam bagian tokoh Muhammad bin Wasi’)

3. Tentang Syah Abu Syuja’ al-Kirmani, Abu Nu’aim menyebutkan riwayat dari Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad, yang berkata: “Saya berada di sisi Sahal bin Abdullah yang sedang duduk, maka tiba-tiba jatuh burung di antara kami. Sahal berkata: “Berilah makan dan minumilah…” Saya berkata kepada Sahal at-Tustari: “Ada apa dengan burung ini?” Maka Sahal berkata kepadaku: “Wahai Aba Abdalloh: “Telah wafat suadaraku di Kirman, maka datanglah itu itu mengunjungiku karenanya.” Abu Abdulloh berkata: ”Saya menyangka bahwa Sahal menyebut Syah Abu Syuja’ al-Kirmani, dan dia adalah minal Abdal….” (Hilyatul Auliyâ’, X: 238).

4. Abu Nu’aim menyebut tokoh sufi Muhammad bin al-Walid al-Umawi, dengan kata-kata begini: “Dan termasuk di antara mereka adalah Muhammad bin al-Walid al-Umawi, termasuk dari kalangan Ahlil Madinah, mendengar hadits dari Sufyan bin Uyainah. Dihitung sebagai Abdal. Doa-doanya mustajabah.” (Hilyatul Auliyâ’, X: 390, No tokoh 666).

5. Abu Nu’aim dalam Hilyah menyebut Muhammad bin al-Faroj al-Wadnakani, begini: “Dan Muhammad bin al-Faroj al-Wadnakani adalah di antara yang dihitung sebagai Abdal, al-Mutsabbat fil ahwâl. Doa-doanya mustajabah. Teman dari Abu Utsman ar-Rozi, Said bin Abbas. Abu Bakar Muhammad bin al-Farroj al-Wadnakani dan ahli Jihad dan ribath. Salah satu doanya adalah: “Allohumma aqbidhnî fî ahabbil mawâthini ilaika.” Keluar ke Tartus 3 bulan dan wafat di sana, pada tahun 284 H” (Hilyatul Auliyâ’, X: 401, No. tokoh 685)

6. Abu Nu’aim menyebutkan di bagian akhir kitabnya itu, tokoh Abu Ali as-Sunbulani, begini: “Dan diantara yang terkenal dengan ibadahnya, dari kalangan `Ubbad Syam, saya ringkas nama-nama mereka; “Amir bin Najiyah, al-Hasan bin Muhammad al-Mazid (yang bertemu dengan Dzunnun al-Mishri dan Ahmad Abi al-Hawari), al-Hasan bin Ali bin Sa`id, Abu Ali as-Sunbulani, yang dihitung sebagai Abdal, dan Zaid bin Bandar Abu Ja’far (dia, anaknya dan istrinya, berpuasa selama 40 tahun)...” (Hilyatul Auliyâ’, X: 407).

7. Ketika menyebut tokoh Roja’ bin Haiwah, Abu Nu’aim menyebutkan: “Abu Hamid bin Jablah menceritakan, dari Muhammad bin Ishaq, dari al-Hasan bin Abdul Aziz bahwa Abu Hafs (Amru bin Salamah) berkata: “Saya mendengar Sa`id (Ibnu Abdul Aziz) menyebut seseorang manusia terlihat dalam mimpinya bahwa seorang dari kalangan Abdal telah wafat, dan dicatat Roja’ bin Haiwah pada posisi itu” (Hilyatul Auliyâ’, V: 172).

8. Diceritakan oleh Abu Nu’aim, Dawud bin Yahya bin Yaman berkata: “Saya melihat Rasululloh di dalam mimpi, kemudian saya bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah para Abdal itu?” Rasulullah menjawab: “Mereka yang tidak pernah menggunakan tangannya untuk memukul, dan Waki’ bin Jarroh termasuk di dalamnya” (Hilyatul Auliyâ’, tentang Waki’ bin Jarroh)

9. Abu Tholib al-Makki ketika menyebut Kurz bin Wabrah, dalam Quttul Qulûb dalam kisah diterimanya wirid al-Musabba`at al-`Asyara, menyebutkan bahwa dia tergolong Abdal: “Kurz bin Wabrah adalah seorang Wali Abdal, beliau berkata: “Saya didatangi oleh seorang teman dari Syam yang menghadiahkan sebuah hadiah. Teman saya itu berkata: “Wahai Kurz terimalah hadiah ini, sebab itu adalah hadiah yang bagus.” Saya bertanya: “Wahai temanku, dari siapa engkau mendapatkan hadiah tersebut?” Dia menjawab: “Saya mendapatkannya dari Ibrahim at-Taimi” (Quttul Qulûb, telah lalu penjelasannya).

10. Abu Tholib al-Makki juga menyebutkan sebuah kisah diterimanya wirid al-Musabba`ât al-Asyara, dan menyebut kisah mimpi Syaikh Ibrahim at-Taimi bertemu Rasulullah, yang menyebutkan bahwa Nabi Hidhir adalah Ra’isul Abdal: “…Saya bertanya kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, Hidhir memberitahu kepadaku bahwa dirinya mendengar langsung darimu perihal bacaan wirid ini.” Rasulullah kemudian menjawab: “Benar apa yang dikatakan Hidhir. Dan setiap berita yang disampaikan dia benar adanya. Dia tokoh ilmuan penduduk bumi. Dia pemimpin para Wali Abdal. Dia salah seorang tentara Alloh `azza wa jalla di muka bumi” (Quttul Qulûb, telah lalu penjelasannya).

11. Tentang Ahmad bin Hanbal, Abu Nu’aim meriwayatkan bahwa dia termasuk salah seorang Abdal, begini: “Muhammad bin Haitsam al-Qosyuri berkata: “Tatkala Hamdun al-Barda`i datang kepada Abu Zur’ah untuk menulis hadits, masuk ke rumah dan melihat awaniya wa farsyan katsirotan, berkata: “Itu untuk saudaranya, maka mereka pulang dan tidak menulis hadits (pada saat itu).Tatkala suatu malam di atas Sathi Barkat dia melihat bayangan seseorang di atas air, dan dia berkata: “Engkau yang berzuhud di dan bersama Abu Zur’ah, ketahuilah bahwa Ahmad bin Hanbal itu seorang Abdal. Maka tatkala meninggal Ahmad bin Hanbal, Alloh menggantikan tempatnya dengan Abu Zur’ah” (Hilyatul Auliyâ’, X: 191), dan karenanya Abu Zur’ah juga menempati posisi itu.

Oleh: Nur Kholik Ridwan

Anggota PP RMINU

 

 

Tags