Beginilah Etika Meludah dalam Agama Islam

 
Beginilah Etika Meludah dalam Agama Islam

Islam adalah agama yang sangat indah. Semua lini kehidupan diatur sedemikian rupa. Mulai ibadah primer maupun sekunder, masing-masing diatur. Termasuk di antaranya adab meludah maupun berdahak. 

Abdullah bin Umar pernah bercerita, satu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melihat ada air ludah pada sisi arah kiblat dalam sebuah masjid. Rasulullah pun mengambil kayu atau tongkat, kemudian mengerok tempat ludahan tersebut lalu beliau bersabda: 

إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي فَلَا يَبْصُقْ فِي قِبْلَتِهِ فَإِنَّمَا يُنَاجِي رَبَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى

Artinya: “Jika salah satu dari kalian shalat, hendaknya tidak meludah ke arah kiblat. Sebab orang yang shalat adalah orang yang sedang bermunajat kepada Allah tabâraka wa ta’âla.” (Musnad Ahmad: 4645)

Dengan sikap Baginda Nabi yang hanya mengerok liur saja tanpa menyucikan dengan air sebagaimana di atas, al-Khatthâbi dalam Ma’âlimus Sunan juz 1, halaman 144 menyatakan, air liur itu suci. Pendapat ini senada dengan perkataan para ulama kecuali Ibrahim an-Nakhai yang berpendapat najis.

Pesan Rasulullah yang perlu digarisbawahi, adab meludah ketika shalat tidak boleh ke arah kiblat. Selain ke arah kiblat, masih bisa ditoleransi, asalkan shalatnya tidak di dalam masjid. Jika shalat di masjid dan menyebabkan kotor, dalam syarah al-Muhadzab dikatakan, ini haram. Apabila ingin meludah, hendaknya meludah ke arah pakaian yang dikenakan semisal pada bagian kerah baju yang kiri.

Dalam satu hadits riwayat Abu Hurairah diceritakan, Rasulullah pernah berpesan untuk orang yang shalat, kalau mau meludah hendaknya menghindari arah kiblat, karena ia sedang bermunajat kepada Allah. Sedangkan ke arah kanan perlu dihindari sebab ada malaikat (pencatat amal kebaikan) di sana. 

Lalu bagaimana adab meludah jika berada di luar shalat? 

Imam Syihabuddin al-Qalyubi dan Umairah dalam Hâsyiyatan menjelaskan adab meludah di luar shalat sebagai berikut:

وَيُكْرَهُ الْبُصَاقُ خَارِجَ الصَّلَاةِ، قِبَلَ وَجْهِهِ مُطْلَقًا وَلِجِهَةِ الْقِبْلَةِ، وَجِهَةِ يَمِينِهِ أَيْضًا

Artinya: “Dimakruhkan meludah di luar shalat menuju arah depannya sendiri secara mutlak, ke arah kiblat dan ke arah kanan.” (Syihabuddin Ahmad al-Qalyubi dan Umairah, Hâsyiyatân, Alepo, 1956 M / 1375 H, juz 1, halaman 194) 

Selain itu, masih dalam kitab yang sama disebutkan, hokum meludah lalu mengenai benda milik orang lain adalah haram. 

يَحْرُمُ الْبُصَاقُ إذَا اتَّصَلَ بِغَيْرِ مِلْكِهِ

Artinya: “Haram meludah jika mengenai benda yang bukan miliknya.” (Syihabuddin Ahmad al-Qalyubi dan Umairah, Hâsyiyatân, Alepo, 1956 M / 1375 H, juz 1, halaman 194)

Dengan demikian, dapat disimpulkan, adabmeludahjika dalam shalat makruh ke arah kiblat dan kanan. Adapun di luar shalat, makruh meludah ke arah depan, kiblat, dan kanan. Sedangkan meludah yang mengotori masjid atau mengenai benda milik orang lain hukumnya haram. Wallahua’lam. (Ahmad Mundzir)

Sumber: NU Online