Zuhud Tetapi Juga Memiliki Harta

 
Zuhud Tetapi Juga Memiliki Harta
Sumber Gambar: Unsplash.com, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Imam Ghazali sebelum mengarang kitab Ihya' itu beliau mengarang kitab Al Wasith dan Al Basith (Kitab FIkih). Artinya sebelum mengarah ke tasawuf, beliau juga menyenangi dan mendalami ilmu syariat seperti fiqih. Sehingga kita yang mengaku zuhud itu hendaknya memahami arti zuhud yang sebenarnya, dan bertaubat ketika salah memahami arti zuhud. 

Kisah Ulama yang mempraktikkan zuhud, ialah Imam Abu Hasan asy-SyadziliI, atau yang sering dikenal dengan Imam Syadzili. Beliau merupakan seorang sufi yang dikenal kaya raya, namun di dalam hatinya hanya memilki cinta kepada Allah swt semata. Dikisahkan bahwa ada seorang tamu yang merupakan murid dari kerabatnya yang miskin. Murid tersebut diperintahkan oleh gurunya bertemu Imam Syadzili untuk mendapatkan nasehat. Saat sesampainya di rumah Imam Syadzili yang sangat mewah, murid ini tidak percaya bahwa Imam Syadzili adalah seorang ulama besar. Karena dalam, pandangannya, bagaimana mungkin seorang ulama tapi memiliki rumah mewah bak istana, perhiasan yang elok serta memiliki kuda yang gagah dan besar. Maka ia pun berfikir bergelimangnya harta Imam Syazili tidak mungkin mencirikan orang yang dekat dengan Allah swt. Maka baginya, gurunya yang dalam kondisi miskin adalah yang lebih pantas menjadi ulama.

Setelah masuk ke dalam rumah Imam Syazili dan bertemu dengannya, tamu yang merupakan murid dari kerabatnya menyampaikan salam dari gurunya dan meminta nasehat pada pendiri Tarekat Syaziliyyah tersebut. Kemudian Imam Syazili berkata "Tolong sampaikan ke gurumu, kapan berhenti memikirkan dunia". Ia pun pulang kembali ke tempat gurunya dengan penuh rasa penasaran dan keheranan. Sebab ia tidak dapat memahami maksud nasehat yang ia dapatkan dari Imam Syazili. Setelah bertemu kembali gurunya, ia menyampaikan pesan Imam Syazili tersebut. Kemudian gurunya berkata sambil menangis "Benar yang dikatakan oleh Imam Syazili bahwa meskipun ia banyak harta, tapi tidak sedikitpun hartanya menempel dan melekat di hatinya. Sedangkan saya yang dalam kondisi miskin, tapi masih memikirkan kapan memiliki harta". Sang murid pun akhirnya memahami maksud nasehat Imam Syazili.

Lalu ada fatwa bahwa, orang hanya boleh memiliki apa yang menjadi makanan pokok itu tidak sepenuhnya benar. Jangan memahami islam dengan hanya cuma memiliki kebutuhan pokok. Siapa nanti yang akan zakat, sedekah jika semua hanya bisa memenuhi kebutuhan pokok saja. Pemahaman disini adalah ketika memang ditakdirkan miskin, ingin kaya tak bisa. Ya bagaimana lagi kalau itu sudah takdir akhirnya. 

Fatwa yang mengatakan bahwa orang hanya boleh memiliki apa yang akan dimakan hari ini dan esok hari. Seperti pemahaman orang-orang yang zuhud. Seperti misalkan ada beras 2kg dan uang sepuluh ribu sudah cukup, itu bagus kata Imam Ghazali. Tetapi fatwa ini tidak boleh menghalangi atau mengurangi orang sehingga orang yang memiliki harta dengan kadar untuk melaksanakan Haji,dan zakat menjadi berkurang. 

Imam Ghazali berkata, bahwa fatwa ini bahaya sekali. Karena Ijma ulama, ada ayat yang jelas di Al Quran bahwa kita disuruh melaksanakan haji dan zakat yang mana ini membutuhkan harta yang lebih dari pada sejumlah harta yang hanya dapat digunakan untuk makan hari ini dan esok. 

Perintah menunaikan ibadah haji adalah sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an, Surah Ali Imran, Ayat 97 sebagai berikut:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”

Ayat di atas menjelaskan bahwa ibadah haji itu wajib. Tetapi hukum wajib itu dikaitkan dengan kemampuan karena ibadah ini merupakan sebuah perjalanan yang membutuhkan kemampuan materi dan kekuatan fisik. Bila sebuah ibadah dikaitkan langsung dengan kemampuan para hamba-Nya, maka terdapat hikmah tertentu yang menunjukkan kebijaksanaan Allah SWT. Orang orang beriman akan menerima ketentuan tersebut tanpa berat hati.

Orang haji berarti ia memiliki kemampuan finansial diatas kecukupan untuk pergi haji. Sedangkan orang zakat juga memiliki harta sejumlah nisab zakat. Jika dihitung dengan kurs sekarang sekitar 26 juta an. Wajibnya zakat itu rata-rata termasuk Syekh Yusuf Qardhawi dan KH. Maimoen Zubair itu menghitung kira-kira nisab emas sekitar 74 gram.

Ketika pilihan hidup kita adalah zuhud, baik karena terpaksa atau selera. Jangan sampai menghalangi fatwa yang menyangkut kecukupan untuk berhaji dan nisab zakat. Jangan sampai menjadi orang yang dianggap meruntuhkan rukun islam. Karena bagaimanapun, haji dan zakat adalah termasuk syiarnya islam. Apabila zuhud itu selera atau pandangan orang yang terbentuk. Maka kewajiban haji itu adalah syariat yang dinash oleh Quran. Semoga kita tidak salah memahami, dan bisa mempraktikannya. Aamiin


Sumber: Tulisan ini merupakan catatan yang diolah dan dikembangkan dari pengajian KH. Bahaudin Nursalim (Gus Baha). Tim redaksi bertanggungjawab sepenuhnya atas uraian dan narasi di dalam tulisan ini.

______

Penulis: Athallah Hareldi

Editor: Hakim